“Lima menit yang mengubah semuanya. Dari yang penuh dosa menjadi penuh dengan pahala.”
Detik-detik akad diucapkan sudah hampir tiba. Rumah yang dijadikan saksi bisu akad kami ini pun sudah dihias sedemikian rupa. Di depan rumah terpasang tenda dan kursi-kursi untuk para tamu undangan. Tamu-tamu undangan yang datang hanya dari desa ini, tidak ada orang yang aku kenal. Semuanya asing.Di dalam rumah sudah terpasang pelaminan, tempat duduk yang diucapkan untuk akad nanti dan juga sofa panjang untuk tempat duduk pengatin nanti. Di sanalah nanti aku dan Rani akan duduk berdua, untuk pertama kalinya kami duduk bersampingan.
Saat itu aku terus mengatur napas untuk tetap tenang. Aku lihat keluargaku yang hanya ada beberapa di sini, mereka juga terlihat tegang. Beberapa kali ibu sudah sempat menelpon, berjanji untuk segera video call setelah ijab qabul berlangsung. Aku sudah tidak sabar.
Rani masih berada di rumah sebelah, berhias dengan memakai gaun pengantin putih. Aku saat itu menyusulnya, pergi ke rumah di sebelah, sendirian. Keluargaku yang lain menunggu di rumah ini. Dengan berjalan kaki aku ke rumah sebelah, jaraknya sangat dekat cukup berjalan kaki. Di sana aku juga akan berganti pakaian.
Sesampainya di sana, aku melihat waktu itu Rani sudah siap dengan gaun pengantinnya. Dia sangat anggun. Dengan gaun putih panjang yang dia pakai, serta jilbab putih yang senada dengan gaunnya. Aku terkesima, melihat Rani yang tampil berbeda pada saat itu. Aku kemudian juga segera mengganti pakaianku.
Aku mengganti pakaianku dengan gamis berwarna putih yang memang sudah aku bawa dari Banjar, senada dengan gaun yang dikenakan oleh Rani. Aku melihat diriku di kaca, sebentar lagi kami akan menjadi pasangan halal. Aku lihat Rani di belakang yang nampaknya juga sudah siap.
Setelah segala persiapan sudah siap, aku sudah memakain gamis putih dan Rani sudah memakai gaun pengantin dengan balutan jilbab. Kami pun diminta segera untuk kembali ke rumah tempat berlangsungnya akad. Aku saat itu dituntun oleh tanteku untuk berjalan ke rumah sebelah, Rani berjalan di depanku bersama dengan kakak dan adiknya.
Aku terus mengatur napasku untuk tetap bisa menenangkan diri. Sebentar lagi akad akan berlangsung. Rasanya cepat sekali waktu berlalu. Aku lihat tamu undangan juga sudah banyak berdatangan, tidak ada yang aku kenal satu pun dari mereka.
“Sebelum akad kamu baca surah yah.”
Itu kata penghulu serta keluarga Rani waktu itu. Aku bersedia saja, tidak ada masalah. Saat penghulu datang, kegugupanku semakin bertambah tak karuan. Aku lihat ayah dan pamanku sudah duduk tenang, sementara adikku dia merekam moment-moment sekarang.
Aku pun kemudian duduk di tempat berlangsungnya akad. Rani duduk di bangku pengantin sendirian. Kami masih belum duduk bersampingnya. Di depanku sudah ada penghulu, ayah Rani dan petugas desa. Samping kiri dan kananku sudah duduk para saksi, salah satunya adalah teman ayahku yang juga ikut ke sini.
Aku kemudian menarik napas panjang. Membaca salah satu surah di dalam Alquran. Waktu itu aku membaca surah Ar-Rum yang berisi tentang pernikahan. Hanya sekitar 2 ayat aku membaca surah tersebut, kemudian selesai.
Sebelum akad berlangsung, ada beberapa berkas yang kemudian harus aku tanda tangani dan harus dicek kevalidannya. Aku menjadi semakin tegang, aku lihat juga para tamu undangan yang nampaknya sudah tidak sabar mendengarkan ijab qabul berlangsung.
Setelah semuanya selesai, pak penghulu mulai mengambil mic di depannya. Aku juga dipersilakan untuk mengambil mic di depanku. Inilah waktu yang paling ditunggu-tunggu. Sungguh teman-teman, rasanya saat itu tidak karuan. Bercampuk aduk, aku juga sangat tegang tapi aku masih bisa mengontrol napasku untuk tetap tenang. Sesekali aku mencuri pandang ke calon istriku yang duduk tenang sambil menunduk.
Akad pun berlangsung, saat pak Penghulu mengucapkan kalimat yang harus segera aku sambung.
“Muhammad Haitami Aqli bin Norhan.”
“Ya, saya pak.”
Jawabku lantang.
“Saya nikahkan engkau, yang mana bapaknya sudah mewakilkan kepada saya untuk menjadi wali, seorang perempuan bernama Rani Anggraini binti Suwendra dengan mahar seperangkat alat shalat dan cincin perak dua gram, dibayar tunai."
Pak Penghulu menghentakkan tanganku pelan, memberi tanda bahwa aku harus segera menjawab.
“Saya terima nikahnya Rani Anggraini binti Suwendra dengan mahar tersebut dibayar tunai.”
Jawabku cepat dan lantang, perasaan campur aduk semakin menjadi di dalam diriku waktu itu.
Beberapa detik kemudian hening, pak Penghulu melihat ke samping kanan dan kiri dan kemudian serentak semua menjawab dengan keras.
“SAH!”
Aku mengusapkan tanganku ke wajah, kemudian pak Penghulu membacakan doa. Semua mengangkat tangan, ikut berdoa. Ada air mata yang saat itu jatuh, tapi aku berusaha untuk menyembunyikannya.
Aku lihat wajah Rani yang ikut terharu. Matanya memerah, kemudian dia menyalamiku. Aku kemudian memasangkan cincin yang baru kemarin aku beli, Rani kemudian yang memasangkan cincin ke jari manisku.
Kami kemudian menanda tangani buku nikah milik kami. Buku yang diimpikan oleh banyak orang.
Hari ini, 13 Agustus 2018 kami sudah sah menjadi pasangan suami istri. Pasangan halal. Sempurna lah sudah separuh agama kami. Setelah ini, aku akan menjadi kehidupan baru sebagai seorang suami dan Rani akan menjadi seorang istri.
***
Alhamdulillah bisa kembali update.
Cerita ini adalah cerita nyata yang aku alami sendiri 😊 Alhamdulillah cerita ini bisa dibagikan dan dituliskan di wattpad untuk suatu saat nanti menjadi kenangan bagiku. Dan mungkin bisa diambil pelajarannya bagi kawan-kawan pembaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Cinta Pengejar Nikah Muda (Finish)
RomanceMenikah di usia muda? Siapa bilang itu sesuatu yang sulit. Kadang kita yang mempersulit apa yang sebenarnya mudah saja dilakukan. Inilah adalah ceritaku, perjuanganku yang memutuskan untuk menikah di usia muda.