Part 65

127 21 2
                                    

Daripada menyimpan dendam yang tak berkesudahan, akan lebih indah bila saling memaafkan

***

"Heh, lepasin gua!! terus mata gua kenapa ditutup?!"

"Bisa diem nggak sih lu?!!" pekik Rio yang tengah memegang lengan kanan cewek ini.

"Kalian mau apain gua, hah??" pekiknya.

"Duh Dinda, lu tenang aja. Kita nggak bakal apa-apain lu," ujar Tiar dengan frustasi. Ia mencengkram lengan kiri Dinda agar cewek ini tidak terlepas dari gengamannya. Padahal ia sudah memegang cewek ini berdua dengan Rio, tapi kekuatan Dinda tidak bisa diremehkan.

Risa yang berjalan berdampingan dengan Ananda, hanya bisa menatap sedih Dinda saat ini. Mereka terpaksa membawa Dinda ke sebuah tempat yang diusulkan Ananda. Ini semua demi kebaikan cewek itu.

Hingga tidak terasa mereka sudah sampai di depan pintu sebuah ruangan yang diberitahu petugas di tempat ini.

Sebelum masuk ke dalam ruangan itu, Risa segera membuka tutup mata yang melekat pads Dinda. Ia harap Dinda mau bertemu dengan seseorang yang pasti bisa membantu Dinda.

Dinda mengerjapkan matanya berkali-kali saat penutup matanya terbuka. Objek pertama yang ia lihat sebuah pintu besar dengan papan nama yang menggantung itu membuatnya ingin kabur dari tempat ini.

"Kalian pikir gua gila, hah?!!" pekiknya kepada teman-temannya saat ini.

"Din, lu butuh psikiater," ujar Tiar.

Ya, mereka memang merencanakan membawa Dinda ke psikiater. Mereka rasa perempuan ini membutuhkan penanganan yang lebih khusus. Orang-orang biasa seperti mereka tidak bisa menangani Dinda yang sudah kelewat batas seperti ini. Apalagi mereka tidak menemukan keluarga Dinda di rumahnya itu.

Tiba-tiba saja Dinda menundukkan kepalanya. Tetes demi tetes air matanya berjatuhan. Mungkin dia memang sudah gila hingga tak memiliki harapan hidup lagi.

Risa yang melihat Dinda yang begitu rapuh itu segera menghambur memeluknya. Kali ini tidak ada penolakan dari Dinda. Risa mengelus-ngelus punggung itu yang terlihat begitu rapuh saat ini. Ia tahu bahwa Dinda tak berniat sejahat itu, keadaan yang membuatnya merasa tersakiti hingga menjadi sosok yang sangat tidak ia kenal.

"Gua tahu kalian pastinya cukup muak liat kelakuan gua sampai bawa gua kesini. Biar kalian lepaskan? Nggak pusing liat kelakuan gua?" ujar Dinda dengan nada yang lemah.

Ananda semakin yakin bahwa keputusannya membawa Dinda kesini sudah benar. Mental sahabatnya ini sepertinya sudah benar-benar kena terlalu jauh. Beberapa menit yang lalu, perempuan ini marah hingga tak terkontrol sekarang malah menangis dan selemah itu. Semua itu terjadi dalam satu waktu yang sangat berdekatan.

"Dinda kita bawa kamu ke sini demi kebaikan kamu," ujar Risa lembut sambil mengelus rambut Dinda. "Kita nggak akan ninggalin kamu selama kamu dirawat jalan di tempat ini. Kita akan selalu support kamu biar bisa jalanin hidup lebih tenang dan lebih baik lagi."

"Dokternya udah nunggu," ujar Tiar, "lu mau kan, Din ikutin saran kita?" tanyanya.

"Kita yakin lu bisa lewatin semua ini," ujar Ananda memberi semangat.

"Tapi gua udah jahat sama––"

"Heh nenek lampir udah sih nurut aja. Jangan sampai gua yang seret ya!" kesal Rio. Benar ya ternyata cewek itu memang banyak drama.

Dinda tampak menarik napas dalam-dalam, perlahan ia melepaskan pelukan Risa. Entah kenapa ada rasa ketenangan saat perempuan yang ada di hadapannya ini memeluknya. Padahal selama ini, Dinda sudah sangat jahat sekali dengan Risa.

Past and FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang