Bagian 32

246 40 42
                                    

Seungwoo melirik pada Jinhyuk yang tengah memejamkan mata. Dengan headset yang terpasang di telinganya. Sebelum meninggalkan area parkir, Seungwoo sempat bertanya kenapa Jinhyuk tidak menyetir hari ini. Tapi jawaban singkat dari Jinhyuk yang mengatakan kalau dia hanya sedang malas, itu membuat Seungwoo tidak bertanya lebih lanjut.

Dan sejak meninggalkan kampus, Jinhyuk memilih untuk menyumpal telinganya dengan headset dan memejamkan mata. Jinhyuk terlihat begitu lelah.

Mobil Seungwoo berhenti, bersama dengan mobil lainnya ketika lampu lalin berubah merah. Seungwoo menghela nafas pendek lalu menoleh. Ia memperhatikan Jinhyuk yang sepertinya tidak terganggu dengan suara ramai jalanan.

"Jinhyuk, lo tidur?" tanya Seungwoo pelan.

Namun, tidak ada tanggapan dari Jinhyuk. Seungwoo berpikir kalau Jinhyuk benar-benar sudah merasa lelah, jadi walaupun dia adalah light-sleeper, rasa lelah dan kantuknya lebih mendominasi hingga Jinhyuk tidak akan mendengar pertanyaan Seungwoo tadi.

Seungwoo kembali fokus lurus pada jalanan dan melajukan kembali mobil ketika lampu lalin sudah berubah hijau.

Langit Seoul perlahan berubah warna menjadi orange, tanda matahari sudah hampir berada di ujung cakrawala. Dan dengan kondisi jalan yang cukup macet, Seungwoo pikir mereka baru akan sampai di rumah Jinhyuk selepas jam makan malam.

Haruskah mereka menepi terlebih dahulu untuk makan malam bersama? Toh, Jinhyuk harus minum obatnya tepat waktu.

Seungwoo mengetuk-ketukan jemarinya pada kemudi. Gedung apartment-nya sudah cukup dekat. Jadi, mungkin ia bisa mengajak Jinhyuk mampir dulu untuk makan malam. Tapi...

Jinhyuk mengeliat perlahan. Ia membuka matanya dan berusaha untuk mengumpulkan seluruh kesadarannya.

"Lo udah bangun?" tanya Seungwoo.

Jinhyuk melepaskan satu buds headset dan bergumam pelan. "Berapa lama gue tidur?"

"Mungkin setengah jam. Jalan macet banget."

Jinhyuk berkedip beberapa-kali dan mulai menyadari kalau gerak mobil begitu pelan dan seluruh jalur sudah dipenuhi oleh mobil-mobil lainnya. Ah, mungkin dia seharusnya pulang naik bus atau subway dibandingkan merepotkan Seungwoo seperti ini.

"Gedung apartment lo udah kelewatan belum?" tanya Jinhyuk dengan suara sedikit serak.

Seungwoo melirik Jinhyuk. "Belum. Nanti tinggal belok kanan buat ambil jalan pintas. Kenapa? Mau mampir dulu sampe macetnya selesai?"

Jinhyuk menggeleng. "Gue turun di halte depan ajah kalo gitu. Lo pulang ajah. Nanti gue balik naik bus. Gak enak juga lo harus nganter gue pulang padahal macet begini."

Mata Seungwoo melebar. "Loh? Kok turun? Gak papa, gue anter pulang. Lagian Seungyoun bilang, gue harus anterin lo sampe rumah. Masa gue malah nurunin lo di tengah jalan."

"Woo, kalopun Seungyoun yang anter gue balik, kalo kondisi macet gini, gue juga bakal bilang buat diturunin di halte terdekat. Gak papa bener deh, daripada lo capek di jalan juga harus bolak-balik. Nepi di halte ya," pinta Jinhyuk.

"Engga, Jinhyuk. Sorry, untuk kali ini gue gak bisa nurutin lo. Gue anter pulang ajah. Apalagi lo keliatan capek banget. Kalo lo ada apa-apa pas naik bus gimana?" ucap Seungwoo dengan tegas.

Jinhyuk menatap Seungwoo yang hanya fokus pada jalanan, lalu menyandarkan punggungnya. Jinhyuk tidak membalas apapun. Dia hanya diam memperhatikan Seungwoo yang tengah menyetir, sampai pemuda itu merasa sedikit risih karena terus diperhatikan.

"Kenapa? Lo marah sama gue?" tanya Seungwoo.

"Not really. Kesel mungkin, tapi kalo marah kayaknya engga."

The Story of...Where stories live. Discover now