Part 70

141 19 8
                                    

Saat ini Azzam telah berada di ruangan Pak Burhan bersama tiga orang panitia yang memeriksa hasil tes Risa. Sudah empat hari Azzam bolak-balik gedung ini. Baru hari ini mereka semua berkumpul lengkap.

"Seperti yang telah saya beritahu waktu itu. Apa benar Bu Yuli yang menyerahkan hasil tes ruang 3?" tanya Pak Burhan.

Bu Yuli tampak mengangguk sambil menatap bingung Pak Burhan. "Ada apa ya, Pak?" tanyanya.

Pak Burhan segera menjelaskan mengenai kasus sabotase ini. Mengenai salah satu peserta atas nama Adrisa Resyafa yang hasil tesnya tidak ditemukan padahal mengikuti tes.

"Tapi saya ingat sekali tidak memeriksa lembar jawaban atas nama Adrisa Resyafa. Soalnya nomor urut 1-10 diperiksa pak Taufik, nomor urut 11-20 Pak Toto, dan nomor urut 21-30 diperiksa saya sendiri," jelas Bu Yuli tampak tenang.

"Nama peserta saya yakin pasti ada di urutan teratas karena abjadnya berawalan a," ujar Pak Toto memberi penjelasan yang lebih detail.

Seluruh pandangan langsung tertuju kepada Pak Taufik yang terlihat begitu terkejut. Pria berkepala dua itu seketika menggeleng keras karena saat ini seperti dipojokkan.

"Saya sudah benar-benar yakin tidak memeriksa lembar jawaban atas nama Adrisa Resyafa. Sebab lembar jawabannya memang tidak ada saat diberikan kepada saya," jelas Pak Taufik.

Azzam segera mengarahkan pandangannya ke arah Pak Burhan yang tampak tenang memperhatikan perdebatan ketiga orang di hadapannya ini. Ia jadi bingung sendiri kenapa Pak Burhan bisa setenang itu.

Setelah itu, Azzam segera memperhatikan setiap gerak-gerik Pak Burhan. Pria paruh baya itu tampak sibuk mengotak-atik sebuah laptop. Hingga kemudian sudah tersambung dengan in-focus di dalam ruangan ini.

"Sudah perdebatannya," sela Pak Burhan, "saya mau kalian menonton video sebentar."

Sebuah video seperti rekaman cctv di sebuah koridor gedung ini tampak menampilkan adengan seorang panita tes––yang Azzam tahu penjaga kelas Risa––dengan tumpukkan kertas sedang berjalan. Akan tetapi, saat di belokkan tanpa sengaja bertabrakkan dengan seorang pria berjanggut.

Setelah itu, rekaman cctv tampak diperlambat saat pria berjanggut itu terlihat mengambil salah satu kertas untuk kemudian digabungkan dengan kertas lain yang ia bawa. Hingga berakhir, kedua orang itu kembali berjalan dengan panitia perempuan itu yang tak menyadari salah satu kertasnya telah diambil.

Pria berjanggut di ruangan ini seketika membeku setelah rekaman cctv itu diputar. Hal ini dikarenakan seluruh mata menatapnya dengan tatapan penuh arti.

"Sekarang Anda tidak bisa mengelak!" ujar Pak Burhan dengan nada tinggi.

Azzam hanya meneguk salivanya melihat pria paruh baya ini. Selama ini Pak Burhan dikenal dengan sosok tenang dan tidak terlalu banyak bicara. Tapi, saat ini ia melihat bagaimana mengerikannya Pak Burhan.

"Saya––"

Brak....

"Kenapa Anda melakukan hal ini? Memalukan!" Pak Burhan tampak marah sampai meja kayu jati di ruangan ini digebraknya begitu kencang.

"Maaf, saya terpaksa," ujar Pak Toto dengan kepala menunduk.

"Saya yakin ada yang menyuruh bapak. Siapa orangnya?" tanya Azzam.

Pak Toto yang memang sudah tertangkap basah hanya bisa menunduk, enggan untuk memberikan siapa yang menyuruhnya. Hal itu tentu saja membuat kemarahan Pak Burhan sampai ke ubun-ubun.

"Saya sudah menelepon polisi. Kalau Anda tetap tidak mau mengakuinya, saya terpaksa menjebloskan Anda ke penjara."

Tidak ada perlawanan apapun dari Pak Toto. Pria itu hanya terdiam sambil sesekali mengembuskan napas. Hingga sirine mobil polisi telah terdengar di halaman gedung ini, Pak Toto masih diam saja.

Past and FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang