Bagian 48

219 33 11
                                        

Jinhyuk memperhatikan Hangyul yang diam tertunduk dengan kaki yang terus menggesekkan sepatunya ke lantai rooftop. Saat Hangyul datang, dia langsung memeluk erat Jinhyuk dan malah membuat yang lain menatap bingung.

Tapi Jinhyuk, Seungwoo dan Seungyoun jelas tahu alasan dibalik pelukan tersebut.

Maka tanpa berkata apa-apa, Jinhyuk membawa Hangyul ke rooftop untuk bicara berdua. Tapi Hangyul malah lebih banyak diam. Angin sore berhembus lembut. Langit Seoul yang kebiruan kini mulai berganti warna dengan oranye kemerahan di ufuk barat. Mereka harus segera kembali.

"Gyul...? Gak mau tanya?" ujar Jinhyuk.

Hangyul melirik pada kakak sepupunya tersebut, lalu menggeleng tapi dengan bibir cemberut. Jinhyuk tertawa melihat ekspresi wajah Hangyul itu.

"Yakin...?"

Hangyul terlihat berpikir lagi. Ia mencebik jengkel lalu mengubah posisi berdirinya hingga berhadapan dengan Jinhyuk yang tengah bersandar di pagar railing rooftop. "Kak Jinhyuk kenapa milih buat hidup sendiri tanpa keluarga Lee dan keluarga Yoo? Kak Jinhyuk lebih milih keluarga Minamoto, ya?"

Jinhyuk mengernyit. "Sebelum aku jawab pertanyaannya, kamu kenapa bisa bilang aku milih keluarga Minamoto? Emang di keluarga Yoo, beritanya kayak gimana yang kesebar?"

"Gak tau. Hangyul cuma denger kalau hakim mutusin untuk cabut status hukum adopsi kakak. Artinya, kakak udah gak punya hubungan apa-apa lagi sama keluarga Lee ataupun keluarga Yoo. Kak Jinhyuk udah bukan anak Om Dongwook sama Tante Inna lagi."

"Tapi bukan berarti aku milih keluarga Minamoto kan?"

Hangyul diam. Matanya berkedip beberapa kali. Isi kepalanya seperti tengah mencerna ucapan Jinhyuk barusan. "Kakak gak milih keluarga Minamoto?" tanyanya dengan suara pelan.

Jinhyuk menggeleng sembari tersenyum tipis. "Hakim tanya ke aku, apa keputusan aku. Keinginan aku sendiri. Karena ini hidup aku, kan."

"Terus, kakak jawab apa?"

Jinhyuk menatap Hangyul dengan lekat. "Aku cuma mau nikmatin hidup aku sekarang. Dengan kondisi jantung aku sekarang, gak ada yang bisa nebak berapa lama aku bisa bertahan, Gyul. Jadi, aku mutusin kalau aku pengen hidup tanpa beban. Tanpa harus berpura-pura tersenyum di hadapan orang asing. Tanpa adanya tekanan dari orang-orang yang mengaku sebagai keluarga."

"Kak Jinhyuk..."

Jinhyuk berdiri tegak dan memandang Hangyul yang terlihat begitu sedih. "Maaf ya, Hangyul..."

Dengan cepat, Hangyul menggeleng. Ia menyeka pipinya yang sedikit basah, lalu berusaha untuk tersenyum. Tapi siapa yang mereka bohongi saat ini. Tangan Jinhyuk terulur untuk mengusap lembut kepala sepupunya tersebut –apa dia masih bisa menyebut Hangyul sebagai sepupu?

"Kalo itu bikin kak Jinhyuk lebih bahagia, Hangyul juga gak bisa ngehalangin kan. Selama ini, sejak kakak masuk ke keluarga Yoo, Hangyul gak bisa bantu apa-apa setiap kakak dapet perlakuan buruk dari keluarga. Jadi, harusnya Hangyul yang minta maaf. Maaf karena selama ini Hangyul cuma bisa diam dan gak bisa belain kakak."

"Bukan salah kamu, Gyul."

Jinhyuk kemudian merengkuh Hangyul dan memeluknya erat. Sementara Hangyul teus merapalkan kata maaf.

*****

Jinwoo menghampiri Mama yang sedang duduk sendirian di ayunan belakang rumah. Hari ini, rumah begitu sepi. Sejak Abang pindah ke flat, Jinwoo memang merasa rumah menjadi jauh lebih sepi. Apalagi setelah agen NSA yang biasa ada di rumah, sudah kembali ke kantor NSA.

Namun, hari ini ada suasana yang berbeda sejak ia pulang sekolah. Mama terlihat banyak diam dengan wajah begitu muram. Bahkan walaupun tersenyum, Jinwoo merasa Mama begitu sedih. Papa sendiri sepertinya sedang sibuk di ruang kerjanya. Dan, Jinwoo terpaksa makan malam sendiri karena Mama bilang sedang tidak lapar.

The Story of...Where stories live. Discover now