Bagian 16

292 45 8
                                    

Jinhyuk tersenyum tipis ketika Seungyoun dan Sejin datang. Kedua temannya menyapa Mama sopan, terlebih dengan Sejin yang membawa sekeranjang buah. Mama mengatakan kalau mereka tidak perlu repot membawa apapun. Mama juga mengatakan kalau Wooseok dan Yohan baru saja pulang setelah menjenguk Jinhyuk.

Sementara Sejin dan Mama mengobrol sembari menyiapkan buah-buahan yang dibawa, Seungyoun duduk di kursi yang ditinggalkan oleh Mama. Pemuda memandang Jinhyuk yang menatapnya dengan penuh pertanyaan. Dengan posisi ranjang yang kepalanya sedikit naik sekitar tiga puluh derajat, Jinhyuk sepertinya berusaha meminimalisasi gerakannya.

"Udah baikan?" tanya Seungyoun.

Jinhyuk bergumam pelan. "Tapi rasanya kayak habis berguling di bebatuan."

"Well, literally lo memang abis berguling dari jurang kan?"

Jinhyuk tertawa pelan. Sedikit meringis pelan karena tubuhnya kembali merasakan efeknya. "Iya sih. Sorry, ya."

Seungyoun menggeleng. "Padahal lo gak bikin kesalahan, kenapa harus minta maaf sih? Hangyul udah ke sini?"

"Tadi pagi bareng Jinwoo. Tapi cuma sebentar, kata Mama."

Seungyoun bergumam sembari mengangguk kecil. Jinhyuk melirik Sejin dan Mama yang tengah mencuci beberapa apel dan mengupas kulitnya. Ia mendengus pelan. Seungyoun mengernyit dan ikut memperhatikan kekasihnya dan Tante Inna.

"Kenapa?" tanya Seungyoun.

"Gak papa. Tapi bener kata Mama, kalian gak seharusnya repot bawa buah-buahan segala. Gue bahkan gak dibolehin makan makanan solid selama seminggu," tutur Jinhyuk pelan.

Seungyoun menyandarkan punggungnya di sandaran. "Ya buat nyokap lo lah. Tapi apa rasanya makan makanan cair?"

"Ya, kayak minum air biasa? Tapi gak sepenuhnya kayak air soalnya itu kayak bubur yang encer banget. Hambar pula."

Seungyoun meringis mendengar penggambaran Jinhyuk. Seungyoun memang pernah dirawat karena operasi usus buntu, tapi waktu itu dokter masih membolehkannya makan yang semi solid. Berbeda dengan makanan Jinhyuk selama seminggu ke depan.

Jinhyuk tersenyum lebar melihat ekspresi Seungyoun.

Kemudian Seungyoun mengubah topik pembicaraan. Sebelumnya ia memeriksa kalau Tante Inna masih sibuk mengobrol dengan Sejin di sisi lain kamar rawat tersebut.

"Gue mau kasih tau, Seungwoo udah ngomong sama Sejin, Wooseok dan Yohan tentang hubungan kalian," tutur Seungyoun. "Dia mikir kalo semakin cepat mereka tau, semakin baik. Jadi, sebelum ke sini, kita ketemuan dulu di café deket rumah sakit."

"Ah..."

"Jangan marah sama Seungwoo karena dia ngambil keputusan sepihak. Lagian tadi juga reaksinya gak begitu buruk," ucap Seungyoun.

Jinhyuk menarik nafas perlahan. Ia memejamkan mata untuk menahan rasa sakit di dadanya tiap kali ia melakukannya. Huk, bahkan untuk satu tarikan nafas saja, Jinhyuk seperti merasakan tekanan besar di dadanya.

Jinhyuk membuka matanya dan menatap Seungyoun lekat. Ia mengulas senyum. "Iya, gak papa. Gue juga ngerti kok alesannya."

"Syukur deh, kalo lo bisa paham," tukas Seungyoun. "Dan... lo gak mau nanyain Seungwoo apa?"

Jinhyuk tidak langsung menjawab. Ia hendak merubah posisi tubuhnya tapi diurungkan. Bahkan bergerak sedikit saja, Jinhyuk harus merasakan kesakitan luar biasa untuk beberapa menit. Untuk duduk dengan posisi ini saja, butuh perjuangan karena saat ranjangnya bergerak sesuai remote, mau tidak mau tubuh Jinhyuk juga harus menyesuaikan.

Suster mengatakan lebih baik Jinhyuk untuk tetap berbaring, tapi ia menolak keras. Bahkan walaupun harus kesakitan, setidaknya ia butuh posisi nyaman.

The Story of...Where stories live. Discover now