Biang kerok Gavin

18.5K 1.8K 349
                                    

Halo ... apa kabar?
Semoga sehat dan bahagia selalu ya 😁

Siap baca part ini?

Yuk langsung aja.

Happy reading ....

•••

Silvi duduk termenung di balik meja kerja dengan tangan kiri menopang dagu, sedangkan yang kanan memainkan bolpoin di genggaman. Sudah lebih dari dua minggu, ia tidak fokus bekerja karena pikiran selalu dipenuhi oleh bayang-bayang Gavin. Sampai detik ini, pria itu tak kunjung memaafkannya, bahkan semua pesan dan telponnya selalu diabaikan. Jika terus-menerus seperti ini, bisa jadi dirinya akan dipecat akibat kinerja yang terus menurun.

Walau berkali-kali Alana memberi nasihat agar tidak menyesali apa yang sudah terjadi, dan memberikan Gavin waktu menenangkan diri. Namun, tetap saja hatinya tidak tenang seolah tak terjadi apa-apa. Ah, jika saja waktu bisa diputar, ia ingin kembali ke masa di mana hubungannya dan sang pujaan baik-baik saja. Sayang, semua itu mustahil.

"Jangan ngelamun."

"Eh?"

Gadis bersurai hitam itu mendongak. Seketika beranjak dari tempat duduk, seraya menutup mulut menggunakan telapak tangan. Terkesiap melihat lelaki yang selama ini dirindukan, tiba-tiba berdiri di hadapannya.

Rasanya, ia ingin sekali menerjang tubuh tinggi Gavin. Memeluknya erat, menyalurkan rasa rindu yang sudah menumpuk di hatinya. Namun, semua itu hanya sebatas angan, karena nyatanya tubuh justru tetap diam di tempat seperti patung.

"Kalo kerja jangan ngelamun, nanti dimarahin sama Kak Dev. Dia, kan, galak. Beda sama gue yang baik hati dan tidak sombong," ujar Gavin diiringi kekehan kecil.

Alih-alih menjawab, Silvi justru menunduk bersamaan dengan air sebening embun yang mengalir dari pelupuk mata. Tentu saja hal ini membuat Gavin berjalan mendekat, lalu memeluk tubuh mungilnya. Sesekali tangan pria itu menepuk-nepuk punggungnya pelan, sampai tangisnya mereda.

Perlakuan manis sang pujaan benar-benar mampu membuat hati berbunga-bunga, tetapi juga memperdalam rasa penyesalan dalam diri. Sungguh, ia menyesal pernah bersikap kasar, padahal Gavin selalu bersikap baik dan manis padanya.

"Maaf udah buat kamu kecewa," lirihnya dengan suara bergetar, menahan tangis.

Pria itu tersenyum tipis, seraya mengeratkan pelukannya. "Udah gue maafin dari lama. Cuma ... gue pengen ngasih lo pelajaran aja, biar nggak asal menilai orang lain hanya karena 'Katanya', bukan 'Faktanya'."

"Maaf, aku salah."

Silvi meregangkan pelukannya. Mendongak menatap setiap inci wajah tampan milik Gavin, yang tengah memandangnya teduh. Hingga membuat hati semakin berdesir hangat, kembali menimbulkan rona merahdi pipinya. Tersipu malu. Terutama saat pria itu menyeka air matanya penuh sayang, yang dirinya semakin salah tingkah.

"Jangan diulangi lagi," tutur Gavin.

Gadis itu mengangguk. "Iya."

"Bagus. Ini baru namanya calon pacar yang penurut," ujar Gavin, disambut kekehan kecil oleh Silvi.

"Hah?"

"Pacaran yuk," ajak Gavin tanpa basa-basi.

"Pa-ca-ran?"

Gavin berdehem. "Mau nggak?"

"I-ya," gagap Silvi malu-malu.

Pria jangkung itu mengerutkan dahi, sembari bersedekap dada. Menatap wajah cantik milik Silvi, lalu tersenyum tipis. "Iya apa?" godanya.

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang