Seungwoo memperhatikan kamar flat milik Jinhyuk. Iya, akhirnya Jinhyuk mengakui kalau dia pindah ke flat.
Dengan ruang yang tidak lebih besar dari ruang tengah apartmentnya. Tempat tidur diposisikan dekat jendela, lalu ada meja panjang dengan banyak laci sepertinya akan digunakan sebagai meja belajar dan tempat penyimpanan. Lalu ada sebuah lemari pakaian di pojok ruangan. Di sebelah kanan dari pintu ada dapur kecil yang cukup lengkap dengan kompor induksi, lemari pendingin satu pintu dan rak piring. Seungwoo juga melihat sebuah pintu lainnya, mungkin kamar mandi.
Sudah, hanya itu saja.
Jinhyuk melempar tas ranselnya ke tempat tidur lalu sedikit mendorong tiga koper ke dekat lemari. Seungwoo berpikir, apa hanya tiga koper itu saja bawaan Jinhyuk dari rumah.
"Jinhyuk..."
Jinhyuk menatap Seungwoo setelah membuka jendela, membiarkan udara malam menyeruak memenuhi ruangan tersebut. Terasa lebih segar karena udara dingin, sekaligus menghilangkan sisa bau cat yang masih samar tercium.
Jinhyuk lalu berjalan menghampiri Seungwoo dan tersenyum. "Lo orang kedua setelah Hangyul yang dateng ke sini. Seungyoun ajah baru liat fotonya."
Seungwoo mengernyit. "Kok Hangyul bisa yang pertama?"
"Soalnya, dia yang bantuin gue angkut koper," tukas Jinhyuk sembari terkekeh.
Seungwoo memutar bola mata. "Tch, kalo lo bilang mau pindah, gue yang bantuin dan jadi orang yang pertama. Tapi gak papalah jadi yang kedua. Sedikit seneng, Seungyoun baru cuma liat dari foto. Biasanya, apa-apa kan selalu dia yang lebih tau pertama."
Jinhyuk tergelak melihat sikap kekanakan Seungwoo.
"Iya gak papa, gak selalu jadi yang pertama. Tapi gue harap, lo akan selalu jadi yang terakhir buat gue. Lo yang akan selalu ada sampe akhir."
Walaupun ada senyum di wajah Jinhyuk, Seungwoo merasa tidak nyaman dengan ucapannya tadi.
Menjadi yang terakhir, selalu ada sampai akhir.
"Jinhyuk..."
Jinhyuk meraih tangan besar Seungwoo, lalu menautkan jemari mereka. Ada hangat yang menenangkan, tapi itu tidak cukup bagi Seungwoo. Apa yang diucapkan oleh Jinhyuk tadi, malah menyalakan 'alarm peringatan' di kepala Seungwoo. Jinhyuk menarik nafas panjang dengan fokus matanya tertuju pada tautan tangan mereka.
"Kalo sampe suatu hari nanti, genggaman tangan ini lepas..."
Jinhyuk kemudian mengangkat kepalanya dan menatap Seungwoo lurus pada matanya. Senyuman di wajah Jinhyuk kini terlihat begitu sedih. "Kalo sampe lepas, gue harap lo inget kalo lo adalah akhir buat gue. Terlepas nantinya, lo bakal nemuin awal yang baru."
Itu adalah tanda bagi Seungwoo.
Dengan satu tarikan di bahu, Seungwoo merengkuh Jinhyuk dan mendekapnya erat. Kedua tangannya memeluk tubuh pemuda yang sama tinggi dengan dirinya begitu protektif. Tidak sulit mengartikan maksud ucapan Jinhyuk barusan dan tidak sulit pula bagi Seungwoo untuk menepis.
"Gak akan gue lepas," ucap Seungwoo pelan, tapi ada getar dalam suaranya.
Jinhyuk diam. Merasakan tubuh Seungwoo yang memeluknya erat juga ikut gemetar.
"Lo denger, gak akan gue lepas. Genggaman tangan lo gak akan gue lepas. Lo juga harus inget itu, Jinhyuk."
*****
Tidak pernah dalam seumur hidup Jinhyuk kalau dia akan mengunjungi gedung pengadilan. Tapi pagi ini, dia berada di sebuah ruangan khusus yang disiapkan oleh pihak pengadilan untuk persidangan hak asuhnya. Ruangan yang berbeda dari yang biasa dipakai untuk proses persidangan.
YOU ARE READING
The Story of...
FanfictionJinhyuk yang selalu berusaha menjadi anak baik Dan Seungwoo yang berusaha untuk memahami Sequel of PoY ***COMPLETED****