Tantangan

17.7K 1.7K 263
                                    

Happy reading ....
•••

Sepulang dari cafe, Alana langsung membersihkan diri guna menghilangkan rasa penat dan letih setelah sibuk beraktifitas. Kemudian bersantai di sofa ruang tamu seraya menonton drama Korea favoritnya, karena meskipun sudah berulangkali diputar, tetapi tidak pernah bosan dan selalu saja terbawa perasaan.

Ya, daripada pusing memikirkan perdebatannya dengan Desi, lebih baik menenangkan diri dengan menonton, serta menikmati makanan ringan yang sudah ia siapkan sebelumnya.

Tak hanya permasalahan dengan Desi saja yang membuatnya kesal, tetapi jika kejadian pagi tadi kembali muncul dalam benaknya, maka ia pasti akan berteriak seraya mengacak rambut frustasi. Pasalnya, setiap berada di dekat Devano maka akal sehat dan urat malunya tiba-tiba hilang seketika, hingga membuat dirinya melakukan hal-hal bodoh dan terkesan mempermalukan diri sendiri. Menyebalkan.

"Ya ampun ... siapa lagi, sih?!"

Berdecak kesal. Gadis itu meletakkan laptop di atas meja, lalu beranjak dari tempat duduk saat mendengar bel rumahnya berbunyi tanda ada tamu yang datang. Berjalan menuju pintu utama, kemudian membukanya secara perlahan.

Ya, dirinya sangat penasaran siapa orang yang menganggu ketenangannya malam-malam begini.

"Tiang Listrik?"

Netranya terbelalak saat mendapati pria berpenampilan preman berdiri di teras rumahnya sembari tersenyum hangat.

"Bukan, gue tiang jemuran!" sahut Gavin, sambil menyentil kening Alana hingga si empunya meringis kesakitan.

"Aw, sa-kit ...!" Gadis itu mengusap keningnya yang memerah, sembari menatap Gavin tajam. Bahkan saat ini tangan kirinya sudah terkepal kuat, seolah ingin mencakar wajah babak belur pria di depannya. Biar tambah hancur.

"Udah si, nggak usah ngambek. Gue nggak mau ya, punya musuh jelek terus suka ngambek kaya lo. Kan jadi tambah nyeremin, Tet," celetuk Gavin.

Tangan kiri Alana terulur menarik kerah jaket milik Gavin, hingga membuat pria itu membungkuk mensejajarkan diri dengannya. Keduanya memandang satu sama lain. Bedanya, Alana melemparkan tatapan setajam elang, sedangkan Gavin memberikan tatapan santai dan terkesan mengejek bagi gadis itu.

"Kalo aja ibu nggak lagi istirahat, aku pasti udah nyakar muka kamu yang so-ngong ini," gerutu Alana penuh penekanan.

"Kalo aja Tante Nia nggak lagi istirahat, gue pasti udah udah ngelamar lo buat jadi kakak sepupu gue," balas Gavin dengan entengnya.

"Ck, nyebelin!" Gadis berambut panjang itu melepaskan kerah jaket Gavin, lalu mundur satu langkah seraya mencebikkan bibir.

Sedangkan Gavin kembali berdiri tegap, diiringi senyum penuh kemenangan karena berhasil menjahili musuh bebuyutannya.

"Kenapa? Lo berharapnya, gue yang bakalan jadiin lo istri, iya? Bermimpilah!" sahutnya, dengan kepercayaan diri tingkat tinggi.

Alana bergidik jijik mendengar jawaban pria di hadapannya, bahkan isi perutnya hampir saja keluar. Mual melihat tingkah Gavin yang terlalu percaya diri. Ya ... walaupun harus ia akui bahwa adik sepupu Devano memang lumayan tampan dan keren.

Namun, sikap super menyebalkan yang membuat amarahnya selalu mendidih sampai ubun-ubun, membuat dirinya harus berpikir ribuan kali untuk menjadikan Gavin sebagai pria idaman. Ck, membayangkannya saja sudah membuat Alana bergidik ngeri, karena setiap saat pasti akan dilewati dengan pertengkaran jika ia dan Gavin benar-benar berjodoh.

"Ngahaluin gue ya lo?!"

Pria jangkung itu menatap Alana penuh selidik, tatkala melihat gadis itu terdiam mematung sembari memperhatikannya.

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang