"D-de-va-no," gumamnya terbata.
Alana berbalik membelakangi pria itu. Menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya secara perlahan, kemudian tersenyum manis berusaha menjernihkan pikirannya agar tidak berhalusinasi. Namun, baru saja ia hendak meletakkan cangkir di meja, dirinya kembali dibuat tercengang saat melihat papan nama berukuran kecil yang bertuliskan 'Devano Kenza Pratama' di atas meja.
Rasanya, jantung seakan berhenti berdetak karena melompat jauh dari tempat yang semestinya. Dan membuat jiwa raganya syok berat, hingga tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.
Kakinya melangkah mundur menjauhi meja, dengan cangkir yang masih berada di genggaman. Entah ini semacam takdir atau permainan nasib, tetapi hal itu benar-benar mampu membuat dirinya terguncang. Cukup lama ia terdiam mematung sambil memejamkan mata, menyandarkan tubuh pada sesuatu yang terasa begitu nyaman di belakangnya.
"Ya Allah ... jika ini mimpi, tolong bangunkanlah hamba dari mimpi buruk ini ...!" pekiknya.
"Berisik!"
Gadis itu kembali membuka mata lalu memutar tubuh kebelakang, kemudian mendongakkan kepala. Netranya menatap lekat wajah tampan nan dingin yang berada sangat dekat dengannya, hingga ia bisa merasakan deru napas pria itu. Ia segera mundur satu langkah, mengerejapkan mata berkali-kali agar tersadar dari hayalan, mimpi, atau halusinasi yang melibatkan masa lalu ini.
Namun, sosok pria yang berada di hadapannya tak kunjung hilang. Dan justru malah memberikan tatapan dingin padanya.
"Bangun, Alana ... please, aku nggak mau kalo harus kerja jadi sekretaris dari buaya darat ini ...," gumamnya sambil menepuk pipi berkali-kali.
Sentilan pada kening, membuat Alana meringis kesakitan seraya mengusapnya. Ia menatap tajam pria yang sudah menyentil keningnya lalu mendengus kesal, seraya memanyunkan bibir. Namun, sepertinya pria itu terlihat biasa saja dan merasa tak berdosa, meski sudah menyentil kening Alana dengan cukup keras.
"Mulai sekarang kamu harus disiplin, karena menjadi sekretaris saya."
What? Mati aku! Ternyata ini bukan mimpi, tapi kenyataannya!
Alana memandang pria yang berdiri di hadapannya, dari ujung rambut hingga kaki. Jujur saja, dirinya dibuat kagum sekaligus tercengang karena Devano benar-benar terlihat semakin tampan dan cool, apalagi saat kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana.
Tak hanya itu, penampilan dan sikapnya pun sangat jauh berbeda dengan yang ia kenal dulu. Jika dulu Devano sangat humoris dan berpenampilan apa adanya, kini pria itu terlihat sangat rapi dan sikapnya pun lebih tegas.
Wuah ...! Kenapa dia ganteng banget, sih?
Begitulah kira-kira pernyataan yang terpancar dari sorot mata gadis itu. Namun, sedetik kemudian dia segera menggelengkan kepala dan membuang jauh-jauh pujian untuk Devano yang muncul dalam hatinya. Tak mau kembali terperosok ke dalam jurang yang sama.
"Berhenti melamun!"
Alana tersenyum kikuk. "M-maaf."
Devano hanya diam, tetapi sorot matanya masih menatap tajam pada gadis itu.
"Buaya, tolong pecat aku detik ini juga, ya. Please ...," pintanya memelas.
"Buaya? Kamu pikir ini adalah kebun binatang. Berani sekali kamu memanggil saya dengan sebutan 'Buaya'!" sahut Devano.
Astaga ... ternyata dia udah lupa sama panggilan 'Buaya' dan 'Panda', pantesan aja jadi galak. Apa sekarang dia berubah jadi singa, ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]
RomanceMantan. Sebutan itu biasanya ditujukan untuk seseorang yang pernah mengisi kekosongan relung hati kita, tetapi harus berakhir dengan perpisahan. Disaat itulah seseorang mulai mengubur dalam-dalam semua kenangan indah yang pernah dilewati bersama pas...