Bagian 42

222 32 11
                                    

Jinhyuk mengernyit saat ia melihat mobil Hangyul terparkir dekat gedung FE. Ia tahu kalau Hangyul kuliah sampai sore tapi biasanya anak itu akan langsung pulang dan bukannya menunggu Jinhyuk. Entah ada apa hingga Hangyul menemuinya di sini.

Bergegas, Jinhyuk lalu menghampiri Hangyul yang langsung keluar dari mobil begitu melihat sosok kakak sepupunya.

Hangyul tersenyum tipis melihat penampilan Jinhyuk. "Ternyata beneran. Emang keliatan lebih gemes," komentarnya saat melihat topi baret itu masih ada di kepala Jinhyuk.

Sebenarnya saat Wooseok dan Byungchan hendak kembali ke gedung psikologi untuk kelas berikutnya, Jinhyuk sudah melepaskan topi baret itu untuk dikembalikan. Tapi Wooseok kembali memakaikannya di kepala Jinhyuk dan bilang kalau Jinhyuk harus terus memakainya. Ia bisa mengembalikan topi baret itu kapan saja.

Dan walaupun Wooseok sudah pergi, masih ada Seungyoun yang terus memakaikan lagi ketika Jinhyuk hendak melepaskan. Sampai akhirnya, Jinhyuk menyerah dan terus memakai topi itu sampai kelas terakhir.

"Jangan rese, Lee Hangyul. Kenapa ke sini?" tanya Jinhyuk.

"Disuruh anterin kakak pulang. Tante nelepon aku. Soalnya Pak Jang gak bisa jemput. Jadi yaa...." Hangyul kemudian mengedikan bahu.

"Kakak bisa naik bus."

"No! No! Tante bilang, kakak gak boleh pulang naik bus. Apalagi pas barengan jam pulang kantor begini," tukas Hangyul.

Jinhyuk mendengus pelan. Rasanya, Mama menjadi begitu protektif padanya sekarang. Kalaupun tidak boleh naik bus, Jinhyuk bisa pulang dengan taksi. Ya, walaupun pasti biayanya akan jauh lebih mahal. Hangyul memperhatikan Jinhyuk sekilas lalu membuka pintu depan untuk kakak sepupunya tersebut. Jinhyuk mendecih.

"Cari pacar, Gyul!" tukas Jinhyuk seraya naik ke dalam mobil.

Hangyul mengernyit. Ia menutup pintu dan memandang Jinhyuk yang langsung memakai seatbelt. "Apa hubungannya, kak?"

"Ya, cari pacar ajah. Emang kamu gak mau punya pacar?"

Hangyul mendengus lalu berjalan ke sisi kiri mobil tersebut, mengabaikan Jinhyuk yang tertawa kecil karena reaksi Hangyul tadi.

*****

"Aku denger dari Tante, kakak bakal pindah ke flat ya?"

Jinhyuk hanya bergumam pelan. Ia menyandarkan kepalanya di jendela dengan fokus pandangan mata memperhatikan kendaraan-kendaraan lain yang melaju di antara mobil Hangyul.

Hangyul melirik Jinhyuk. "Gak papa, kak? Udah minum obat kan tadi siang?"

Jinhyuk menghembuskan nafas. "Udah, Gyul. Tenang ajah. Cuma capek kok."

"Itu alesan kak Jinhyuk mau pindah ke flat deket kampus?"

Jinhyuk menegakkan tubuhnya lalu menatap Hangyul yang tengah menyetir. Jalanan sore ini tidak begitu padat. Paling tidak, mereka tidak harus terjebak di kemacetan yang hanya akan membuat Jinhyuk semakin sakit kepala. Rasanya dia sudah muak terlalu lama di jalanan.

"Mama cerita apa ajah ke kamu, Gyul?"

Hangyul menarik nafas. "Gak banyak. Soal kak Jinhyuk yang pengen pindah ke flat. Oh ya, nanti pas pindahan, aku bantuin bawa barang-barang, kak. Terus, soal kesehatan kakak juga. Tante bilang dokter Kang minta kakak gak terlalu capek dan itu juga alasan Tante ngebolehin pindah ke flat dibanding nyetir macet-macetan gini."

"Gak ada soal sidang hak asuh itu?"

Hangyul mengulum bibirnya menjadi garis tipis. Ia melirik Jinhyuk sekilas, kemudian menghela nafas pendek. "Well, kalo itu aku dengernya dari obrolan bokap nyokap ajah sih, kak. Ya, aku gak akan komentar apa-apa soal itu."

The Story of...Where stories live. Discover now