- 35 -

63.2K 3K 151
                                        

Siapa sangka seorang Ketua Mafia dunia yang kejam sedang terbaring di kasur rumah sakit untuk memperjuangkan nyawanya saat ini. Berbagai slang berada di tubuhnya dan gips pada kaki dan tangannya. Kulit badan yang pucat dan muka sedikit lebih tirus, seperti seseorang yang sedang tertidur pulas tanpa menginginkan bangun.

Tittt—

Suara elektrokardiogram melengking nyaring membuat orang-orang yang menunggu mendadak panik.

"Cepat panggilkan dokter!" perintah Vallo pada anggota BR yang juga berada di ruangan itu.

Dokter dan suster yang mendengar alarm code blue bergegas menuju ruangan Kia dan segera melakukan CPR.

"Defibrillator!" teriak sang Dokter di antara kesibukannya melakukan CPR.

Perawat yang ikut masuk tadi dengan sigap mendorong defibrillator mendekat dan segera menyalakannya. Bersamaan dengan dokter yang memasang defibrillator pada dada Kia, suster meminta orang-orang yang menunggu Kia untuk keluar ruangan.

Semua anggota BR terpaksa menurut agar tidak mengganggu kerja dokter.

***

Dokter dan suster keluar dari ruangan Kia dengan wajah yang susah diartikan.

Semua anggota BR yang berada di situ bergegas mendekat. "Bagaimana kondisinya, Dok?" tanya Vallo mewakili.

"Untuk sekarang kondisi pasien berhasil stabil. Hanya saja ada masalah lain," jawab dokter sambil menghela napas panjang. "Boleh saya berbicara dengan wali pasien?"

Vallo langsung mengajukan diri dan menurut saat diminta mengikuti sang Dokter.

"Jadi apa masalahnya, Dok?" tanya Vallo langsung begitu memasuki ruangan dokter.

"Lambung Kia mengalami luka yang cukup serius akibat tusukan dahan kayu tajam sebelumnya, padahal sudah 1 minggu lamanya dia diberikan obat dan istirahat yang cukup. Saya fikir, selama 1 minggu itu lambung nya akan membaik, ternyata tidak" jelas dokter itu

"Jadi apa yang harus dilakukan?"

"Untuk sekarang kita pantau kondisinya. Jika dua hari ke depan tetap stabil, kita bisa berharap operasi kemarin berjalan lancar. Hanya perlu pengecekan intensif dan perawatan berkala untuk memastikan kondisi benar-benar stabil."

Vallo mendengus nafasnya kasar

"Baiklah, Dok. Lakukan saja yang terbaik untuknya."

Dokter menganggukkan kepalanya dengan pasti.

Selesai berbicara dengan dokter, Vallo langsung kembali ke ruangan Kia dan dikejutkan karena Kia telah sadar. Masih dengan badan berbaring, Kia meneliti ruangan.

"Lo udah sadar? Sebentar, gue panggil dokter dulu."

Baru saja ia akan pergi, Kia sudah lebih dulu mencekal tangan Vallo. "Gausah. Temenin aja gue di sini," lirih Kia.

Vallo mengangguk dan duduk di samping ranjang Kia.

"Gue baik-baik aja kan?" tanya Kia

"Of course. Tapi keknya setelah hari ini pengobatan Lo bakal lebih extra"

"Lambung lo ada yang bermasalah dan harus dipantau setelah operasi kemarin. Tapi tenang aja, ini rumah sakit khusus BR jadi semua pasti terjamin. Dan besok lo bakal ngejalanin perawatan di LA. Jadi masalah itu mah gampang," ujar Vallo meyakinkan Kia.

Kia hanya bisa mengangguk sebagai balasannya. Badannya masih terasa nyeri dan sangat lemas. Bahkan tangannya cukup sulit untuk digerakkan.

***

Saat Lauren dan yang lainnya memasuki Lily Cafe untuk membeli beberapa makanan ringan, mereka melihat Cindy dan yang lainnya membicarakan sesuatu dengan sangat bahagia seolah sebuah pencapaian sukses tercapai. Karena Lauren selalu memiliki pemikiran negatif terhadap mereka, ia pun menghampiri meja mereka

"Wah, bahagia banget keknya. Lagi ngomongin apa sih?" sindir Lauren hingga ketiganya terdiam.

"Lah iya Cin, lo udah sembuh banget keliatannya. Padahal minggu lalu udah kek orang ngadepin detik-detik ajal aja," tambah Oliv menohok.

"Ini tempat umum, suka-suka kita dong mau ngapain. Kok lo pada yang sewot?" balas Bryeta tak mau kalah.

"Kenapa diam, Cin? Tiba-tiba aja kicep hahaha," ucap Edgar membuat Cindy kaku dan terlihat gugup.

"Jangan-jangan lo yang nyelakain Kia? Soalnya kejanggalan banyak banget, lucu aja gitu kalo Kia tiba-tiba nyungsep ke jurang dan cerita dari bibir lo juga bener-bener gak masuk akal," timpal Feli menekan kata akhir.

"Hahaha makin pucat aja muka lo, padahal kita cuma bercanda anjir," tawa Oliv pun terbahak-bahak diikuti semuanya karena melihat wajah Cindy yang kian memucat.

Karena merasa malu, Cindy pun berdehem mencoba menetralkan rasa gugupnya.

"Siapa yang pucat? Biasa aja kali. Lagian siapa juga yang nyelakain Kia. Lo pada jangan nuduh sembarangan deh, anjing," balas Cindy dengan penuh penekanan.

"Biasa aja dong. Nada lo ngegas banget. Kalo emang bukan lo yaudah, ini malah ngegas. Lucu banget," timpal Edgar tak suka.

"Udah-udah. Gak penting, nanti macan tutul sama kutu-kutunya malah emosi," lerai Keith dengan konyol.

Akhirnya mereka pun pergi dari sana meninggalkan Cindy yang nyaris mati kutu di tempat dengan raut wajah memerah dan pucat.

A Z K I A 🗡️ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang