Keadaan papan mading yang biasanya hanya menjadi pajangan dan di lalaui begitu saja, seketika sangat ramai di datangi para murid di hari pertama sekolah ini. Mereka sibuk mencari di mana kelasnya untuk awal semester baru ini.
Risa yang memang sangat malas berdesakan seperti itu, hanya diam dan duduk di lorong koridor sambil memperhatikan kerumunan itu.
"Risa!!"
Risa segera mencari sumber suara itu, dan tepat seorang cewek dengan rambut sebahu itu menghampiri Risa.
"Gile..rame banget," keluh Dinda sambil mengatur napasnya dan duduk di samping Risa.
"Kan udah gua bilang, tunggu sepi dulu. Batu sih lu," ujar Risa sambil menyodorkan air mineralnya yang masih utuh.
Tanpa pikir panjang Dinda segera meneguknya hingga kandas.
"Lu kelas sepuluh apa?" tanya Risa.
Mendengar ucapan Risa, ekspresi Dinda seketika murung,"Kita ga sekelas," ujarnya sedih.
Risa segera memutar bola matanya malas, "yailah ga usah lebay gitu, kita masih satu sekolah kali."
Dinda mengangkat sebelah alisnya,"Maksudnya tuh, kita ga sekelas sama Rio."
"Alhamdulillah," ujar Risa sambil mengadahkan tangannya ke atas sebagai wujud rasa syukur.
"Ihh.. Kok lu gitu sih," kesal Dinda.
Risa tersenyum simpul mendengar berita yang sangat baik ini, dia memang sangat berharap tidak sekelas dengan Rio. Cukup dia satu sekolah dari SMP, dekat dengan Rio sangat menguji kesabarannya.
"Yaudah yuk ke kelas," ajak Risa bersemangat sambil menarik tangan Dinda menuju kelas barunya.
***
Pusing. Itu yang Risa rasakan saat ini, entah kenapa upacara hari ini berlangsung sangat lama. Sesekali dia menghapus peluhnya demgan punggung tangannya.Dia bersyukur untuk saat ini baris di barisan paling belakang. Jadi bisa sedikit santai berdirinya dan tidak setegak di depan sana.
Entah kenapa dia merasa hidungnya seperti ada cairan. Setaunya hari ini dia tidak flu atau pilek.
Risa segera mengelap cairan yang ingin keluar itu dengan tangannya.
"Darah," gumamnya saat melihat tangan bekas mengelap cairan tadi berwarna merah.
"Segala mimisan lagi," umpatnya dan segera mengadahkan kepalanya ke atas, agar darahnya tidak mengalir lagi.
"Din.." panggil Risa kepada Dinda yang berdiri di depannya.
"Apa?" jawab Dinda segera membalikkan badannya menatap Risa.
"Lu ada tisu ga?" tanyanya.
Dinda segera melihat tisu yang di genggamannya," cuma tinggal selembar, itu pun bekas ngapus keringat gua," jawabnya sambil menyodorkan tisu itu ke hadapan Risa.
"Dihh.. Jorok amat lu, jauhin tisunya," jijik Risa.
"Njirr.. Idung lu berdarah Ris!!" pekik Dinda saat tak sengaja melihat darah yang ingin keluar dari hidung Risa.
"Makanya gua minta tis--" Risa segera menghentikan ucapannya saat Dinda tiba - tiba saja sudah menghilang di hadapannya.
Hingga tiba - tiba saja Dinda datang dengan seorang perempuan dan laki - laki yang berslayer PMR.
"Ris.. cepet lu ke UKS," ujar Dinda.
Risa segera menggelengkan kepalanya cepat," Ga mau!! darahnya udah bethenti kok," tolaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past and Future
EspiritualAdrisa Resyafa atau kalian bisa saja memanggilnya Risa. Hanya seorang gadis dengan tubuh kecil untuk ukuran anak SMA, kulit kuning langsat dan mata yang sipit. Di masa putih abu-abunya, gadis tersebut mengalami berbagai macam hal. Dimulai dengan per...