Part 28

1.3K 100 2
                                    

Risa hanya bisa terdiam kaku saat memasuki rumah dengan sepatu yang masih dijinjingnya. Iris cokelat itu menatap dua orang pria yang tengah bergelut di karpet ruang tengah sambil memiting leher lawan mereka masing-masing.

"Allahu Akbar Bang... Gua masih sakit ini!!" Pekik seorang pria berkaos hitam itu.

"Gini aja bilang sakit, kemarin tawuran ampe kepala bocor nggak sakit lu kata?!"

Risa hanya bisa meringis melihat kedua orang itu, perlahan dia mendekati mereka berdua dengan sepatu yang siap-siap melayang kepada orang tidak waras yang memiting adiknya tanpa rasa kasihan seperti itu.

Buk... Buk...

"Pala gua!!"

Bersamaan dengan itu pitingan dari seorang pria yang tidak sopan itu terlepas. Adiknya mengambil napas banyak dan mengembuskannya perlahan. Untung saja Risa cepat datang, kalau tidak bagaimana nasib adiknya.

"Kak Ris!!" Seiring dengan panggilan itu, pria berkaos hitam itu mendekati Risa dan bersembunyi di belakangnya.

"Ahh... Pala gua!!" Ringisan itu masih keluar dari bibir itu, "lu kok nimpuk gua Ris?!!" tanyanya dengan tatapan kesal kepada Risa.

"Kamu ngapain miting-miting Rama begitu?! Mau bunuh adek aku?" tanya Risa menatap tajam pria yang masih menggosok-gosokkan kepalanya.

Mendengar omelan Risa membuat kedua sudut bibir itu tertarik ke atas. Matanya langsung menatap Rama yang berdiri di belakang Risa, untuk kemudian meloncat-loncat dan berteriak-teriak tidak jelas.

"Risa kita kembali!!"

"Ide lu ajib Bang!!"

"Barusan doi ngomel Ram!!"

"Bang Rio sepupu terbaik dah!!"

Jika ada gelar manusia teraneh di dunia ini, dia akan memberikan gelar itu terhadap Rio. Maksud dia apa 'Risa sudah kembali?' Ah... Rasanya otak pria itu bermasalah. Tapi Rama? Apakah Rama sama abstrud nya seperti Rio? Risa belum terlalu paham dengan karakter Rama. Walau sudah sekitar sebulan semenjak Rama-yang kata Mama nya itu adik Risa- keluar dari rumah sakit, dia masih belum paham karakternya seperti apa. "Kalian kenapa?"

"Ram!! Besok-besok gua ada ide yang lebih ajib!! Kita bikin Risa kembali normal."

Mendengar itu membuat Risa memelototkan matanya. Apa katanya tadi? Membuat dia normal? Memang sekarang Risa nggak normal? Fiks... Pria itu udah ngeselin, nggak jelas pula. Mengabaikan kelakuan kedua pria berbeda umur itu, Risa segera memasuki kamar. Akan tetapi belum sempat memasuki kamar, pekikan itu membuat dia menghela napas berat.

"Risa!! Lu buat jambul kece gua rusak!!"

Allahu akbar... kenapa rumahnya jadi seramai ini. Mengurungkan niatnya memasuki kamar, dia segera menghampiri pria itu yang terduduk di sofa ruang tengah. Matanya segera menatap Rio yang sedang berkaca dari layar ponsel sambil sesekali merapikan rambut. Entah berasal dari planet mana, yang jelas Risa pusing punya sepupu seperti ini.

"Kak Risa ngapain?" tanya Rama yang baru keluar dari dapur dengan dua gelas jus jeruk yang tampak segar dengan es batu yang terlihat mengembun di dinding gelas.

"Loh Ris, sejak kapan disitu?" tanya Rio kaget saat menyadari ada Risa di samping sofa sambil bersedekap dada. "Eh selfie yok Ris," ajaknya sambil menyentuh aplikasi kamera dilayar ponselnya.

Risa hanya menggeleng cepat untuk kemudian menatap Rio. "Kamu bisa lebih tenang nggak?" Tanyanya, "aku pusing sama keributan yang kamu buat." Risa segera menghela napas lega setelah mengeluarkan unek-uneknya.

Rio yang menyalahartikan maksud perkataan Risa, langsung bangkit secara cepat dari duduknya dan berdiri di hadapan Risa. "Mana yang sakit Ris??! Di sebelah mana?? Kepala lu nggak bocor lagi kan?"

"Lu sih Bang." Rama segera meletakkan kedua jus itu ke atas meja dan menghampiri Kakaknya. Mana Mama nya lagi nggak di rumah, Rama harus bagaimana kalau kepala kakaknya sakit gini. "Duh... Ke rumah sakit deh Kak." Rama segera menarik tangan Risa untuk keluar rumah.

"Ram bukan sakit itu." Risa segera melepas cekalan itu ketika kedua makhluk ini menyalahartikan maksudnya. "Kalian berdua bisa tenang dikit nggak sih? Aku tuh pusing sama keributan kalian, bukan yang lain." Setelah mengatakan itu, dia segera kembali ke kamarnya meninggalkan kedua pria tersebut yang malah cengegesan.

"Gua kira kenapa" Rio kembali mengubah posisinya menjadi duduk.

"Baru kali ini Bang, Kak Risa ngeluarin ekspresinya setelah sebulan ini. Ah... Gua jadi kangen kak Risa yang dulu," sahut Rama.

Mendengar itu Rio hanya tersenyum simpul. "Tenang Ram, perlahan ingatannya kembali lagi kok."

Berbeda dengan kedua pria itu yang terus membuat rencana agar Risa tidak sedatar ini dan bisa seekspresif dulu. Di kamar yang sederhana itu, Risa sedang terduduk di depan meja belajarnya. Dahinya tampak mengkerut dengan sebuah brosur yang masih tergeletak di atas meja. "Ini brosur apa ya? Tes beasiswa?" Gumamnya.

Perasaan Risa tidak pernah merasa mempunyai brosur ini. Akan tetapi, ini sudah ada di atas meja belajarnya. Lagipula juga siapa yang akan ke kamarnya selain mama nya dan... Rama? Apa ini Rama yang meletakkan. Dia segera mengambil jilbab instannya untuk kemudian melangkah ke ruang tengah.

Dia hanya menggelengkan kepalanya saat melihat Rio yang sudah tertidur di sofa ruang tengah dan Rama yang tertidur di lantai. Sampah-sampah makanan ringan berserakan di mana-mana dengan televisi yang masih menyala. "Benar-benar kacau," ujar Risa sambil mengumpulkan sampah-sampah itu dan mematikan televisi. Dia segera merapikan ruang tengah untuk kemudian mengelurakan brosur dari kantung rok. Nanti saja dia tanyakan pada Rama.

***
Lembaran demi lembaran itu terlewat seiring dengan senyum yang terus terukir dari wajah itu. Penggalan demi penggalan kalimat itu dia telusuri sambil sesekali terkekeh.

Namanya Ari

Tapi aku memangggilnya Ali.
Ali itu sahabat kecil, sekaligus pelindungku.
Tapi dia menghilang,
Entah kemana saat ini.

Hari ini tepat di mana Ari pindah, dan aku kesepian.
Harusnya kita bisa masuk SMP bareng, tapi dia terlanjur pergi duluan.
Aku kangen Ari.
Hari ini dia lagi ngapain ya?

Tapi dairy, aku sayang Ari. Kalau ketemu lagi aku mau jadi princessnya deh. Hehe... Ahh efek nonton film jadi gini deh.

25 Agustus 2013

Untuk kesekiankalinya Ari terkekeh membaca buku harian Risa. Dia tidak menyangka, Risa selalu mengingatnya. Ini keluh kesah Risa saat masa-masa tidak bersama Ari sampai awal masuk SMP. Buku ini sampai terisi penuh dengan curahan Risa. Dia jadi penasaran dengan kelanjutan buku harian ini. Dia harus mengucapkan banyak terima kasih kepada orang yang telah memberikan buku harian Risa kepadanya. Setidaknya dia tahu perasaan Risa. Tapi yang tercantum di sini sekitar 4 tahun yang lalu. Apa perasaan Risa masih sama? Apa Risa masih ingin menjadi princess nya? Ah... Entahlah, yang penting Ari harus terus berjuang.

24-05-2018

Past and FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang