Part 69

115 18 0
                                        

Semenjak kejadian sabotase waktu itu, Dinda sangat merasakan bahwa teman-temannya mulai memberi jarak kepadanya, kecuali Azzam dan Risa. Entah mau sampai kapan ia berada di posisi seolah-olah salah, sedangkan belum ada bukti bahwa ia benar-benar salah.

Mungkin ini semua balasan atas dirinya dulu yang pernah menjadikan Tiar kambing hitam untuk melancarkan rencananya dulu. Sekarang ia benar-benar dapat balasan yang setimpal atas apa yang telah ia perbuat dulu.

Namanya kehidupan, apa yang kita tanam maka itulah yang kita petik. Bila kebaikan yang kita tanam maka akan dapat kebaikan, tapi apabila yang kita tanam keburukan, makan akan mendapatkan keburukan. Hidup memang sesederhana itu, tapi manusia itu sendiri yang sering memperumit.

Kalau memang pelaku itu Tias, ia masih tidak paham motif perempuan itu menjadikannya kambing hitam. Padahal selama ini ia merasa tidak mencari-cari masalah dengan gadis itu. Ah iya lupa lagi, dulu juga Tiar tidak ada salah padanya, tapi malah ia jadikan kambing hitam. Sekarang Dinda benar-benar mendapatkan balasan yang setimpal. Memang Allah itu adil kepada semua makhluknya.

Sebenarnya Dinda antara yakin tidak yakin bahwa pelakunya Tias. Akan tetapi, untuk saat ini hanya perempuan itu yang ia curigai. Apalagi dia baru mendapat informasi dari Azzam bahwa wanita dewasa––Bu Yuli–– yang Dinda lihat waktu itu tidak datang saat kemarin.

Sungguh memikirkan semua ini membuat kepala Dinda pusing. Ia tiba-tiba saja merasa kasihan dengan Risa yang diberi masalah bertubi-tubi. Ia sangat tahu bahwa sejak SMP, Risa selalu memimpikan pergi ke Mesir untuk melanjutkan study.

Drt...

Drt...

From +62831*******
Gimana perasaan lu sekarang, PENGKHIANAT?!!

Bola mata Dinda seketika melebar saat sebuah nomor asing mengirimkan pesan. Dahinya mengernyit saat membaca kata terakhir pesan tersebut. Pengkhianat?

Dinda sangat bingung dengan maksud si pengirim pesan ini. Baru saja ingin menelpon, tiba-tiba saja ia tersentak saat mejanya digebrak.

Brak....

"Kenapa sih, Ti?!" tanya Dinda kesal saat melihat Tiar yang tengah berdiri di depan mejanya saat ini.

Netranya meliar ke sepenjuru bagian outdoor kafe ini. Untung saja tidak terlalu ramai sehingga tidak menarik perhatian. Dia tak habis pikir dengan kedatangan Tiar yang tidak ada santainya.

"Gua muak sama semua permainan lu! Sekarang gini aja, lu ngaku atau gua bogem?!" tanyanya dengan mata menantang.

Dinda hanya mengusap kasar wajahnya. Ia benar-benar bingung harus menjelaskan seperti apa. Ia sendiri juga pusing dengan dalang kasus ini.

"Udah gua bilang, bukan gu––"

Plak...

Dinda meringis saat hawa panas menjalar di seluruh pipinya. Tiba-tiba saja ia jadi terbayang saat sang Ayah yang sering menamparnya seperti ini. Semua kilas saat sang ayah menyiksanya berputar-putar di otaknya.

"Gimana?" tanya Tiar sewot, "masih nggak mau ngaku lu?!! Atau mau masuk rumah-sakit??" tanyanya dengan amarah yang sudah meledak-ledak.

Dinda hanya bisa mengepalkan kedua tangannya untuk menahan amarah. Dia tidak bisa lepas kendali saat ini. Dinda sudah berjanji untuk berubah. Ia tidak boleh menyakiti orang lain lagi.

"Tiar!!"

Dinda segera mengalihkan pandangannya ke arah Risa yang baru datang bersama teman-temannya yang lain. Ia hanya tersenyum miris, bahkan ia tidak tahu bahwa mereka semua sedang berkumpul seperti ini.

"Astaghfirullah Din, pipi kamu merah," panik Risa.

Risa benar-benar tak menyangka akan aksi Tiar yang di luar dugaan. Ia jadi menyesal telah memberitahu Tiar di mana keberadaan Dinda kali ini.

"Gua enggak papa," ujar Dinda.

"Iyalah lu nggak apa-apa, orang lu biang masalahnya," ujar Rio sewot.

"Udah Rio," ujar Risa agar sepupunya ini tidak membuat suasana semakin keruh.

Risa hanya menghela napas lelah. Ia menatap teman-temannya satu persatu. "Aku yang jamin kalau Dinda memang bukan pelakunya," ujar Risa yakin.

"Hahahaha, yakin lu?" tanya Tiar, "Mungkin lu lupa, Ris. Tapi gua masih ingat ucapan Dinda dulu yang mau hancurin impian lu termasuk mimpi lu ke Mesir."

Risa seketika terdiam, ia tentu saja masih mengingat semua ucapan menyakitkan Dinda dulu. Risa memang sudah memaafkan, tapi kata-kata itu masih terpatri di otaknya. Akan tetapi, melihat perubahan Dinda yang Sekarang tentu saja ia tak yakin bahwa Dinda dalang kasus sobatase ini. Akan tetapi siapa? Tias?

***

Sudah tiga hari Azzam bolak-balik ke gedung tes ini. Ia masih mencari informasi mengenai dalang di balik kasus sabotase hasil tes Risa.

Bahkan ia sampai tidak mengikuti acara kumpul teman-temannya saat ini yang ia tahu pasti bakalan keluarin asumsi-asumsi tak terbukti mengenai kasus sabotase. Sebab kasus seperti ini tidak hanya perlu asumsi, tapi bukti yang nyata juga.

Hari ini Azzam memang tidak ada jadwal bertemu dengan pak Burhan. Akan tetapi, Azzam berinisiatif untuk menyelidiki sendiri. Ia tak bisa diam begitu saja menunggu jawaban atas kasus ini dari Pak Burhan. Menunggu besok terlalu membuang-buang waktu bila Azzam cuma diam saja.

Sekarang, Azzam sedang bersembunyi dari balik dinding. Ia memperhatikan gerak-gerik seorang pria dewasa. Sudah ia duga bahwa hari ini si dalang  akan membuat rencana lain karena kemarin hampir saja ketahuan.

Dari awal ia sudah merasa bahwa salah seorang di ruangan kemarin terasa mencurigakan. Sekarang terbukti bahwa pria dewasa itu tengah sibuk meliarkan matanya kesana-kemari seperti memperhatikan keadaan.

Azzam segera mengikuti pria itu saat memutar arah menuju ke sebuah ruangan kosong yang tak terpakai. Masih dengan mengendap-endap, ia memperhatikan pria itu saat sibuk menelpon seseorang.

Azzam segera memasang telinganya untuk mendengarkan pembicaraan orang itu entah dengan siapa.

Wa'alaikumussalam, Nak.

Gimana keadaannya sekarang? Lancar operasinya?

Azzam mengerutkan dahinya saat mendengar nada pria itu yang berubah menjadi khawatir saat ini. Operasi? Siapa yang dioperasi?

Azzam seketika tersentak saat mendengar langkah pria itu yang terasa semakin dekat. Dengan cekatan, ia segera pergi secepat mungkin dan bersembunyi di balik sebuah pilar yang lumayan besar.

Setelah merasa aman, ia segera mengikuti pria dewasa tersebut. Kali ini pria itu pergi ke sebuah ruangan yang Azzam tahu khusus untuk panitia. Ia benar-benar bingung dengan semua ini. Ia pikir pria itu akan berjanjian bertemu dengan dalang sebenarnya. Tapi, ia rasa dalang kasus ini benar-benar pintar karena tak meninggalkan jejak sedikitpun.

Azzam segera mengecek jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul lima sore. Sepertinya Azzam harus benar-benar menunggu besok untuk bertemu dengan Pak Burhan bersama rekannya.

Drt....

Drt....

From +62831*******
See, ini semua balasan karena si cewek alim itu udah jatuhin harga diri gua. Semua itu nggak jauh-jauh karena keberadaan lu juga.

"Maksudnya?" tanya Azzam bingung. Setahu Azzam Risa tidak pernah menjatuhkan harga diri orang lain. Mungkin saja si pelaku ini yang menjatuhkan harga dirinya sendiri? Terus kenapa nama Azzam dibawa-bawa? Sebenarnya siapa dalang di balik semua ini?

Bogor, 04 Januari 2021

Past and FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang