PART 002

822 47 6
                                    


—–

Author POV

Tiffany menyeka airmatanya yang membasahi wajahnya. Memastikan tidak ada sedikitpun airmata yang tersisa di pipi putih meronanya. Setelah merasa cukup, gadis itu segera berdiri dan memasuki rumahnya. Rumah dalam keadaan sepi saat gadis itu menginjakkan kakinya di sana. Tidak ada Kyuhyun yang tergeletak tak berdaya seperti tadi pagi.

Tiffany menuju ke kamar ibunya yang berada di sebelah kamarnya. Membuka pintunya dengan pelan karena Tiffany tidak tau apa yang sedang dilakukan wanita itu di sana. Dan gadis itu mencoba tersenyum saat melihat ibunya tidak sedang tidur. Wanita paruh baya itu sedang menatap Tiffany yang saat ini sedang menghampirinya.

“Sayang, apa yang terjadi? Tadi pagi eomma mendengar suara ribut-ribut di luar. Eomma memanggil-manggilmu dan Kyuhyun, tetapi kalian tidak datang. Eomma ingin keluar tapi kaki ini terasa lemah sekali. Sebenarnya ada apa?” Tanya Ibu Tiffany khawatir. Tiffany menyembunyikan wajah sedihnya dan tersenyum kecil. Menggenggam tangan sang ibu yang terasa hangat untuknya.

“Tidak ada apa-apa, eomma. Kau tidak perlu memikirkannya. Pikirkan saja kesehatanmu.” Jawab Tiffany menenangkan.

“Kau tidak berbohong padaku? Perasaanku benar-benar tidak tenang, Miyoung-ah.”

“Eomma tidak percaya padaku? Apa aku pernah berbohong pada eomma?”

“Aku tau kau tidak pernah berbohong. Tetapi hati ini.. Eomma tidak bisa menjelaskan rasanya kepadamu.”

“Semuanya baik-baik saja. Percaya padaku, eomma.” Tiffany semakin menggenggam erat tangan ibunya. Menyeka airmata yang mengalir dipipinya.

“Jika memang seperti itu, eomma akan berusaha untuk tenang.” Ucap Ibu Tiffany membalas genggaman tangan Tiffany. tiffany hanya tersenyum menanggapinya.

“Kenapa kau sudah pulang jam segini, Miyoung-ah? Apa tidak ada kelas tambahan hari ini?” Tanya Ibu Tiffany.

“Hari ini aku membolos, eomma.” Kata Tiffany jujur.

“Apa?! Tapi kenapa? Kau tidak pernah seperti ini sebelumnya.”

“Eomma..”

“Kenapa?”

“Aku mendapatkan beasiswa di sebuah universitas ternama.”

“Benarkah?! Bukankah itu tandanya kau tidak memerlukan uang untuk biaya kuliahmu nanti?!” Ibu Tiffany terlihat senang. Tiffany menganggukkan kepalanya dengan tersenyum.

“Terima kasih, Tuhan. Kau benar-benar mengulurkan tanganmu untuk orang-orang seperti kami.” Tiffany merasa sangat bersedih mendengar ucapan syukur ibunya. Seandainya itu benar-benar terjadi, tentu saja ia akan senang mendengarnya.

“Tapi, eomma.”

“Ya? Kenapa?”

“Aku harus tinggal di asrama.”

“Apa? Tetapi kenapa?”

“Memang sudah seperti itu peraturannya, eomma. Karena aku mendapatkan beasiswa, aku harus mematuhi itu. Dan mulai besok, aku sudah harus tinggal di sana.”

“Apa?! Sayang, kau bercanda?” Ibu Tiffany terlihat tidak percaya.

“Tidak, eomma.”

SIFANY (SHARE FF from Internet) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang