Jangan merasa takut, kita punya Allah.
***
Risa hanya bisa merapalkan do'a sebanyak-banyaknya dari rumah tadi hingga sudah sampai di tempat tes nya. Sungguh dia sangat deg-degan karena untuk pertama kalinya mengikuti sebuah tes yang tidak main-main ini. Tes ini sangat berpengaruh dengan salah satu impian Risa.
Netranya meliar untuk melihat keadaan sekitar. Ternyata tidak hanya dia yang terlihat cemas, beberapa raut peserta tes yang ia temui tidak kalah jauh rautnya dari Risa saat ini. Wajah-wajah tegang itu membuat ia sedikit lega. Tidak hanya dia yang tegang.
"Tes nya pukul berapa, Kak?" tanya Rama yang memang sengaja mengantarkan Risa ke tempat tes nya. Hal ini dikarenakan mama Risa nasih cemas dengan kondisi anaknya, sehingga menyuruh Rama yang mengantarkannya.
"Lima belas menit lagi harus udah kumpul di ruangan," jawab Risa.
Rama mengangguk paham. "Semangat ya!! gua tahu kakak gua ini nggak bego-bego amat."
Risa seketika menepuk bahu Rama. "Kamu ngeremehin kakak banget ya, Ram," kesal Risa.
"Sakit," ujar Rama sambil mengelus bahunya. "Yaudah sana lu ke ruangan."
Dengan tampang kesalnya, ia segera ke ruangannya tersebut. Punya adik nggak ada manis-manisnya dikit, masa nyemangatin tapi kayak gitu. Ini masih pagi, tapi Rama sudah membuat kesal saja.
Dengan langkah kecilnya, ia segera mencari di mana ruangannya untuk tes. Coba saja ada Azzam di sini, ia pasti tak akan setegang ini. Azzam seringkali menularkan energi positifnya saat Risa merasa down.
Drt....
Drt....
Merasa ponselnya bergetar ia segera mengambilnya. Betapa kagetnya saat ia melihat siapa yang mengirim pesan.
From Azzam
Hamasah, Ris. Ana yakin anti pasti bisa naklukin semua soal itu. Jangan lupa berdo'a terus. Hamasah ya!!
Hanya membaca sepenggal pesan barusan saja sudah membuat Risa menggembangkan senyumnya. Dengan langkah yang lebih ringan ia segera menuju ruangan tes nya. Entah kenapa ssmua kecemasan itu hilang dengan rasa penuh keyakinan. Risa harus yakin sebab banyak harapan yang menggantung untuk ia gapai.
Pas sekali lima belas menit, ia telah sampai di depan ruangan. Ruangan Risa terdapat di lantai dua paling ujung. Dengan yakin ia segera masuk yang ternyata sudah banyak yang datang. Berbagai macam ekspresi ia lihat. Ia segera mencari nomor tempat duduknya yang ternyata terdapat di bangku paling tengah. Untung saja tidak di belakang ataupun di depan, ia rasa ini tempat yang pas.
Hingga akhirnya datanglah pengawas yang akan mengawasi mereka selama ujian ini. Ia menyimak semua peraturan saat ujian berlangsung. Setelah itu sampailah ke intinya, di mana tes akan dilaksanakan.
Dengan tangan gemetar, Risa segera mengambil soal tes yang diberikan pengawas tersebut.
"Bismillah," ucapnya. Setelah itu ia bukalah soal-soal yang ia dapat. Dahinya sempat berkerut beberapa rasa, hingga akhirnya mengangguk mantap.
Aku yakin bisa.
***
Dengan mengucap Alhamdulillah, Risa segera merapikan seluruh alat tulisnya. Tes baru saja selesai lima menit yang lalu. Pengumuman yang lolos seleksi pertama akan diumumkan seminggu lagi. Setidaknya Risa punya waktu seminggu untuk merefresh otaknya lagi.
Dengan langkah kecilnya, ia segera keluar dari ruangan tes. Netranya meliar ke sepenjuru gedung ini. Teman-temannya ini jahat sekali tidak mau menemani tes ke sini. Mereka bilang Risa kan udah gede jadi sendiri aja dilepas kayak ayam nggak masalah. Tapi, setidaknya mereka menyemangati seperti Azzam tadi pagi. Ini kata semangat pun tidak ada.
"Astaghfirullah," gumam Risa saat berpikir yang tidak-tidak. Teman Risa itu sayang banget sama Risa, mereka nggak mungkin sejahat itu. Benar juga kata mereka kalau Risa sudah besar.
Risa segera mengambil ponselnya di dalam tas untuk menelpon Rama. Entah kenapa Risa tidak diizinkan membawa motor, padahal dia merasa baik-baik saja. Ya, mungkin ada sedikit rasa trauma, tapi dia mencoba menghilangkan semua itu. Risa punya Allah, tidak perlu takut.
Risa segera mencari kontak Rama, tapi belum saja mendial nomor sang adik, tiba-tiba saja ponselnya direbut.
"Hei, mantan sahabat."
Risa seketika membeku saat melihat seseorang di hadapannya saat ini dengan ponsel yang baru saja dirampas dari tangan Risa. Perlahan Risa segera melangkah mundur, netranya meliar kesana-kemari, kenapa tempat ini tidak seramai tadi?
"Lu takut? Hahahaha," tawanya menggema.
Risa menggeleng pelan. Tidak mungkin ini Dinda, dari informasi yang ia dapatkan kalau Dinda sudah diamankan. Akan tetapi, kenapa ada di hadapannya saat ini?
"Lu bingung gua di sini?" tanyanya dengan senyum miring. "Dengan uang semua masalah selesai asal lu tahu."
Tubuh Risa seketika gemetar. Dia tidak bisa memandang Dinda seperti remaja biasa sepertinya. Dinda psikopat. Dinda tak segan melukai orang-orang yang tidak disukainya. Itulah kesimpulan Risa setelah apa yang menimpanya kemarin. Jalan satu-satunya saat ini kabur.
Tanpa memikirkan ponsel yang dirampas Dinda tadi, Risa segera berlari dengan sekuat tenaga. Dia harus pergi sejauh mungkin. Dia kira Dinda ikut mengejar, tapi tak ada tanda-tanda perempuan itu mengejar Risa.
"Risa!!!"
Senyum Risa mengembang saat melihat siapa di depan gerbang sana yang memanggil namanya. Itu teman-teman, Risa.
"Lu kenapa lari-larian?" tanya Tiar bingung saat Risa sampai di hadapannya dengan napas terengah-engah.
"Lu di sini mau lomba lari apa?" tanya Rio.
"Dinda," ujarnya sambil mengatur napas.
"Maksudnya?" tanya Ananda.
"Dia ada di sini," ujar Risa.
"Jangan ngaco, dia udah diamanin waktu itu," ujar Rio.
"Ya Allah, aku ketemu dia tadi, ponselku aja dia ambil," adu Risa.
"Kenapa dia bisa bebas?" tanya Ananda bingung.
"Katanya dengan uang semua masalah selesai," ujar Risa.
"Dasar cewek gila," kesal Rio, "yaudah sekarang lu gapapa kan?" tanya Rio.
Risa menggeleng pelan.
"Kita pulang," ajak Tiar, "nanti kita diskusiin lagi gimana jalannya."
Risa mengangguk samar untuk kemudian pulang dengan mobil yang Rio bawa. Dia harus berhati-hati.
Bogor, 26 September 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Future
SpiritualAdrisa Resyafa atau kalian bisa saja memanggilnya Risa. Hanya seorang gadis dengan tubuh kecil untuk ukuran anak SMA, kulit kuning langsat dan mata yang sipit. Di masa putih abu-abunya, gadis tersebut mengalami berbagai macam hal. Dimulai dengan per...