Gaeun mengikuti Jinhyuk yang berjalan tiga langkah di depannya. Ia sudah melakukannya sejak mereka meninggalkan gedung pengadilan empat puluh menit lalu.
Jinhyuk dan Gaeun meninggalkan gedung pengadilan setelah Jinhyuk berbicara pada hakim dan seorang pegawai dinas sosial di ruang terpisah dari ruang sidang. Keduanya meninggalkan ruang sidang sebelum mendengar keputusan hakim.
Gaeun tidak memeriksa ponselnya, bahkan ketika ada beberapa notifikasi pesan dan nada dering telepon yang ia yakini dari Paman Yeon Jun. Tapi ia terus berjalan mengikuti Jinhyuk, entah ke mana.
Mata Gaeun memperhatikan sosok pemuda yang lebih muda darinya. Jinhyuk sendiri pasti sadar kalau Gaeun mengikutinya, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Hingga keduanya berhenti di sebuah halte hampir 500 meter dari gedung pengadilan.
Hanya ada mereka di halte tersebut. Gaeun berjalan lebih mendekat pada Jinhyuk.
"Mau ke mana?" tanya Gaeun.
Jinhyuk meliriknya tapi dia tidak menjawab. Karena jujur, ia pun tidak tahu harus ke mana. Jinhyuk sudah tidak punya tujuan. Kecuali, mendiang sang bunda. Tapi makam Bunda ada di Yeosu, sedangkan Jinhyuk tidak bisa secara impulsive membeli tiket pesawat ke Yeosu, apalagi tanpa persiapan apa-apa.
Jinhyuk menghembuskan nafas dan menyadari bus mulai mendekat.
"Jinhyuk..." ucap Gaeun lagi.
Bus berwarna hijau itu berhenti di halte. Ada beberapa orang yang turun, sebelum ada tiga orang setengah berlari naik ke bus yang sama. Tapi bukan Jinhyuk dan Gaeun. Keduanya masih berada di halte yang sama, memandang bus hijau itu melaju pergi. Gaeun yang berdiri di samping Jinhyuk hanya diam memperhatikan.
Jalanan Seoul siang ini begitu ramai, sedikit agak terik. Untuk sepuluh menit berikutnya, tidak ada calon penumpang bus yang datang, walaupun dalam beberapa menit ada bus yang berhenti untuk menurunkan penumpang. Lagi, Jinhyuk dan Gaeun tidak naik ke bus tersebut.
Gaeun berpikir kalau dua bus tadi bukanlah bus dengan tujuan Jinhyuk.
"Gaeun..."
"Ya, Jinhyuk?"
Jinhyuk menatap Gaeun lalu tersenyum sendu. "Maaf ya, aku gak bisa ikut ke keluarga Minamoto."
Gaeun mengerjapkan mata beberapa-kali mendengar pengakuan Jinhyuk tersebut. Jika itu memang sudah keputusan final, ya tidak ada yang bisa merubahnya. Lagipula mereka tidak bisa menaikkan kasus ini pada peradilan yang lebih tinggi, terlalu banyak eksposur nantinya.
"Oh!" Gaeun berusaha tetap tenang dan tersenyum. "Kenapa minta maaf segala? Ya, gak papa. Tapi kapan-kapan dateng ya ke Osaka buat ketemu sama keluarga yang lain. Tapi minta ijin dulu sama Ayah kamu, kalo udah diijinin kabarin ya, biar dijemput."
Jinhyuk menghela nafas pendek dan bergumam pelan. Ia melihat ada sebuah bus lainnya mendekat. Bus itu berhenti tepat di hadapan mereka dan pintu terbuka. Ada beberapa penumpang yang turun, dan Jinhyuk beranjak memasuki bus tersebut.
Kecuali Gaeun.
Jinhyuk berbalik dan menatap Gaeun dan tersenyum tipis. "Iya, nanti kalo mau ke Osaka, bakal dikabarin. Tapi kayaknya gak perlu ijin juga. Aku kan udah bukan anaknya lagi."
Gaeun terhenyak saat mendengar ucapan Jinhyuk barusan. Pintu bus kemudian tertutup dan melaju pergi, meninggalkan Gaeun yang masih kebingungan.
"Apa maksudnya udah bukan anaknya lagi?"
*****
Jinhyuk sedikit terkejut ketika ia melihat sosok Seungwoo sedang menunggunya di luar kamar flatnya. Entah, sudah berapa lama pemuda itu berdiri di sana. Padahal jelas sekali Seungwoo memegang kunci cadangan yang ditinggalkan Jinhyuk tadi pagi.

YOU ARE READING
The Story of...
FanfictionJinhyuk yang selalu berusaha menjadi anak baik Dan Seungwoo yang berusaha untuk memahami Sequel of PoY ***COMPLETED****