Bagian 18

301 43 33
                                    

Jinhyuk tengah bersantai di sofa, dengan punggung bersandar di lengan sofa, kedua kakinya diluruskan dan berat tubuhnya ditumpu ke sisi kanan yang bersisian dengan sandaran sofa. Matanya hanya terfokus pada pemandangan di luar gedung rumah sakit dari lantai sepuluh ini.

Tidak banyak yang bisa dilihat. Hanya kebanyakan langit dengan cuaca hari ini cukup cerah dan sepertinya lebih hangat mengingat hampir akhir bulan Februari, lalu sedikit bagian atas pohon yang tingginya bisa kelihatan dari lantai sepuluh dan beberapa gedung tinggi di sekitar rumah sakit.

Rasanya begitu bosan, padahal ia baru beberapa hari di rumah sakit.

Ah, Jinhyuk ingat! Minggu depan, awal bulan Maret sudah masuk masa orientasi mahasiswa baru. Jinhyuk memang bukan panitia inti, tapi biasanya panitia akan membutuhkan bantuan. Seungyoun bilang kalau dia sudah dihubungi oleh Sejeong untuk masuk ke panitia tambahan.

Saat mengecek notifikasi pesan, Jinhyuk juga mendapatkan pesan dari Sejeong. Tapi di beberapa baris chat terakhir, Sejeong mengatakan kalau Jinhyuk tidak perlu ikut karena kondisinya sekarang. Dan ia hanya bisa mengatakan permintaan maaf.

Jinhyuk menghembuskan nafas panjang lalu melirik tangan kirinya yang terdapat plester bening di punggung tangannya. Tadi suster datang untuk melepaskan infus. Kondisinya mulai membaik, tapi saat ditanya kapan ia bisa makan makanan solid, suster itu hanya tersenyum dan mengatakan Jinhyuk harus bersabar.

"Jinhyuk...?"

Jinhyuk ingin sekali menoleh tapi posisinya saat ini sudah begitu nyaman. "Ya, Pa?"

Papa kemudian sudah berdiri di sampingnya dan tersenyum. Jinhyuk sedikit mendongak. Papa mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Jinhyuk. Papa masih belum mengatakan apapun setelah memanggilnya. Itu membuat Jinhyuk mengernyit.

"Kenapa, Pa?"

Papa menghela nafas. "Nanti ada seseorang yang ingin bertemu dengan kamu."

"Siapa?"

"Paman Minamoto Rei. Kata Mama, saat kamu belum sadar, dia sudah pernah datang. Hanya sebentar. Dan sekarang karena kamu sudah sadar, dia ingin bertemu dengan kamu secara langsung."

Jinhyuk tidak mengatakan apa pun. Dia memang tahu cepat atau lambat akan bertemu dengan orang yang merupakan kakak dari mendiang Bunda. Mungkin karena berita kemarin juga, pria itu memutuskan untuk datang ke Seoul.

"Gak papa, kak? Kalo kamu gak mau ketemu, Papa bisa bilang..."

Jinhyuk menggeleng. "Aku mau ketemu. Cepat atau lambat aku harus ambil keputusan kan? Kata Papa, aku harus pikir matang-matang. Tapi karena Paman Minamoto udah di sini, rasanya gak sopan jika aku nolak ketemu."

*****

Selepas Jinhyuk mengatakan kalau dia akan menemui Paman Minamoto, Papa pamit untuk keluar sebentar. Katanya ingin bicara dengan agen Kim yang berjaga di luar kamar. Setelahnya, Jinhyuk segera meraih ponselnya dan menekan nomor kontak Seungwoo. Tadi dia memang sudah membalas pesan dari Seungwoo, namun belum ada balasan. Bahkan sepertinya pesannya belum dibaca.

Jinhyuk mendengar nada sambung untuk beberapa detik, sebelum terdengar suara Seungwoo.

"Hey..."

Jinhyuk memejamkan matanya, ada nafas lega. Entah apa yang membuatnya takut kalau Seungwoo tidak akan menerima panggilan teleponnya.

"Jinhyuk? Lo di sana?"

Jinhyuk menggenggam ponsel barunya dengan erat. "Lo gak bales pesan gue."

Ada suara kekehan di seberang sana.

The Story of...Where stories live. Discover now