Bab 17: Rencana Baru Untuk Mendapatkan Restu

413 29 0
                                    

“Allah tidak pernah menyulitkan hamba-Nya. Semua cobaan yang ada itu mengandung banyak hikmah, bila kamu menyadarinya.”


 

 
Hampir dua hari tidak ada komunikasi antara aku dan orangtua. Kami saling diam-diaman. Saat malam tiba ibuku sengaja menyindir tentang pernikahan muda. Bagaimana temannya yang memiliki anak yang diijinkan menikah di usia muda harus hidup menderita.

Aku hanya mendengarkan saja sambil tetap fokus untuk mencari cara agar bisa mendapatkan restu dari mereka. Bahkan sebenarnya aku sempat berpikir untuk melangsungkan pernikahan tanpa ada restu dari mereka. Toh, dari yang aku baca laki-laki tidak perlu wali untuk menikah. Hanya wanita saja yang diharuskan memiliki wali da nada restu dari sang wali.

Tetapi aku berpikir ulang untuk itu. Apa nanti pernikahanku berkah bila tanpa restu dari mereka? Untuk itulah aku masih memikirkan cara agar mendapatkan restu.

Banyak cara dari yang aku baca untuk bisa mendapatkan restu dari orangtua yang tidak mengijinkan anaknya untuk menikah muda.

Tips pertama, bicaralah dengan perlahan dan pelan, ungkapkan perasaanmu dengan mereka, sampaikan data-data dan fakta menurut Islam tentang pernikahan muda.

Cara pertama ini sudah sempat aku lakukan. Ketahuilah teman-teman, setelah penolakan kemarin aku sempat kembali meminta ijin kepada mereka. Aku lebih mendalami ilmu tentang pernikahan dan dampak positifnya kalau menikah muda. Semuanya aku sampaikan, dan tetap saja ibu dan ayahku tidak memberikan restu. Mereka tetap kokoh dengan pendiriannya. Dan tetap aku harus fokus pada kuliahku saja.

Cara kedua, berdoa dan memohon kepada Allah untuk melunakkan hatinya.

Cara kedua ini sudah setiap hari aku lakukan. Bahkan sebelum Rani dan keluarganya pindah ke Jawa. Aku tahu, meminta ijin kepada orangtuaku lah yang paling sulit aku lakukan. Makanya, sampai sekarang aku masih memohon agar kedua orangtuaku memberikan restu.

Jujur saja, aku lebih berani datang langsung kepada orangtua dari pihak perempuan, untuk meminta ijin menikah. Daripada harus bilang dan ngomong kepada orangtuaku sendiri.

Cara ketiga, meminta bantuan kepada orang lain.

Ini adalah cara yang belum pernah aku lakukan. Aku tahu ini akan sangat sulit untukku. Meminta bantuan orang lain? Siapa? Dan bagaimana aku ngomong dengan orang itu.

 Dari buku yang aku baca pada waktu itu mengatakan. Kalau kita ingin meminta ijin menikah kepada orangtua, sebaiknya minta sampaikan lah kepada orang lain. Karena apapun yang kita sampaikan, sekuat apapun argument yang kita berikan tetap saja orangtua menganggap kita sebagai anak kecil, sebagai bayi yang kemarin masih nangis minta susu.

Aku mulai berpikir untuk melakukan cara ini. Tetapi aku masih bingung siapa orang yang harus aku mintai pertolongan.

Setalah kurang lebih satu minggu. Aku mendapatkan orang yang akan aku mintai bantuan. Aku mencari seorang yang tahu ilmu agama, yang disegani banyak orang, dan juga tentunya mendukung pernikahan muda.

Beliau adalah dosen pengejarku waktu itu. Namanya Bapak Syamdani dan satu orang lagi teman beliau yang juga mendukung anak muda untuk segera menikah.

Malu? Tentunya. Aku juga harus berpikir berkali-kali untuk meminta ijin kepada beliau. Tetapi karena sudah sangat nekat dan yakin, cara ini harus aku lakukan.

Pertamanya, aku mengirim pesan kepada dosenku itu melalui whatsapp. Aku ceritakan permasalahanku kepada beliau. Aku jelaskan juga kenapa aku harus segera menikah. Dan juga aku beritahukan alasan mengapa orangtuaku tidak memberikan restu.

Tanggapan beliau begitu positif kepadaku. Beliau bersedia membantuku, dan saat itu aku dimintai untuk menemui beliau di kampus.

Dengan semangat dan penuh harapan aku bertemu langsung dengan beliau. Pertamanya, aku menceritakan masalahku ini secara langsung dan bertatap muka dengan teman beliau. Kemudian hari besoknya, baru aku bertemu dengan dosenku itu. Beliau berdua menyatakan siap untuk membantuku.

Sambil terus berdoa aku berharap semoga dengan cara ini bisa melunakkan hati kedua orangtuaku. Aku menceritakan ini kepada Rani, dan tentu saja kami masih yakin dengan tanggal dan bulan yang telah kami tentukan waktu itu.

Seminggu tidak ada kabar, aku kembali menghubungi dosenku itu. Aku berharap mereka bisa segera menyampaikan hal ini kepada orangtuaku. Dan besoknya beliau datang ke rumah.

Tentu saja, kedatangan dosenku ini tidak aku beritahukan kepada orangtua. Aku masih sedikit takut. Saat kedua dosen itu ke rumahku, aku tidak ada di sana. Jujur saja, aku tidak siap kalau harus mendengar penolakan dari orangtua. Aku benar-benar tidak siap kalau harus menerima kenyataan kalau ternyata cara ketiga ini tidak berhasil juga.

Aku berada di masjid kampus saat dosenku datang ke rumah. Aku berdoa, berharap dan menyerahkan semuanya kepada Allah. Aku sudah benar-benar pasrah.

Jujur, aku tidak berani pulang hari itu. Seharian aku berada di luar rumah. Aku kemudian mengirim pesan lagi kepada dosenku yang aku yakin dia sudah tidak lagi berada di rumahku.

Lama aku menunggu balasan dari beliau. Kemudian beliau mengirimkan pesan yang membuatku bisa sedikit bernapas lega. Beliau waktu itu hanya menuliskan kira-kira seperti ini.

Alhamdulillah sudah disampaikan,”

Ada sedikit perasaan lega. Tetapi aku juga masih bertanya-tanya bagaimana keputusan orangtuaku. Aku menanyakan hal itu kepada beliau. Namun beliau tidak membalas pesanku.

Aku kemudian mengucapkan terimakasih.

Sore hari menjelang maghrib aku baru pulang ke rumah. Seperti yang aku duga sebelumnya, tidak ada percakapan antara aku dan ibu. Ibuku terlihat biasa saja, seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Aku lihat beliau masih sibuk dengan urusan rumah. Lalu, apa sebenarnya tanggapan ibuku?

Dengan penuh keberanian aku menanyakan tanggapan dari ibuku.

Jadi gimana, Bu?

Ibuku masih sibuk dengan pekerjaannya. Dia hanya menjawab singkat pada waktu itu.

Tanyakan dengan ayahmu.”

Aku tidak berani lagi menjawab. Aku hanya diam. Tidak berani berkata-kata.

Cara ketiga ini sudah aku lakukan. Sepenuhnya aku serahkan kepada Allah. Aku semakin sering berdoa. Segala usaha sudah aku lakukan. Aku kembali meluruskan niatku untuk menikah di usia muda. Bukan lagi karena mencintai seorang wanita, tetapi lebih karena mengaharapkan ridha-Nya. Aku tidak ingin hubungan tidak jelas selama ini akan membuat Allah murka kepada kami.

***

Alhamdulillah bisa kembali update lanjutan cerita ini. 😊 jangan lupa vote dan komennya yah teman-teman semua.

Cerita Cinta Pengejar Nikah Muda (Finish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang