Part 60

345 38 4
                                    

Perihal keadaanku jangan dipikirkan, aku akan baik-baik saja selama kamu baik-baik saja.

***

Risa hanya mengerjapkan matanya beberapa kali saat lampu ruangan ini memasuki indra penglihatannya. Untuk kesekian kalinya dia harus berada di tempat ini. Di mana hanya ada ruangan putih, bau obat, dan berbagai alat medis yang tidak ia kenal.

Ia melirik jam dinding yang tergantung di samping bankarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Entah berapa lama ia tidak sadarkan diri. Ia mencoba bangkit dari posisi berbaringnya, tapi ia terjatuh lagi tertidur karena merasa lemas sekali.

Tiba-tiba saja memorinya memutar kejadian beberapa jam lalu. Jantungnya bergemuruh saat mengingat bagaimana pisau itu menusuk perut Azzam. Sungguh kepalanya seketika terasa berputar mengingat semua itu. Dia merasakan perasaan bersalah yang begitu dalam. Azzam terluka hanya karena menolong dirinya.

"Alhamdulillah kamu sudah sadar, Nak," pekik seorang perempuan dengan senang saat melihat putri yang ia cintai sudah sadar.

"Mama," lirih Risa.

Wanita dewasa itu segera memeluk putrinya dengan erat. Sungguh ia benar-benar takut saat anaknya ini menghilang entah kemana. Apalagi dia tidak menyangka dalang dari penculikan ini adalah sahabat anaknya sendiri. Rio sudah menjelaskan semuanya tadi kepada dia.

"Mama khawatir sama Risa," ujarnya segera melepas pelukannya. Ia mengelus lembut pipi Risa dengan sayang. "Apa masih ada yang sakit, Nak?" tanyanya.

Risa hanya menggeleng lemah, "nggak ada yang sakit, Ma. Aku cuma lemes aja."

Mama Risa cuma mengangguk paham. Dokter mengatakan tadi bahwa Risa hanya mengalami Shock ringan. Mungkin jika sudah sadar, beberapa jam kemudian sudah boleh pulang.

"Kamu makan dulu ya," tawar mama Risa. Ia segera mengambil segelad air putih untuk purtinya. Dengan telaten ia menyuapi Risa makan.

Risa melihat bagaimana kekhawatiran dan rasa sayang mama nya ini begitu dalam. Terselip rasa bersalah telah membuat mama nya kesusahan seperti ini hanya karena dirinya.

"Ma, maafin aku udah repotin gini," ujar Risa.

"Kamu putri kesayangan mama, Sayang. Liat kamu baik-baik aja udah buat mama lega," ujarnya.

"Tapi aku buat mama cemas," ujar Risa.

"Besok-besok kalau mau pergi harus izin dulu ya. Segenting apapun itu. Mama tahu Risa anak yang baik," nasihatnya.

Risa mengangguk paham untuk kemudian menyambut suapan demi suapan dari malaikat tidak bersayapnya ini.

Hanya keheningan yang mendominasi ruangan ini. Untuk kemudian suara pintu yang terbuka membuat penghuni dalam ruangan ini mengalihkan pandangannya ke asal suara.

"Rio," ujar Risa saat melihat sepupunya berjalan tidak setegap biasanya.

"Bangun juga lu," ujar Rio, "gua kira mau jadi putri tidur yang menunggu pangeran datang menjemput," ledeknya.

Omongan Rio bagai angin lalu untuk Risa saat ini. Pandangannya dari awal ia melihat Rio masuk, sampai saat ini hanya pada badan Rio yang yak setegap biasanya. Tiba-tiba saja memorinya berputar saat Rio yang terkena pukulan kayu Riko saat kejadian itu.

"Rio, punggung kamu...."

"Santai, besok juga udah balik semula," ujar Rio dengan tampang meremehkannya, "gua ini seperti gatot kaca. Cuma kayu doang apa sih rasanya."

Dalam keadaan seperti itu saja masih sempat-sempatnya ia santai seperti itu. Risa sangat tahu pasti punggung Rio nyeri sekali.

Dengan senyum yang amat tidak enak, ia segera mengalihkan pandangannya kepada Rio."Maaf ya, Yo," ujarnya.

Past and FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang