Memang manusia itu sulit ditebak. Mereka pandai mempermainkan ekspresi, tapi yang harus diingat bahwa mata tidak pernah bisa berbohong.
***
Di sebuah kafe yang lumayan ramai ini terdapat seorang gadis mungil yang tengah terduduk sendirian di meja tengah. Sudah sekitar 10 menit ia sampai di tempat ini. Akan tetapi, temannya yang mengajak ke sini tidak datang juga.
"Duh, si Dinda kemana sih." Gadis itu tampak sibuk mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah lewat lima belas menit dari waktu mereka janjian.
Merasa tidak enak dengan pelayan kafe yang daritadi seperti menunggu ia memesan makanan. Ia segera memanggil salah seorang pelayan untuk memesan jus mangga.
Hingga beberapa menit kemudian orang yang ditunggu-tunggu datang juga. Tapi, ia sedikit mengernyitkan dahi bingung saat setelahnya terdapat sosok jangkung yang ikut bergabung dengan mereka berdua.
"Maaf Ris, gua lupa bilang kalau ada Azzam juga," ujar Dinda saat melihat wajah bingung Risa barusan.
Risa hanya mengangguk maklum. Setelah itu memperhatikan Dinda yang segera memesan makanan untuk mereka bertiga. Padahal Risa tidak ada niatan untuk makan, tapi tidak enak juga karena Dinda sudah memesan duluan.
"Sebenarnya ada apa?" tanya Risa to the point, "kenapa nggak ajak yang lain kumpul juga?"
Dinda hanya mengembuskan napas berkali-kali sebelum berbicara dengan kedua orang ini. Ia segera memperhatikan kedua temannya itu satu persatu. Dia tak berharap lebih kedua orang ini akan percaya dengan ucapannya nanti, tapi ia hanya berusaha membela diri.
"Din, langsung aja to the point aja kalau mau ngomong," ujar Azzam. Sungguh Azzam tak bisa berlama-lama di sini karena memiliki janji dengan Pak Burhan untuk bertemu.
"Iya, Din. Kamu mau ngomong apa sebenarnya?" tanya Risa.
"Pembicaraan gua nggak jauh-jauh dari kasus sabotase hasil tes Risa," ujar Dinda.
Mendengar ucapan Dinda barusan membuat Risa seketika memasang telinganya. Sungguh ia sendiri masih bertanya-tanya siapa dalang dari kasus ini.
"Yaudah ngomong aja," ujar Azzam.
"Sebenarnya gua tahu kalau kemarin kalian kumpul nggak ajak gua. Gua tahu karena pas banget mau main sendiri ke rumah Risa, tapi kaget ada kalian kemarin di sana. Tadinya mau gabung, tapi enggak jadi pas Tiar bawa-bawa nama gua soal dalang-dalang itu––"
"–—jadi gua memutuskan untuk dengerin aja obrolan kalian. Gua berani sumpah kalau gua bukan dalangnya. Waktu itu gua ke tempat tes Risa cuma sekedar mau nakut-nakutin dia kalau gua udah bebas, hanya sebatas itu. "
Azzam hanya mengangguk paham akan pernyataan Dinda barusan. Lagipula dia tak berpikir terlalu jauh ke arah sana mengenai cewek ini pelakunya.
"Tapi gua rasa ada yang mengganjal," ujar Dinda.
"Mengganjal gimana?" tanya Risa.
"Pas Risa udah kabur waktu itu, gua sengaja nggak kejar dia. Tapi, gua dibuat penasaran sama sosok Tias yang ada di tempat tes," ujar Dinda sambil mengingat-ingat kejadian waktu itu. Ia yakin bahwa ada Tias di sana setelah tes dilakukan.
"Ngapain dia di sana?" tanya Azzam bingung. Lagipula semenjak Tiar sudah berkumpul dengan mereka lagi, sosok Tias juga tiba-tiba saja jadi menghilang dari hadapan mereka, seolah tak pernah ikut campur mengenai masalah Risa. Padahal yang Azzam tahu bahwa Tias ini sempat dekat dengan Tiar. Bahkan sampai repot-repot mau bantuin rencana Tiar yang katanya mau deketin Azzam sama Risa. Sungguh, memikirkan semua ini membuat kepala Azzam pusing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Future
SpiritualAdrisa Resyafa atau kalian bisa saja memanggilnya Risa. Hanya seorang gadis dengan tubuh kecil untuk ukuran anak SMA, kulit kuning langsat dan mata yang sipit. Di masa putih abu-abunya, gadis tersebut mengalami berbagai macam hal. Dimulai dengan per...