Peduli

18K 1.7K 184
                                    

Hola ... ketemu lagi nih sama CEO cuek, dan mantan sekretarisnya yang super absrud. Hihi ....

Happy reading ....

•••

Tamparan keras mendarat di pipi Handoko, hingga meninggalkan rasa panas dan bekas kemerahan, tetapi ia bergeming menatap sayu wanita yang kini berdiri tepat di depannya dengan meja sebagai pembatas. Sedangkan Devano melemparkan tatapan yang begitu tajam, seolah siap untuk menerkam mangsa jika situasi berpihak padanya.

"Dipenjara aja nggak bakal cukup untuk menebus kesalahan kamu sama Alana, Mas! Gara-gara keegoisan kamu, sekarang dia harus berjuang keras di rumah sakit!" pekik Nia disela isakan tangis, sambil menunjuk mantan suami.

Sungguh, dunia serasa runtuh menimpanya ketika mengetahui bahwa putri semata wayangnya tengah berjuang antara hidup dan mati di rumah sakit. Dan yang lebih menyakitkan, ternyata mantan suami lah pelaku utama kasus penculikan sekaligus penyiksaan pada Alana.

Rasanya, hati bagai ditusuk pedang paling tajam di alam semesta. Perasaan marah, khawatir, takut, kecewa, serta sedih bercampur jadi satu membuat dada semakin berdenyut nyeri dan sesak. Sangat sesak, sampai untuk bernapas saja terasa begitu sulit.

Dengan teganya, dulu Handoko pergi meninggalkan dia dan Alana, tanpa mempedulikan tangisan pilu putrinya yang meminta agar pria itu tetap tinggal. Namun, permintaan Alana hanya dianggap angin lalu, tak dihiraukan sama sekali. Hingga mereka berdua harus bertahan hidup dengan membuka toko sembako kecil-kecilan, berulang kali hampir mengalami kebangkrutan, hingga akhirnya bisa hidup nyaman.

Namun, kebahagiaan putrinya kembali direnggut paksa tatkala Handoko kembali hadir, dan meluluhlantakkan impian gadis malang itu. Bahkan, sekarang ia hanya bisa terus berdoa, agar Yang Maha Kuasa menyembuhkan Alana. Baginya, tak ada yang lebih penting daripada Alana, dan tanpa gadis itu maka hidupnya tak berarti apa-apa lagi.

"Asal kamu tahu, walaupun kamu udah pergi ninggalin Alana, tapi dia nggak pernah membenci kamu!"

"Bagi saya kalian adalah masa lalu!" sela Handoko, kemudian mengalihkan pandangan saat Devano semakin menatapnya nyalang dengan rahang mengeras, tanda amarah yang kian mendominasi dirinya.

"Mungkin, aku adalah masa lalu kamu, tapi Alana nggak akan pernah bisa jadi masa lalu buat kamu, Mas! Sampai kamu sembunyi di ujung dunia pun, dia akan tetap jadi anak kamu! Dia adalah darah daging kamu! Di mana hati nurani kamu, Mas?! Kenapa kamu bikin Alana menderita?!"

Wanita paruh baya itu menangis sejadi-jadinya, bahkan nyaris terjatuh jika saja Devano tidak sigap merangkul bahunya. Ya, tubuh semakin terasa lemas seolah tak bertulang, karena kekuatan dalam dirinya sudah terkuras.

"Jika saja bukan di kantor Polisi, saya pasti sudah membuat tulang-tulang Anda hancur karena berani menyakiti dua perempuan yang sangat berarti dalam hidup saya," geram Devano, membuat lawan bicaranya meneguk saliva dengan susah payah.

Pasalnya, jika CEO muda itu sudah berbicara, maka yang dikatakannya bukan hanya ancaman semata. Bahkan, dulu ia juga sampai membuat Bos berandalan yang mengganggu Alana dan Gavin babak belur, baru dijebloskan ke penjara.

Sayang, preman sialan itu tidak mau membuka mulut, mengenai siapa yang memerintakan untuk melukai Alana. Meski begitu, dirinya sudah mengetahui dalang di balik kejadian beberapa bulan lalu, tetapi memilih untuk tetap diam. Baginya, sejahat apapun seseorang, ia tidak akan menggunakan kekerasan terhadap perempuan.

"Ha-harusnya kamu berterima kasih pada saya, karena sudah membuat gadis sialan itu hampir tiada. Percuma dia hidup, jika hanya membuat banyak orang menderita," balas Handoko, diakhiri senyuman sinis.

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang