Di sebuah persahabatan tuh nggak ada kata merepotkan, hanya karena bantu sahabatnya satu sama lain.
***
Cemas. Hal tersebut yang mendominasi hati Azzam saat ini. Pandangannya menyelisik UKS yang entah sudah keberapa kali dia kunjungi semenjak SMA ini. Mulai dari dia yang dulu terkena bola nyasar, sampai Risa yang entah sejak kapan jadi hobi sekali keluar-masuk tempat ini.
Harusnya dari awal dia sadar, bahwa Risa tak kan semudah itu menerima sarannya untuk ke UKS. Apa kalian tahu, gadis itu bukannya ke UKS malah melipir ke rooftop sekolah. Udah jelas suhu tubuh panas dan di siang bolong gini malah berjemur di atas, gimana tidak pingsan.
Untung saja ada yang menemukannya di atas sana, kalau tidak entah bagaimana nasib gadis keras kepala ini. Apa dia mau jadi ikan asin? oke, maafkan pemikiran Azzam yang entah tak karuan gini. Dia hanya khawatir, bisakah gadis itu tak membuat banyak orang cemas seperti ini terus-menerus?
"Zam, udah bel pulang loh. Lu pulang duluan sana," suruh Dinda yang baru saja keluar dari salah satu bilik UKS tempat Risa berbaring saat ini. Padahal bel pulang sudah berdenting dari beberapa menit yang lalu, tapi pria ini masih tak beranjak dari ruangan ini. Entah kenapa dia merasa kekhawatiran pria ini terlampau berlebihan.
"Apa ini nggak terlalu lama?" tanya Azzam, "hampir sejam dia belum sadar," ujarnya dengan arah pandang ke salah satu tirai yang menutup bilik tempat Risa saat ini.
"Sebentar lagi juga sadar, kan tadi udah dibilang sama anak PMR kalau Risa kecapekan. Biarin aja istirahat." Dinda segera berpindah duduk ke sofa di seberang Azzam.
Azzam hanya mengangguk paham untuk kemudian mengecek jam yang ternyata sudah menunjukkan pukul tiga tepat. Sebentar lagi azan ashar dan dia harus beranjak dari tempat ini. Akan tetapi, dia seketika baru menyadari suatu hal kalau tas nya masih di kelas beserta laptop yang masih di atas meja. Sebaiknya dia ke kelas terlebih dahulu, dan ya untung saja proposal itu sudah jadi.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam," jawab Azzam dan Dinda berbarengan saat seorang gadis memasuki ruangan dengan bawaan yang begitu banyak. Ransel yang melekat di punggungnya dan kedua ransel dibahu kiri dan kanannya. Jangan lupa juga sebuah tas hitam yang sangat dikenali Azzam di dekapannya saat ini.
"Yaampun An, lu kenapa jadi ribet bawa ini sendiri," kaget Dinda sambil menghampiri sang sahabat dan mengambil alih tas-tas yang dibawa gadis itu. Dia segera meletakkan tasnya dan Risa di sofa panjang UKS, dan meringis saat melihat sang sahabat yang sudah menggerakkan tangannya ke kanan dan kiri, karena efek pegal membawa tiga tas yang lumayan berat.
"Kok lu yang bawa sendiri?" tanya Azzam. "Tiar, Rio mana?" Dia masih mengingat saat tadi meminta tolong Rio untuk membawakan tasnya. Begitu pula Tiar yang saat jam terakhir tadi emang ikut KBM, dan mengatakan akan membawa tas Risa dan Dinda saat jam pulang sekolah. Tapi ini kenapa jadi Ananda yang bawa tas mereka semua?
Ananda segera terduduk di sofa UKS di samping Dinda. "Tadinya emang Tiar mau bawain tasnya, eh tiba-tiba si Rio udah di depan kelas aja. Dia bilang ada urusan sama Tiar dan nyuruh bawain tas-tas ini ke sini," jelasnya.
"Dan lu mau aja disuruh-suruh gitu?" tanya Dinda tak percaya.
"Ya enggak dong, Rio udah janji mau traktir," jawabnya dengan cengirannya.
"Dan percaya aja gitu Rio beneran mau traktir?" tanya Azzam dengan dahi mengkerut. Bahwasannya suatu keajaiban seorang Rio yang kerjanya mintain makanan Azzam dan hobinya minta ditraktir, mau traktir orang semudah itu. Seberapa pentingnya kah urusannya itu?
![](https://img.wattpad.com/cover/124388899-288-k807188.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Future
SpiritualAdrisa Resyafa atau kalian bisa saja memanggilnya Risa. Hanya seorang gadis dengan tubuh kecil untuk ukuran anak SMA, kulit kuning langsat dan mata yang sipit. Di masa putih abu-abunya, gadis tersebut mengalami berbagai macam hal. Dimulai dengan per...