Part 21

1.4K 116 35
                                    

Spanduk besar itu yang awalnya terlihat kaku saat Risa pertama kali menjejakkan kakinya di sini sudah mulai lusuh akibat hujan dan angin yang selalu menerjang. Dinding bercat jingga itu pun yang awalnya tampak mencolok lama kelamaan sudah mulai memudar. Dan selama itu juga Risa sudah menimba ilmu di sekolah yang sudah menjadi rumah kedua baginya.

Tidak terasa sudah hampir setahun Risa berangkat pagi - pagi hingga pulang menjelang sore hanya untuk kembali ke tempat ini di setiap harinya.

Sedangkan saat ini, Risa masih terdiam di tempat yang dipenuhi motor - motor berbagai jenis ini-parkiran, bukan karena menunggu jemputan, karena dia sendiri menjadi pemilik salah satu dari beberapa motor yang masih terparkir di sini.

Pikirannya masih merenung karena ujian sekolah yang akan menyambutnya seminggu lagi. Risa termenung seperti orang tanap tujuan hidup gini bukan karena takut menghadapi soal -soal yang diujikan nanti atau bahkan guru - guru killer yang siap mengawasi setiap gerak - geriknya. Akan tetapi ada satu hal yang membuatnya takut yaitu dia tidak bisa mengikuti ujian.

Untuk yang kesekian kalinya Risa menatap sebuah kertas tebal yang hanya terdapat selembar itu. Kertas tebal itu sudah dipenuhi oleh cap - cap yang bertinta biru pekat itu di setisp kolomnya, akan tetapi terdapat tiga kolom yang masih bersih tanpa segores tinta pun. Hal tersebut menandakan Risa telah menunggak SPP sekolah sebanyak kolom yang kosong itu.

Dan itu artinya dia harus melunasi SPP nya selama tiga bulan hanya untuk mendapati kartu ujian.

Sungguh Risa tidak pernah merasa sesulit ini dulu saat Ayahnya masih ada. Akan tetapi sekarang, dia harus meminta uang kepada siapa, untuk bulan ini Risa sangat tidak mungkin untuk meminta uang kepada Ibu nya. Karena sekitar dua hari yang lalu mama Risa tertipu oleh sahabat SMA nya sendiri yang menawarkan investasi emas dan uang. Dan Risa tidak bisa bayangkan berapa emas dan uang yang mama nya investasi selama dua tahun kepada sahabat SMA nya itu yang sekarang entah bersembunyi di mana dengan membawa investasi yang salah satu diantaranya punya mamanya itu. Entah kenapa cobaan ini datang bertubi - tubi dan silih berganti.

"Belum pulang?"

Lamunan Risa seketika buyar, saat mendengar suara yang sangat tidak asing baginya. Dan benar saja, ternyata itu Ari yang memberhentikan motor ninjanya tepat di hadapan Risa.

"Kamu kenapa belum pulang Ris?" Tanya Ari yang sudah turun dari motornya dan mengambil posisi di samping Risa.

Bukannya menjawab ucapan Ari, Risa malah menggeser duduknya agak menjauh, "jangan dekat - dekat."

"Yahh Ris padahal dulu kita sedekat nadi, orang kamu di bawah ketekku mulu," ujar Ari sedikit terkekeh mengenang masa kecilnya dengan Risa.

"Itu dulu," balas Risa.

"Iya aku tau. Sekarang kita kayak langit dan bumi, jauh banget," ujar Ari yang sebenarnya ingin menjelaskan bagaimana anatara Risa dengannya yang sudah berbeda seratus delapan puluh derajat.

Malas berlama - lama dengan Ari, Risa segera bangkit dari posisinya hingga kemudian pergi meninggalkan Ari bersama motor matic nya.

"Untung aku sayang kamu Ris," gumam Ari dan melajukan motornya menuju rumahnya

***
"Empat ratus dua puluh ribu." Akhirnya setelah memecahkan celengan doraemonya, Risa mempunyai uang untuk membayar SPP nya hari ini. Akan tetapi duitnya masih kurang dua ratus lagi, ahhh itu Risa pikirkan nanti saja yang penting dia bisa membayarnya.

Setelah dirasa siap, Risa segera menggedong ranselnya dan keluar dari kamar. Mungkin ini masih terlalu pagi, karena jarum jam masih menunjukkan pukul setengah enam pagi.

Past and FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang