Sudah sekitar satu jam berlalu, tapi sosok yang mengenakan hoody merah maroon itu masih setia memejamkan matanya. Semua ini disebabkan aksi Rio yang tidak terduga.
"Kamu ngapain pukul dia?" tanya Risa kepada Rio yang terlihat frustasi karena aksinya tadi.
"Serius gua kelepasan tadi," sesalnya dengan ekor mata yang setia memperhatikan bankar.
"Ya tapi kan nggak gitu juga," omel Dinda, "dia tadi nggak lukain Risa, kenapa malah lu pukul, hah?!"
"Gua emosi aja liat dia bentak-bentak perempuan kayak gitu. Ditambah lagi ingat semua kejadian-kejadian sebelumnya gara-gara ulah konyolnya. Kalian bayanginlah perbuatan dia yang di luar batas itu. Kalau dia lakuin itu ke orang lain, gua bodo amatlah, tapi ini menyangkut sepupu gua juga," jelas Rio dengan napas memburu.
Rio benar-benar cukup kesal saat tahu bahwa semua ini ulah Riko. Ada rasa ingin menghanjar pria kurang ajar itu. Dia masih tak habis pikir dengan jalan pikir teman-temannya yang membiarkan Riko begitu saja, tanpa memberikan pelajaran yang setimpal. Membuat cowok itu menyadari kesalahannya? Sungguh lucu, Rio tak yakin cowok sinting itu sadar akan semua perbuatannya.
"Gua udah kasih tahu lu dari awal kalau dia nggak akan lukain Risa, gua yang jamin. Dia cuma ancam Risa, itu aja. Gara-gara lu rencana kita batal, kalau udah gini gua nggak jamin dia bakalan dengerin kita nanti," ujar Dinda tidak kalah kesalnya.
"Heh nenek lampir, kenapa lu malah belain dia? Apa karena dia sepupu lu? Atau karena dia udah bantu semua rencana-rencana gil–"
"Kalian ngapain debat nggak guna kayak gini?" tanya Azzam sarkas.
Suasana seketika hening saat Azzam mengeluarkan suaranya. Mereka semua sangat kenal dengan Azzam. Pria ini memang tidak banyak bicara seperti yang lain, dia lebih sering diam mendengarkan pembicaraan. Akan tetapi, jika pria itu telah mengeluarkan suaranya apalagi dengan nada yang kurang bersahabat, dijamin tidak ada yang bisa menyela ucapannya lagi. Bahkan si Rio yang suka nyerocos pun bisa langsung terdiam.
Netra setajam elang itu kini memperhatikan pria yang masih terbaring di bankar. Azzam merasa ada yang janggal. Padahal perawat bilang, tidak sampai satu jam Riko akan siuman. Akan tetapi, sekarang hampir satu setengah jam masih tertidur seperti itu.
Keheningan seketika menyelimuti mereka. Semua terlihat asik bermain dengan pikirannya sendiri. Selang beberapa menit kemudian, satu di antara mereka memberanikan diri untuk membuka suara.
"Ehmm, terus rencana kita selanjutnya apa?" tanya Risa ragu.
"Entah." Tiar hanya menganggak bahunya tidak tahu. Dia sendiri saja masih bingung dengan kejadian semua ini.
"Udah bawa kantor polisi aja," seru Rio dengan entengnya.
"Gua enggak setuju," tolak Dinda, "kasih dia kesempatan untuk berubah, bisa kan?sebenernya dia nggak sejahat itu. Gua kenal dia dari kecil."
"Apa jaminanannya?" tanya Tiar.
"Diri gua sendiri," ujar Dinda.
Menurut Dinda, walaupun perbuatan Riko sangat keterlaluan, tapi dia tidak bisa begitu saja membiarkan sepupunya itu membusuk di penjara. Semenjak kematian sang Ibu, hidup sepupunya terlihat kacau. Dia sangat tahu bahwa Riko tidak seburuk itu. Pria itu hanya kurang didikan saja dan menutup diri dari lingkungan. Tidak bisa dibayangkan sekacau apa hidup Riko kalau teman-temannya ini melaporkan ke kantor polisi.
"Yaudah apa salahnya kita kasih kesempatan," ujar Azzam dengan helaan napas yang cukup berat. Sebab dia tetap harus memantau gerak-gerik cowok itu nantinya. Bukan Azzam tidak percaya, tapi mengingat semua kejadian sebelumnya, ia memang harus was-was. Tidak pernah ada yang tahu bukan isi otak manusia lainnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Future
SpiritualAdrisa Resyafa atau kalian bisa saja memanggilnya Risa. Hanya seorang gadis dengan tubuh kecil untuk ukuran anak SMA, kulit kuning langsat dan mata yang sipit. Di masa putih abu-abunya, gadis tersebut mengalami berbagai macam hal. Dimulai dengan per...