Melihatmu tersenyum, sudah lebih cukup bagi saya.
***
Seperti biasanya, kantin selalu ramai dengan murid-murid yang berbondong-bondong untuk mengisi perut, atau sekedar nongkrong. Tepat di sudut sana, tampak dua meja kantin disatukan untuk mempermudah dua orang lainnya yang tidak kebagian tempat karena satu meja maksimal untuk empat orang.
"Nih orang ngapain di sini sih," sewot seorang perempuan dengan pandangan nyalang.
"Ya mau makan," jawabnya santai. "Dikira lu mau cari jodoh."
"Tapi bisa nggak sih di tempat lain?" tanyanya, "darah gua naik tiap liat muka lu. Jangan sampai gua haj---"
"Tiar," tegur Dinda yang sedaritadi mencoba mengabaikan kedua orang ini. Entah kenapa mereka berdua tidak pernah akur sejak bertemu. Padahal waktu itu Tiar sampai memuja betapa tampannya pria itu.
"Risa mana?"
Untuk kesekiankalinya pertanyaan tersebut keluar dari bibir itu. Entah apa yang dia inginkan lagi setelah membuat masalah yang bisa dibilang tak sepele.
"Buat apa lu cari dia?" tanya Rio yang baru saja datang dengan segelas jus mangga dan sepiring nasi goreng.
"Gua mau minta maaf." Ari hanya bisa mengembuskan napas lelah. Dia mengaku telah salah, dan mungkin tidak termaafkan. Entah kenapa perkataan Azzam tempo hari, saat Ari berniat untuk keluar Rohis terngiang-ngiang diingatannya.
"Jadi antum mau keluar?"
"Ya," jawab Ari dengan pandangan lurus tanpa menoleh ke Azzam.
"Apa karena Risa?"
Ari yang memang sudah jengkel dengan Azzam yang terus mengintrogasinya, langsung mengalihkan pandangan pada iris hazel itu. "Apa urusan lu nanya gitu? lu suka Risa juga, kan?!!" Dia menatap tajam Azzam. "Asal lu tahu, cinta gua lebih besar dibanding lu yang nggak ada perjuangan. Cuma bisa diam, cupu."
Azzam hanya menanggapi ocehan Ari dengan kekehan. "Coba antum pikirin dulu, antum cinta atau obsesi?"
Saat itu Ari hanya bisa terdiam mendengar pertanyaan Azzam. Cinta? obsesi?
"Maksud lu apa?!" Ari hanya bisa menggepalkan tangannya semakin kuat. "Lu jangan jadi cowok sok suci gitu ya!!"
"Terserah antum mau anggap ana seperti apa." Azzam hanya bisa mengangkat bahu cuek. Dia sama sekali tidak terpancing dengan ucapan Ari. "Kalau Risa nggak merasa terganggu dan seperti yang antum pikir yaitu suka antum, untuk apa dia menyuruh antum menjauh?"
"Dia hanya malu." Ari masih terus mengelak.
"Antum sahabat kecilnya, kan?" tanya Azzam. "Pasti antum paham dia seperti apa. Coba antum pikirin lagi, kalau cinta itu nggak memaksa kecuali itu obsesi semata untuk memiliki."
"Woy Ri!!" panggil Rio. "Malah ngelamun ya lu."
Ari hanya bisa mengusap kasar wajahnya untuk kemudian mengalihkan pandangannya. "Dia kemana? gua serius mau minta maaf."
"Aku udah maafin sebelum kamu minta maaf."
Kedatangan Risa yang tiba-tiba itu membuat seluruh mata menatap sepenuhnya. Entah sejak kapan gadis mungil itu datang, hingga membuat orang-orang sampai tak sadar.
Risa segera mengambil posisi duduk bersebrangan dengan Ari. "Aku harap kamu bisa ngerti Ri, dan kejadian-kejadian kemarin dijadikan pelajaran."
Ari hanya mengangguk mengerti untuk kemudian menatap Risa yang seketika membuat gadis itu menunduk cepat. "Mungkin sikap aku terlampau buruk tapi asal kamu tahu, rasa aku ke kamu nggak akan berubah." Setelah mengatakan itu, Ari segera bangkit dari posisinya dan berjalan tegak meninggalkan kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Future
SpiritüelAdrisa Resyafa atau kalian bisa saja memanggilnya Risa. Hanya seorang gadis dengan tubuh kecil untuk ukuran anak SMA, kulit kuning langsat dan mata yang sipit. Di masa putih abu-abunya, gadis tersebut mengalami berbagai macam hal. Dimulai dengan per...