Ayah ini foto ayah bersama Paman Harimau Jawa dan Paman Harimau Bali yah. ?? hmmm untaian suara mungil yang sangat lembut menghampiri tatapanku.. Iya macci jawabku penuh kasih sayang.
Foto tua usang yang lama kusimpan dalam sudut ingatanku kembali hadir dimataku.. Mengalir bayangan dimana ke dua saudaraku itu masih ada. Kami masih sangat muda ketika itu, penuh semangat dan gairah berkunjung ke tempat masing masing.
Tiada letih kami rasakan tiada takut kami bayangkan. Belantara Jawa Bali dan Sumatra masih sangat lebat dan hijau saat itu, sama sekali belum tersentuh oleh tangan tangan manusia durjana.. Aku teringat bagaimana rusa, menjangan dan hewan lain yang merupakan makanan kami masih sangat melimpah ruah tak terhitung banyaknya.
Ingatanku terus mengalir deras bagaikan sungai yang menghujam isi hatiku. Terngiang jelas di telingaku bagaimana sepupuku Harimau Jawa memelukku erat dan berkata " nanti kalo kamu menikah dan punya anak kabari aku yah.. aku pasti datang... hehehe dia tertawa simpul penuh makna di hadapanku..
Sore itu ia begitu konyol dan tidak seperti biasanya.. “Sepupuku Harimau Jawa esok engkau kembali ke Tanah Jawa hati dijalan dan aku pasti akan kabarkan berita bahagia itu.” Dia malah terdiam dan memalingkan wajah penuh makna... Menatapku sejenak dan tersenyum simpul kembali..
Tanpa sadar air mata menitik membasahi kedua mataku, aku terpaku pada foto usang itu. Gemetar..!! bathinku berbisik Sepupuku Harimau Jawa, kini kedua anakku telah besar mereka sering bertanya mengenai kalian. Yaa tuhan kenapa tidak kau biarkan mereka tetap hidup hingga kini.. Mataku masih berkaca kaca, Tigris istriku menghampiriku dan berkata "Tiger jangan sampai Macci anak kita tahu tentang kedua paman mereka biarkan waktu perlahan sempurna membuat mereka menjadi tahu dalam kedewasaan.
Langit rimba yang mulai memerah membawa duka kenangan tentang dua saudaraku yang telah musnah di bantai oleh tangan tangan keji manusia yang tak beradap, sepupuku Harimau Jawa, Harimau Bali kalian memang telah tiada tetapi hanya jiwa dan raga saja yang mati di benakku jauh didalam lubuk jiwaku kalian tidak pernah mati.
Aku sebagai Harimau terakhir yang masih hidup akan tetap melestarikan habitat kita sepanjang masa. "Aku Harimau Sumatra generasi terakhir Harimau di Bumi Pertiwi ini tak akan musnah. Aku tak akan musnah, tubuhku gemetaran menahan gejolak amarah dalam jiwaku, istriku Tigris ikut berkaca kaca sementara Macci putriku terdiam dari kejauhan, ia tak mendengar semua percakapanku dengan Tigris istriku, bersama Macca kakaknya yang baru datang mereka berdua menghampiri kami.
"Macca anak tertuaku berkata dengan lembut.. "Ayah, ayah sedihya melihat foto Paman Harimau Jawa dan foto paman Harimau Bali, ya sudah maafkan kami ayah, kami tak tahu jika ayah benar benar merindukan mereka melebihi kerinduan kami kepada keduanya, hanya saja aku senang kata Macci paman Harimau Jawa dan Paman Harimau Bali sedang merantau di surga dan mereka bahagia disana lalu mengapa ayah bersedih jika mereka bahagia disana.
Aku dan istriku tersenyum simpul, iya Macca maafkan ayah yah, ayah dan ibu memang kangen sama mereka..Kupeluk Macca dan Macci, semangatku berkobar, dalam doa yang yang terkusyu aku memohon, yaaa Tuhan bantulah kami agar tetap lestari sepanjang massa.
Malam ini sama seperti jutaan malam yang telah berlalu di belantara hijau sumatra..Macca dan Macci nampak tertidur pulas di pelukan tigris istriku, nampak wajah wajah polos yang begitu hangat di mataku..
Malam ini mereka tertidur pulas dan mungkin sedang bermimpi tentang hari esok yang indah di belantara ini.. Macca dan macci entah mereka sedang bermimpi apa hanya sesekali terdengar igauan yang tak jelas dari racauan mereka. Istriku tigris mungkin sedang bermimpi tentang rusa gemuk yang mudah kami dapatkan hingga macca dan macci tak perlu menungguku pulang membawa hewan buruan yang kini sudah tak menentu aku dapatkan..
Jangan kan hewan buruan, sekarang kamipun merupakan target buruan dari para penjahat penjahat yang berkeliaran di habitat kami. Apa salah kami wahai tuan Pemburu dan tuan Penebang kayu, ini rumah kami tempat kami dilahrikan dan dibesarkan oleh orang tua kami, apakah kalian tidak puas dengan menghabisi dua saudaraku di Jawa dan di Bali.
Apakah kalian sangat rakus dan tanpa perasaan sama sekali, seenaknya datang tebang bunuh dan musnahkan..sungguh tak pantas sekali kalian ada di muka bumi ini, hati kalian penuh dengan nafsu untuk menguasai belantara ini dan membunuh bangsa kami yang kalian anggap sebagi penjahat nomor satu di rimba ini, apa tidak terbalik wahai tuan tuan ??
Sekali lagi.... Apa salah kami wahai tuan Pemburu dan Tuan penebang kayu ???..Apa kalian tidak lihat anak istriku yang tertidur pulas di belantara ini, coba lihat dan perhatikan wajah mereka, lihatlah wajah wajah yang sedang terlelap tanpa beban itu..lihatlah betapa bahagia aku dan mereka hidup disini..kenapa..?? kenapa kalian usik aku dan keluargaku!!!
Belantara tetap sunyi. Luasnya terus berkurang sedang anakku Maca dan Macci terus tumbuh dan berkembang dan mulai membelah tingginya puncak-puncak gunung dengan tawa dan candanya yang ceria. Ia tak mengerti apa-apa, ia masih ingin bermain dan bermain dalam lebatnya belantara Sumatra, terkadang aku tersentak manakala ia bertanya tentang raungan suara gemuruh di pinggir rimba yang menumbangkan ribuan kubik kayu setiap harinya.
Ia bertanya tetapi jawabanku hanya merupakan tatapan kosong di matanya, yang ia tahu ia dan ayahnya adalah generasi Sang Raja Rimba yang perkasa, " Maca tak takut ayah jawabnya padaku " sungguh jawaban yang membuatku sangat khawatir sebagai ayah, " Maca ayah tahu kita adalah Raja Rimba kau harus bangga nak" jawabku getir mengingat kedua pamannya yang telah musnah akibat keganasan manusia.
Embun pagi membasahi hati dan hidup ini, semua terasa indah, bagaikan kumbang yang menghisap bunga yang baru mekar. Lamunanku buyar, aku tersentak melihat Maci yang mulai tumbuh dewasa ia gadis yang rajin dan penuh semangat, setiap hari ia bernyanyi dalam auman yang merdu di telingaku, Tak kala roda kehidupan bergeming dalam nyayian syahdu, hentakan keras mendasar di relung hati membawa kenangan yang terburuk.
"Maci Putiku..Duduk dekat ayah nak, "kamu jangan tanyakan tentang pamanmu lagi yah mereka sedang merantau di surga, jika kamu rindukan mereka berdoalah agar mereka bahagia," kulihat wajah Maci sangat ceria mendengar paman pamannya bahagia di surga.. " Ayah jika paman Harimau Jawa dan Paman Harimau Bali nanti datang beri tahu aku yah ayah, aku tak mau jika aku sudah tumbuh besar dan cantik mereka tidak mengenali aku sebagai kemenakan mereka, uhh."
Dadaku bergetar keras air mata yang kutahan meleleh deras bagai mata air kehidupan, Maci putriku menjawab dengan polos tentang surga yang kukatakan, ya Tuhan hatiku sangat perih, adakah kedua buah hatiku ini selamat sampai kelak mereka bisa berkelana mengarungi luasnya Rimba Sumatra. Yaa Tuhan jika mengingat dua saudaraku Harimau Jawa dan harimau Bali aku benar-benar takut dan khawatir. Lindungi kami yaa Tuhan. Izinkan aku dan istriku menggendong cucu-cucu kami kelak.
Bayang-bayang Maca dan Maci yang hilang tersayat oleh kerakusan manusia membuatku menangis. Aku dan istriku hanya bisa tertawa getir. Rasanya aku ingin marah. hmmm apa daya, taring dan cakarku tak berdaya diujung senjata. Embun pun mulai menghilang, di telan panas mentari yang menguapkan kelembutan rimba disaat fajar.
Dalam keheningan Rimba aku bertanya ?? Apakah esok kami masih bisa bersama menikmati rimbun rimba dengan auman manja. hmm entahlah. Selamat atau tidak masih jadi pertanyaan terbesar dalam hidupku. Semoga terbaca oleh para pencintaku ( Tiger dan Tigris sepasang Raja Rimba yang kehilangan kerajaannya. )
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Horor Nyata
TerrorBerisi kisah-kisah nyata para pendaki dan kisah horor lainnya