Rencana apa yang tengah dia siapkan? Jika penasaran, bersiaplah untuk tak terjebak dengan kemungkinan-kemungkinan semu.
***
"Woi Zam, ngapain?" tanya Rio saat melihat sang sahabat yang duduk anteng di kelas dengan sebuah laptop meskipun bel istirahat sudah berbunyi. Terkadang Rio bingung sendiri dengan sang sahabat yang begitu betah di dalam kelas, kan mending jajan atau nongkrong di kantin.
"Eh buset, lu---"
"Astaghfirullah bukan buset," tegur Azzam masih berkutat dengan layar dan keyboard itu.
"Eh iya lupa buset, astaghfirullah," ujar Rio untuk kemudian menyengir kuda saat sang sahabat memelototkan matanya.
"Gua serius, Ri---"
"Duh jadi kamu mau diseriusin? nanti kakak ke rumah kamu kok," ujar Rio sambil menaikturunkan alisnya.
Azzam seketika bergedik ngeri untuk kemudian mendorong bahu Rio agar menjauh darinya. "Geli woy!"
"Ya abisnya, lu lagi ngapain sih?" tanya Rio.
"Bikin proposal," ujarnya.
"Proposal apa?"
"Seminggu lagi kan ada acara isra mikraj, dan otomatis gua bikin proposal buat diajuin ke kepala sekolah," jelasnya.
Rio hanya mengangguk paham. "Lagian sih lu segala mau ribet-ribet jadi sekretaris Rohis. Mending nih gua, free nggak ribet urus kayak gini."
"Terserah lu, Yo," ujar Azzam dan masih melanjutkan kegiatannya.
Tepat dua bulan yang lalu Azzam diangkat menjadi sekretaris Rohis dan artinya menjadi pengurus inti di organisasi tersebut. Sebenarnya tugas-menugas mengenai pembuatan proposal kali ini bagian partnernya yang bernama Aliya dari kelas 11 IPA 5, akan tetapi gadis itu lagi sakit. Ya mau nggak mau Azzam yang mengerjakan semua ini.
Apalagi hari ini proposal harus sudah selesai, mau tidak mau dia harus merelakan waktu istirahatnya. Tak apa, yang penting dia bisa tanggungjawab dan menyelesaikan tugas ini dengan cepat.
"WOYY EVERYBODY IN HERE, CLASS,"
"Astaghfirullah," ucap Azzam saat sebuah suara yang memekikkan itu membuyarkan konsentrasinya. Netranya melirik seorang perempuan berambut dicepol itu, yang sekarang tepat berdiri di depan kelas 11 IPA 3.
"Woy Tiar, ngapain lu?!" tanya Rio saat gadis itu tanpa rasa malunya teriak-teriak di kelas orang.
Bukannya mendengarkan Rio, gadis itu menyelisik ke setiap sudut kelas. Untuk kemudian mentapa Rio bertanya. "Penghuni kelas lu pada kemana?" tanyanya.
"Ya ke kantin lah, istirahat, makan, nongkrong," jawab Rio sekenanya. "Lu ngapain sih?"
"Oke oke karena di sini cuma ada lu, dan hai Azzam," sapa Tiar kemudian.
Azzam yang awalnya kembali melanjutkan aktivitasnya seketika mengalihkan pandangannya kepada Tiar untuk kemudian tersenyum kecil sambil mengangguk.
"Heleh nggak cocok sok manis lu," ceplos Rio saat tingkah gadis itu berubah lebih kalem saat menyapa Azzam tadi.
Mendengar ucapan Rio yang kelewat jujur membuat kekesalan Tiar entah kenapa meningkat. Bisakah cowok itu tidak ngeselin sehari aja? Ah dia rasa tidak, karena emang bukan Rio kalau nggak ngeselin. Oke, lupakan tentang Rio yang ngeselin, fokusnya kali ini hanya satu, yaitu pria yang tengah fokus dengan laptop hitam itu.
"Lu ngapain ke sini?" tanya Rio yang kali ini benar-benar penasaran maksud kedatangan perempuan bar-bar ini yang sekomponi dengan Dinda. "Terus temen-temen lu yang lain mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Future
SpiritualAdrisa Resyafa atau kalian bisa saja memanggilnya Risa. Hanya seorang gadis dengan tubuh kecil untuk ukuran anak SMA, kulit kuning langsat dan mata yang sipit. Di masa putih abu-abunya, gadis tersebut mengalami berbagai macam hal. Dimulai dengan per...