Bagian 67

166 28 14
                                    

Inna baru saja mengurus administrasi kamar untuk Jinhyuk. Dokter Kang mengatakan Jinhyuk harus tetap berada di ruang ICU selama beberapa jam sampai kondisinya benar-benar stabil sebelum dipindahkan ke kamar ward VIP.

Oh, tentu saja Inna tidak akan membiarkan Jinhyuk dirawat di ward biasa. Dan ketika Inna hendak kembali ke ruang ICU ketika ponselnya berdering. Itu adalah Jinwoo.

"Halo, adek sayang..." Inna menerima panggilan tersebut sembari terus melangkah menuju lift terdekat.

"Mama di mana? Kata Pak Jang, Mama sama Papa ke rumah sakit. Abang, ya?"

Inna menghela nafas. "Iya, kakak masuk rumah sakit. Nanti kalo adek mau nyusul, Mama bilang ke Pak Jang buat anter adek ke rumah sakit, tapi pulang dulu ke rumah."

"Tapi abang gak papa kan?"

Inna tersenyum getir. Beliau menekan tombol lift dan menunggu. "Kakak mungkin harus dioperasi. Adek doain kakak, ya."

Well, Inna tidak pernah menutupi kondisi Jinhyuk yang sebenarnya dari Jinwoo. Sejak kecil, Jinwoo sudah diberitahu tentang kondisi Jinhyuk. Karena bagaimana pun mereka harus berhati-hati dengan kondisi Jinhyuk saat mengajak bermain Jinwoo kecil. Tapi terkadang Jinwoo juga pernah lupa soal kondisi kakaknya tersebut.

"Abang mau dioperasi? Lagi?"

Pintu lift terbuka. Inna berjalan masuk dan menekan tombol lantai ICU.

"Iya, tapi kata dokter kalau operasi ini berhasil, kondisi kakak bisa membaik. Jadi, adek gak perlu khawatir. Adek masih di jalan pulang 'kan? Pas sampe langsung ganti baju dan makan siang dulu ya, dek. Baru ke rumah sakit."

"Iya, dadah Mama."

Inna mengulas senyum. "Dadah, sayang."

Sambungan telepon terputus. Inna menarik nafas perlahan sembari menyimpan ponselnya ke tas tangan. Hari sudah berjalan setengahnya, namun Inna merasa kalau waktu berjalan begitu lambat. Wanita itu memperhatikan refleksi dirinya yang terlihat sedikit berantakan. Oh, Inna bahkan melupakan riasannya.

Inna kemudian merapikan rambutnya sebelum pintu lift terbuka. Dia memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam. Dan begitu pintu lift terbuka, Inna membuka mata dan melangkah keluar dengan tenang seolah tidak pernah kehilangan komposurnya.

*****

Seungwoo mengenggam erat tangan Jinhyuk, terasa lebih dingin dari tadi pagi ketika mereka hendak berpisah saat ia mengantarkan Jinhyuk ke gedung fakultasnya. Itu hanya beberapa jam lalu dan sekarang Jinhyuk tengah berbaring begitu lemah di bed rumah sakit, bertaruh nyawa dengan waktu.

Setelah dari UGD, Jinhyuk dipindahkan ke ruang ICU dan mereka diperbolehkan untuk menemui pemuda itu secara bergantian. Ynag pertama adalah Seungwoo. Dengan menggunakan disposable gown dan masker, Seungwoo bisa menemui Jinhyuk yang sudah sadar dan kondisinya mulai stabil.

"Hei..." sapa Seungwoo.

Jinhyuk hanya mengeratkan genggaman tangannya, sebagai balasan sapaan. Dia masih begitu lemah untuk sekedar bicara. Seungwoo tersenyum dibalik masker yang menutupi sebagian wajahnya. Pemuda itu lalu duduk di stool yang ada di sebelah bed.

"Udah gak terasa sakit, kan? Semuanya ada di sini. Nanti mereka gantian nengokin kamu," ucap Seungwoo lagi.

Jinhyuk mengangguk kecil, sembari terus memandangi Seungwoo.

Di ruang ICU yang begitu sunyi, hanya ada suara Seungwoo, suara dari ECG monitor dan tiap hela nafas Jinhyuk yang begitu Seungwoo syukuri. Seungwoo memang bukan seseorang yang belajar soal kedokteran tapi dengan sekilas melihat layar monitor, ia tahu kalau kondisi Jinhyuk stabil.

The Story of...Where stories live. Discover now