Seminggu sudah berlalu yang artinya UAS sudah di depan mata. Saat ini tepat di minggu siang kali ini rumah Risa sudah dipenuhi oleh Dinda dan Ananda untuk persiapan belajar ujian besok.
Besok pelajaran pertama yang diujikan yaitu agama islam, matematika, dan Bahasa Indonesia. Ananda yang memang paling pintar matematikanya mencoba mengajarkan kedua sahabatnya.
"Jadi kamu ngerti nggak, Ris?" tanya Ananda setelah menjelaskan materi mengenai peluang.
Dengan lesu Risa menggeleng. Memang di antara yang lain Risa lah yang paling lemot dengan mata pelajaran matematika. Jika sudah bertemu dengan matematika, mendadak Risa akan menjadi blank sendiri.
"Ih masa ngggak paham-paham kamu, Ris," ujar Dinda yang sudah gereget dengan Risa. Dinda saja sudah mengerti setelah Ananda menjelaskan dua kali. Sedangkan Risa sudah dijelaskan sampai lima kali pun tidak mengerti.
"Duh gimana ya biar kamu paham." Ananda jadi pusing sendiri menghadapi Risa jika seperti ini. Sepertinya Risa butuh diajarkan oleh seseorang yang memang master dalam pelajaran ini.
"Eh iya kamu kan sekarang tetanggaan sama Azzam, nah minta ajarin dia aja," saran Ananda saat mengingat Azzam yang pernah juara dua olimpiade matematika tingkat provinsi bulan lalu.
"Nah bener," ujar Dinda dengan bersemangat. "Sekalian ajakin Rio."
"Kalau ada Rio nggak konsen nanti, malah denger kalian debat," ujar Ananda yang diangguki oleh Risa dengan semangat. Cukup sudah mendengar perdebatan Dinda dan Rio saat di sekolah. Untuk kali ini Risa butuh ketenangan untuk belajar.
"Assalamualaikum."
Sebuah salam tiba-tiba saja terdengar dengan bunyi pintu yang diketuk. Risa segera menuju pintu masuk untuk melihat siapa yang datang saat ini.
"Eh Azzam," kaget Risa saat orang yang dibicarakan daritadi sudah ada di depan rumahnya. "Ada apa, Zam?" tanya Risa.
Pria itu segera menyerahkan sebuah kotak yang dibungkus plastik putih. "Ini dari mama buat keluarga di sini, kemarin mama bikin bolu banyak."
Risa segera mengambil pemberian mama Azzam. "Bilang makasih ke mama ya, Zam."
Azzam hanya mengangguk samar dengan senyum simpul.
Sungguh Risa tak kuat berlama-lama di sini, apalagi senyum nya itu membuat dia deg-degan sendiri. "Yauda kalau--"
"Risa ada siapa sih?" tiba-tiba saja Dinda muncul diikuti oleh Ananda.
"Eh Azzam pas banget ada di sini," ujar Ananda bersemangat.
"Emangnya kenapa?" tanya Azzam.
"Ajarin Risa MTK dongg," jawab Dinda.
Risa melebarkan matanya saat mendengar permintaan nekat Dinda. Belum sempet dia mencegah, sahabatnya ini sudah memohon agar Risa diajarkan MTK karena daritdia diajarin tidak paham-paham. Ada rasa malu yang menghinggapi hati Risa, pasti Azzam menganggap Risa bodoh dan lemot sekali.
Dia berharap Azzam menolaknya karena sibuk atau ada urusan lain. Tapi sayang sekali, lelaki itu menerima tawaran Dinda barusan dengan syarat Rio juga ikut belajar di sini karena Azzam sudah ada janji juga ingin mengajari Rio.
Hingga setengah jam kemudian di ruang tengah Risa sudah berjejer empat orang remaja dengan buku masing-masing.
"Gila udah kayak guru aja lu," ujar Rio saat melihat Azzam yang berdiri di depan mereka dengan sebuah papan tulis sedang dan spidol hitam digenggamannya. Untung sekali Risa mempunyai papan tulis putih ini di rumah, jadi bisa lebih gampang Azzam mengajarkan teman-temannya secara bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Future
SpiritualAdrisa Resyafa atau kalian bisa saja memanggilnya Risa. Hanya seorang gadis dengan tubuh kecil untuk ukuran anak SMA, kulit kuning langsat dan mata yang sipit. Di masa putih abu-abunya, gadis tersebut mengalami berbagai macam hal. Dimulai dengan per...