Bagian 45

212 32 34
                                    

Hangyul mengernyit ketika ia melihat sosok Jinhyuk dengan matanya yang terlihat memerah dan sedikit bengkak di balik kacamatanya, seperti habis menangis. Tapi Hangyul tidak mempunyai keberanian untuk bertanya ada apa. Jadi, dia hanya diam dan membantu Jinhyuk memasukkan dua koper besar, satu koper yang sudah terlihat usang dan tiga kardus yang sudah disiapkan ke dalam mobilnya.

Hangyul menutup pintu bagasi belakang dan menatap Jinhyuk yang menaruh tas ranselnya di kursi penumpang belakang. "Nanti jam berapa mau ke flat-nya?"

"Kamu selesai jam berapa emangnya?" tanya Jinhyuk sedikit mendorong kacamatanya yang agak jatuh ke ujung hidung.

Oh, ini adalah moment langka di mana Jinhyuk memakai kacamatanya. Sebenarnya kemampuan melihat Jinhyuk tidak terlalu buruk, jadi kacamata itu hanya dipakai pada okasi tertentu saja. Tapi untuk kali ini, sepertinya Jinhyuk memakainya untuk menutupi bengkak matanya.

"Paling jam setengah dua belas. Aku cuma ada satu kelas buat hari ini."

Jinhyuk bergumam. "Yaudah, jam segitu ajah. Kita gak usah ikut makan siang bareng. Nanti, ditraktir makan di kedai deket gedung flat ajah gimana?"

Hangyul mengangguk. "Nanti kalo udah selesai kelas, langsung ke FE"

*****

Seungyoun sedang melihat foto-foto kamar flat Jinhyuk yang sudah selesai direnovasi. Memang berbeda jauh dari foto pertama yang dikirimkan oleh Jinhyuk sebelumnya. Dengan pemilihan warna cat dan furniture yang multifungsi, flat itu terlihat jauh lebih baik.

"Jadi, dianter sama Hangyul?" tanya Seungyoun seraya mengembalikan ponsel itu pada pemiliknya.

Jinhyuk hanya bergumam pelan. Fokusnya sedang tertuju pada layar laptop dengan jemari yang terus bergerak di atas keyboard. Hari ini, kelas pagi mereka dibatalkan. Tapi Prof. Kwak memberikan tugas yang harus segera dikumpulkan hari ini. Jadi, mereka masih berada di kelas dengan beberapa mahasiswa yang mengambil kelas yang sama.

Selain itu, Seungyoun merasa sedikit aneh saja dengan Jinhyuk yang tiba-tiba menggunakan kacamata. Tapi pemuda itu mengatakan kalau semalam matanya sempat iritasi, jadi sebagai tindakan preventif saja.

"Hyuk..."

Jinhyuk melirik Seungyoun yang bahkan tidak membuka laptopnya. Pemuda itu beralasan kalau tenggat pengiriman tugas baru berakhir jam sepuluh malam. Jadi, ia bisa mengerjakannya nanti saja.

"Apa?"

"Soal pindahan. Jadi, dianter sama Hangyul?"

Jinhyuk mendesah. Ia menyimpan dokumen tersebut sebelum menoleh pada Seungyoun. "Jadi, koper gue udah di mobil dia. Nanti setelah dia selesai kelas jam setengah dua belas, dia bakal jemput gue buat anter ke flat."

"Nggak ikut makan siang bareng dong?"

Jinhyuk mengangguk. "Bilang sama yang lain, ya. Lagian cuma naro koper ajah kok. Tapi nanti gue sama Hangyul bakal makan siang di kedai dekat gedung flat. Gue juga bakal balik lagi buat kelas sore kok."

"Oke. Terus, terapi? Lo dijemput nyokap?"

"Engga."

Kening Seungyoun berkerut. "Terus? Mau pergi sendiri. Apa dianter Hangyul juga? Eh, tapi emang Hangyul udah tahu?"

"Bukan sama Hangyul juga kok," ujar Jinhyuk seraya memperbaiki letak kacamatanya yang sedikit turun. Ia kembali menatap layar laptop karena tugasnya hanya butuh tiga paragraph terakhir sebelum bisa dikirim ke email Prof. Kwak.

"Terus? Lo gak mungkin pergi sendiri, kan? Apalagi lo gak bawa mobil. Mau gue anter?"

Jinhyuk menggeleng. "Gak perlu, Youn. Ada Seungwoo kok."

The Story of...Where stories live. Discover now