Sahabat selamanya

17.7K 1.2K 45
                                    

Halo ... apa kabar?
Semoga sehat dan bahagia selalu ya.

Udah siap baca chapter menuju ending?
Yuk langsung aja. Hehe ....

Happy reading ....

•••

Setelah dari toilet, bukannya langsung menuju pelataran gedung, Gavin justru berdiri menyandar pada dinding dengan tangan bersedekap, tak lupa menyunggingkan senyum termanis ala playboy pada gadis yang kini berdiri di hadapan. Ya, harus diakui bahwa seseorang di depannya memang cantik, tetapi pakaian yang dikenakan seperti kekurangan bahan hingga menampakkan bagian tubuh yang seharusnya tertutupi.

Jika ada yang bertanya, kenapa ia ada di sini? Maka jawabannya adalah, karena sang sahabat laknat kekeuh ingin berkenalan dengan gadis itu. Dan ya, jika lawan bicaranya tidak masuk dalam jeratan kata-kata manis yang diucapkan, maka dipastikan dia lolos seleksi untuk menjadi pasangan Zainal. Namun, jika dilihat dari cara gadis itu memperhatikannya, dia jadi sedikit ragu.

Ayolah ... siapa sih perempuan yang tidak jatuh dalam pesonanya? Tidak ada. Tentu saja Alana dan Tari menjadi pengecualian. Pawang mereka terlalu menakutkan daripada hantu.

"Hai, Cantik ... boleh minta nomor rekeningnya nggak?" 

Lihat, jurus jitu pria jangkung itu dalam menarik perhatian, begitu berbeda dari para buaya di luaran sana. Jika biasanya mengajak kenalan dengan meminta nomor telepon, maka ia langsung ke rekening. Benar-benar playboy kelas kakap.

"Kenapa? Mau ngirim uang?" Gadis itu bertanya dengan kerutan dahi menghiasi wajah.

Gavin menggeleng. "Mau ngirim saldo cintaku padamu," bisiknya dengan suara serak-serak basah, membuat lawan bicara menelan ludah. Gugup.

Beruntung Silvi tidak di sini, jika ada maka tamatlah riwayatnya.

"Hahaha, kamu bisa aja bercandanya."

"Padahal serius lho." Lagi, pria berginsul itu berakting seolah merasa sedih karena ucapannya dianggap sebagai candaan semata. Padahal memang benar.

"Nomor telepon aku aja, mau?"

Mendengar tawaran yang diberikan oleh lawan bicara, membuat Gavin tertawa dalam hati. Merasa yakin, jika gadis di hadapannya sangat mudah tertarik pada rayuan playboy tampan. Ya, tidak ada salahnya memuji diri sendiri. Toh, dia memang tampan. Bahkan mantannya ada di mana-mana.

"Emang nggak ada yang marah?" Ia balik bertanya.

"Nggak ada dong ...."

"Ah, masa? Pasti ada, kan?"

Gadis itu menggeleng cepat. "Nggak ada."

"Aku takut dimarahin sama jutaan laki-laki."

"Kok bisa?"

"Iya, mereka iri, soalnya cuma aku yang bisa deket sama bidadari secantik kamu."

Zainal yang mendengar dari balik dinding merasa mual mendengar gombalan maut Gavin. Ck, benar-benar menjijikkan. Namun anehnya, banyak gadis yang masuk ke dalam perangkap sahabat laknatnya itu.

"Ah, Mas, bisa aja. Aku jadi malu."

Gavin meringis geli saat gadis di hadapan tiba-tiba memukul lengannyanya pelan.

"Digombalin malu, tapi pake baju kurang bahan nggak malu," gumamnya pelan.

"Apa, Mas?"

"Nggak ... itu tadi ada pangeran kodok nyari nyamuk buat bertahan hidup." Pria jangkung itu menjawab asal.

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang