Semua terasa mimpi bagi Risa. Tepat di hari ini dia merasa menjadi manusia yang sangat menyedihkan di dunia ini. Oke... Mungkin itu terlalu berlebihan. Akan tetapi, dia benar-benar tidak menyangka harus jatuh di lubang yang sama. Untuk kedua kalinya dia amesia, dan Risa bersyukur Allah masih sangat baik kepadanya dengan mengembalikan ingatannya lagi. Dia sudah mengingat semuanya, semua termasuk pria-pria kurang ajar itu yang mendorongnya hingga kepalanya ini terbentur.
"Shhh..." Beginilah kalau Risa berusaha mengingat kejadian-kejadian di masa lalunya. Kepalanya akan berdenyut nyeri seperti ditusuk-tusuk.
Netra itu segera meliar ke ruangan putih ini. Hatinya begitu nyeri saat menurunkan pandangannya kepada Sang Ibu yang ternyata mengenggam tangannya dengan posisi kepala yang ditelungkupkan pada pinggir kasur rawat Risa. Dia bisa merasakan tangan sang Ibu yang semakin kurus. Pasti Ibu nya sangat bekerja keras selama ini.
"KaRis... bangun, kak...."
Dia segera mencari sumber suara, dan dia segera menutup mulutnya untuk menahan tawa saat melihat posisi tidur sang Adik saat ini. Kepala yang entah kenapa sudah berada di lantai, kaki di atas sofa dan mulutnya yang menganga. Dia kira Rama sudah mengubah kebiasaan tidur absurnya itu. Dia hanya menggelengkan kepala takjub, untuk kemudian menginagat kejadian yang lalu, saat adiknya ini mengingau menyuruhnya bangun.
"Kakak udah bangun, Ram," gumam Risa.
"Aaaaa... kecoa terbang pergi! Jangan ganggu karis gua!!"
"Hmpt.... Ha ha ha ha...." Oke Risa nggak bisa nahan tawanya kali ini. Dia tak habis pikir melihat Rama tertidur menjadi hiburan tersendiri. Akan tetapi dia langsung menutup mulutnya rapat-rapat, dan untung saja mereka tak terjaga.
"Aaaa...."
Duk....
Tahan Ris... Tahan... Dia merapalkan itu semua dalam hati, dengan mata yang terpejam karena Rama telah bangun dari tidur gantengnya.
"Ahh pala gua!!" Ringis Rama, "eh Karis!!" Rama langsung heboh dan menghampiri Risa tepat di sebrang Sang Mama.
"Karis bangun Karis," ujar Rama, "serius ya gua mimpi lu di makan kecoak masa. Tuh kecowa gede banget kayak kadal." Rama terus bermonolog. Lelah karena tak mendapat respon, dia segera menumpu kedua lututnya di lantai, dan mengenggam tangan kakaknya. "Karis kuat," gumamnya.
Entah kenapa suasana jadi haru seperti ini, Risa yang semula masih menahan tawanya mendadak merasa teriris mendengarkan perkataan tulus sang Adik. Rama... dia Adik yang paling gengsi, sekedar memberikan perhatian kecil saat Risa sakit dulu saja dia melakukan hal itu diam-diam. Contohnya saat Risa jatuh dari motor saat SMP, adiknya itu malah menertawakan kaki Risa yang pincang, dan pernah suatu ketika menyentilnya iseng yang ternyata membuat Risa kesakitan. Mungkin dia terlihat seperti adik kurang ajar, tapi malamnya tepat saat Risa tertidur adiknya ini mengelus-ngelus kaki Risa dan mengatakan bahwa kaki Risa harus sembuh biar bisa tendang-tendangan lagi.
"Karis kamu tahu nggak?" ucapan Rama terhenti. "Ahh jijik gua kak, aku-kamuan, tapi karena Karis suka cara bicara seperti itu, gua... eh aku lakuin, kak. Asal bangun ya," pintanya.
"Yah kak nggak capek apa tidur mulu," kekinya, "eh Karis masa ya tadi, kak Azzam kelih---"
"Azzam," ujar Risa tanpa sadar.
"Eh ..." Rama seketika tersentak. Apa dia tidak salah dengar? barusan Kakaknya itu seakan merespon ucapannya. "Kak---"
"Azzam... iya ana tahu Rama itu kelamaan jomlo," gumam Risa.
Rama hanya bisa menganga atas ucapan sang Kakak. Dia ngigo?
"Iya besok-besok ana kasih tahu, supaya nggak godain siswi SMA kita," ujar Risa dengan suara yang semakin memelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Future
SpiritualAdrisa Resyafa atau kalian bisa saja memanggilnya Risa. Hanya seorang gadis dengan tubuh kecil untuk ukuran anak SMA, kulit kuning langsat dan mata yang sipit. Di masa putih abu-abunya, gadis tersebut mengalami berbagai macam hal. Dimulai dengan per...