Jinhyuk tengah duduk di meja belajanya, sibuk menghitung pembiayaan terapi yang dia harus bayarkan. Sepulang dari kampus, Jinhyuk sempat pergi ke rumah sakit dan meminta bantuan Suster Kim untuk mendapatkan informasi mengenai rincian biaya untuk terapinya.
Kini, selepas makan malam, Jinhyuk sibuk menghitung angka dengan membandingkan biaya terapi dan uang tabungan yang dimilikinya.
Dari hasil hitungannya, dengan uang tabungannya sekarang, Jinhyuk bisa membayar sekitar lima sampai enam kali pertemuan terapi. Itupun di luar jika dokter Jang akan memberikannya resep obat nanti. Namun, selain menghitung biaya terapi, Jinhyuk juga harus menyisihkan uang untuk membeli buku-buku yang akan ia butuhkan selama semester ini.
Belum lagi dengan biaya lainnya, seperti untuk makan siang, membeli bahan bakar mobil, membayar tagihan ponsel setiap bulan, biaya tidak terduga lainnya.
Dengan uang tabungannya, Jinhyuk pikir dia masih bisa bertahan setidaknya dua atau tiga bulan jika berhemat. Hanya saja, Jinhyuk tidak tahu berapa lama dia harus menjalani terapi.
Jinhyuk melepaskan pensil dan bersandar di kursi. Menatap semua lembar-lembar kertas dihadapannya. Jinhyuk butuh uang.
Profit bagi hasil dari convenience store mungkin cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Tapi sesuai dengan kontrak, profit convenience store baru ditransfer ke rekeningnya setiap dua bulan sekali. Sedangkan dari jadwal dikirimkan dokter Jang, Jinhyuk setidaknya harus ikut terapi tiap minggu.
Jinhyuk menghela nafas pendek lalu berdiri dari kursi dan membuka lemari penyimpanannya. Ia mengeluarkan kotak penyimpanan teleskop miliknya. Ia menaruh kotak itu ke atas tempat tidur dan membukanya. Kondisi teleskopnya masih cukup baik walaupun sudah cukup lama dibeli.
Mungkin Jinhyuk bisa menjualnya dengan setengah harga dari awal ia membelinya.
"Kakak...? Mama bawain buah nih."
Jinhyuk kemudian bergegas untuk merapikan semua kertas-kertas di atas meja belajarnya, lalu menaruhnya di bawah laptop.
"Kak?"
"Iya, Ma. Tunggu."
Setelah memastikan semuanya sudah rapi, Jinhyuk kemudian membuka pintu kamar. Mama tersenyum lalu berjalan masuk ke dalam kamar.
"Tumben kamu ngunci pintu kamar," tutur Mama seraya berjalan menuju meja belajar untuk menaruh mangkuk berisi potongan buah.
Jinhyuk bergumam dengan gugup. "Lagi fokus nyari bahan materi kuliah. Gak sadar kalo tadi ngunci pintu."
Mama mengangguk. "Dimakan ya buahnya." Kemudian mata Mama tertuju pada kotak berisi teleskop yang ada di tempat tidur. "Kamu mau liat bintang lagi, kak?"
"Oh? Engga. Itu dikeluarin buat dibersihin," tutur Jinhyuk.
"Ah. Tapi jangan tidur larut ya, kak. Kata kamu, besok kuliah pagi, kan?" tutur Mama.
Jinhyuk mengangguk. Mama tersenyum tipis dan memperhatikan Jinhyuk yang sepertinya tidak tahu harus melihat ke mana. Sejak kejadian di rumah sakit lalu, Jinhyuk bersikap begitu canggung. Walaupun dia berusaha untuk kembali bersikap sewajarnya, tapi Mama tahu.
Mama tahu cukup banyak.
Mama menarik nafas lalu melangkah untuk merengkuh tubuh tinggi Jinhyuk. Dalam dekapannya, Jinhyuk sempat begitu tegang. Namun hanya untuk beberapa detik, sebelum Jinhyuk sedikit merendahkan tubuhnya dan membalas pelukan Mama.
"Maafin Mama ya, kak."
*****
Jinhyuk tengah melamun ketika Seungyoun datang dan duduk di sebelahnya.
YOU ARE READING
The Story of...
FanfictionJinhyuk yang selalu berusaha menjadi anak baik Dan Seungwoo yang berusaha untuk memahami Sequel of PoY ***COMPLETED****