Masih sama seperti dulu, gemesin kalau lagi gugup.
-Azzam
***
Bel pertanda pelajaran terakhir baru saja berbunyi. Seluruh penghuni kelas Risa saat ini tampak berseri-seri karena pelajaran matematika di jam terakhir ini berakhir pula.
Risa yang tidak pernah menyukai pelajaran ini pun tidak kalah senangnya. Dengan cekatan dia segera merapikan seluruh alat tulisnya dan menyusun semuanya dengan rapi ke dalam tas. Berbeda dengan Tiar dan Dinda yang terburu-buru merapikan seperti orang kesetanan karena ingin segera keluar dari kelas ini.
"Ris, lama banget sih," keluh Dinda yang dari dua menit lalu menunggu teman sebangkunya ini.
"Ih sabar Dinda," sahut Ananda membela Risa.
"Iya ih, udah nggak usah rapi-rapi nanti juga pas sampai rumah bisa dirapiin," ujar Tiar yang baru saja menggendong ranselnya dan ikut berdiri di samping Dinda.
"Sabar, sebentar lagi selesai," ujar Risa sambil memasukkan buku paketnya yang terakhir dan menutup tasnya. "Nah selesai, yuk pulang!"
"Yuklah!!" jawab ketiga temannya dengan serempak.
Keempat sahabat itu keluar dari kelas disertai perbincangan mengenai lomba cerdas cermat yang akan diadakan seminggu lagi. Hal ini tentu saja ditanggapi Risa dengan semangat saat ketiga temannya sudah menerima dengan ikhlas hati walau kadang masih menggerutu untuk mengikuti lomba.
"Terus gimana persiapan kita?" tanya Ananda.
"Iya Ris, gimana persiapannya?" Tiar ikut menimpali. "Kira-kira lu udah buat kunci jawabannya nggak?"
"Lah kenapa jadi nanya kunci jawaban?" tanya Dinda bingung, begitupula Ananda dan Risa yang tampak bingung.
"Lah Risa kan yang bikin soal cerdas cermatnya, pasti mau kan bocorin soalnya ke sahabat-sahabat kesayangannya ini," ujar Tiar sambil menyenggol bahu Risa yang berjalan di sebelahnya.
Risa yang mendengar itu melebarkan matanya seketika. Tiar masih sama saja seperti dulu, terlalu mengandalkan contekan, bocoran soal, dan hal-hal instan lainnya dalam pelajaran. Entah kapan sahabatnya satu ini sadar itu bukan tindakan yang baik.
"Ih apaan bocoran jawaban gitu, aku nggak mau," ujar Ananda yang selalu sependapat dengan Risa.
"Gua mah simple, dikasih bocoran Alhamdulillah, nggak dikasih ya siap-siap aja kita kalah," ujar Dinda sambil melirik Risa.
"Enggak ada bocoran soal, aku mau kita belajar sama-sama. Pokoknya besok kita mulai belajar bareng," ujar Risa dengan tegas.
Mendengar kata belajar bersama membuat Dinda dan Tiar serentak menoleh kepada Risa. Tentu saja, mereka berdua itu paling malas jika belajar, apalagi ini pelajaran agama. Sungguh mereka mending belajar matematika yang pusingnya tujuh keliling dibanding berkutat dengan buku-buku agama yang mereka anggap sedang menceramahi mereka.
"Gua nggak bisa, mau tidur cantik di rumah," tolak Tiar.
"Gua ada janji mau belajar matematika sama Ananda, ya kan An?" ujar Dinda sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Ananda.
Ananda yang tidak paham hanya mengerutkan dahi, untuk kemudian menggeleng samar. "Perasaan kita nggak ada janji deh, Din," ujar Ananda yang mendapati pelototan dari Dinda.
"Kalian nih, ini kan buat kalian juga. Kalau kalian nggak mau belajar agama bareng, aku juga nggak mau ajak kalian main ke rumah selama-lamanya," ancam Risa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Future
ДуховныеAdrisa Resyafa atau kalian bisa saja memanggilnya Risa. Hanya seorang gadis dengan tubuh kecil untuk ukuran anak SMA, kulit kuning langsat dan mata yang sipit. Di masa putih abu-abunya, gadis tersebut mengalami berbagai macam hal. Dimulai dengan per...