Part 66

135 19 7
                                    

Aku kira keadaan sudah membaik, ternyata semua hanya kesemuan belaka

***

Hari yang dinanti-nantikan Risa datang juga. Hari di mana pengumuman hasil tes beasiswa ke Mesir. Sudah sekitar satu jam ia sibuk dengan laptop di kamarnya sekarang.

Saat ini Risa tidak sendirian. Ada Dinda, Tiar, dan Ananda yang menemani. Ia bersyukur bisa berkumpul seperti ini lagi setelah kejadian yang sudah berlalu itu.

Netranya melirik kegiatan ketiga temannya yang beragam. Ananda yang asik dengan komiknya, Tiar yang sibuk scroll instagram sambil mesem-mesem sendiri melihat idol nya, dan Dinda yang guling-guling tidak jelas setelah bosan bermain ponsel.

"Masih belum bisa diakses?" tanya Dinda sambil mengubah posisi tidurannya menjadi tengkurap.

Risa hanya menggeleng lemah sambil memperhatikan monitor laptop yang menampilkan website yang sedang eror. Padahal ia sangat penasaran bagaimana hasilnya.

"Lu sih batu, gua bilang nanti aja dicek pas agak sore atau tengah malam sekalian," ujar Tiar tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

"Yaudah lah ya nanti aja." Risa segera menghempaskan tubuhnya ke kasur. Cukup pegel juga duduk dengan keadaan tegang sekitar satu jam. Ia melirik jam dinding yang sudah menujukkan pukul 11 siang. Masih ada waktu satu jam untuk memejakan mata sekalian istirahat sebentar.

"Lah, malah tidur," ujar Tiar melihat kelakuan sahabatnya ini.

Dinda hanya menghembuskan napas lelah melihat keadaan pertemanannya saat ini. Mereka memang berkumpul, tapi tidak sedekat dulu lagi. Biasanya dia dan Tiar akan menjadi biang heboh di antara yang lain. Akan tetapi, sekarang perempuan itu untuk berbicara blak-blakan dengan Dinda seperti dulu saja tidak. Ia seakan memberi sekat agar tidak terlalu banyak berinteraksi dengan Dinda. Gadis itu seakan tak menganggap keadaan Dinda. Mungkin ia masih sakit hati juga pernah jadi korban kambing hitam hingga dimusuhi banyak orang. Ananda pun terlihat lebih cuek kepada Dinda, entahlah atau perasaannya saja karena memang Ananda tak banyak omong seperti yang lain. Ia rasa hanya Risa yang benar-benar menganggapnya ada. Dinda jadi menyesal telah bertindak kelewat jauh hingga semuanya berubah drastis.

"Gays," panggil Dinda.

"Hm?" gumam Tiar.

"Kenapa, Din?" tanya Ananda.

"Gua rasa kalian berdua belum benar-benar menerima kehadiran gua di tengah-tengah kalian?" tanyanya sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak dengan kedua orang ini.

Hening. Kedua gadis ini hanya terdiam seperti tak niat mengeluarkan suara. Mereka hanya lirik satu sama lain sambil sesekali melirik Dinda.

"Dugaan gua benar, 'kan?" tanya Dinda tersenyum miris.

Tiar segera meletakkan ponselnya ke atas nakas. Dengan merangkak, ia segera menghampiri Dinda yang sudah mengubah posisinya menjadi duduk. Dengan kesal ia segera menempeleng kepala Dinda.

"Heh, kenapa lu?" kesal Dinda.

"Ya lu kira gua nggak kesel apa?" tanya Tiar memelototkan matanya, "gua dijauhin semua orang gara-gara lu. Sebenarnya gua udah benci banget liat lu asal lua tahu, Din. Males banget gua liat lu, sampai rasanya mau gua tendang muka lu!" omelnya masih dengan mata melotot.

Dinda hanya pasrah disembur oleh Tiar seperti ini. Memang semua salahnya, sekarang pun kalau semua orang mau menjauhinya lagi, Dinda siap.

"Tapi gua nggak bisa sebenci itu sama lu." Tiar terlihat tampak frustasi. "Jujur aja ini lu tuh partner bar-bar gua. Noh lu lihat si Ananda kaku kek kanebo, ya gua kangenlahh sama lu." Tiar menepuk sedikit kencang bahu Dinda.

Past and FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang