Ujian Terberat

17.3K 1.8K 474
                                    

Halo ... apa kabar?
Semoga baik dan bahagia selalu ya ... hehe 😁

Semangat untuk yang sedang menjalankan ibadah puasa 🥰

Jangan lupa vote, komentar, dan krisannya 🙏🥰

Happy reading ....

•••

Pukul 12.15 siang, Tari berjalan menuju ruangan CEO perusahaan Deka Group, seraya menjinjing rantang berisi makanan untuk sang ayah. Walaupun kejadian beberapa Minggu lalu masih meninggalkan sesak di dada, tetapi hal itu tidak dapat menghilangkan rasa hormatnya pada pria yang selama ini selalu menjaga dan menyayanginya, serta keluarga.

Sesekali ia juga mengulas senyum tipis, tatkala berpapasan dengan karyawan yang berlalu lalang menyapa. Tentu saja, sikap ramahnya membuat mereka tampak terkejut sekali senang dalam waktu bersamaan, karena selama ini sikap angkuh dan sombong sudah melekat pada dirinya. Namun, perlahan semua mulai berubah bagai es yang mencair akibat terkena sinar mentari. Ya, setelah takdir mempertemukannya dengan pria tegas dan penuh tanggung jawab seperti Arian Prayoga.

Ketika langkah hampir dekat pada ruangan CEO, tiba-tiba dia berhenti saat tak sengaja mendengar percakapan orang yang berada di dalam sana. Detik itu juga, dahi dan telapak tangan langsung berkeringat dingin, dibarengi dada yang berdebar kencang. Bahkan dirinya hampir terjatuh jika saja tidak bersandar pada pintu, akibat lutut terasa sangat lemas seolah tak bertulang.

"Bagus ... tidak sia-sia saya membayar mahal, karena kalian bekerja dengan sangat baik. Setelah sekian lama, akhirnya saya bisa menyingkirkan gadis pembawa sial itu," ujar Handoko, diakhiri tawa jahat yang terdengar sangat menakutkan di telinga Tari.

"Ya, bawa dia ke gudang kosong dekat kantor. Saya sendiri yang akan mengantarkannya menuju gerbang kematian."

Gadis jelita itu langsung menutup mulut menggunakan telapak tangan, berusaha meredam suara tangis yang tak dapat tertahankan lagi. Sungguh, ia tidak percaya jika pria yang selama ini begitu menyayanginya, ternyata amat sangat kejam. Namun, siapakah gadis yang hendak dihabisi oleh Handoko?

"Pem-ba-wa si-al?" Seketika matanya melebar, kala mengingat julukan yang dulu ia berikan untuk seseorang yang dibencinya. "Alana?!"

Rasa takut, marah, dan kecewa bercampur jadi satu membuat dada terasa semakin sesak dan nyeri. Bagaimana bisa seorang ayah berniat menghabisi nyawa darah dagingnya sendiri? Tunggu, masih pantaskah pria itu disebut ayah? Jika sikap dan perilakunya saja bagaikan iblis.

"Iya, saya akan ke sana sekarang."

Tari segera bersembunyi di balik tembok, saat mendengar suara derap kaki mendekat ke arah pintu. Benar saja, Handoko berjalan menuju lift sambil memasukkan ponsel ke dalam saku jas. Akhirnya, ia bisa bernapas lega karena pria itu tak menyadari kehadirannya. Tanpa menunggu lama, segera merogoh ponsel dari dalam tas, kemudian menghubungi Polisi dan ambulance untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Setelah itu, segera masuk ke dalam lift untuk menyusul sang ayah menuju gudang kosong yang berada tak jauh dari perusahaan Deka Group, sembari menelpon Devano. Namun, berkali-kali mencoba, pria itu tetap tidak menjawab. Hingga membuat emosi dalam dirinya timbul, karena disaat genting Devano justru mengabaikan panggilan darinya.

"Argh ... kenapa nggak diangkat, sih?!" teriaknya, sambil mengacak rambut frustasi.

Dengan tangan gemetar, dia mencoba untuk mengirim pesan pada Devano, walau berulang kali harus kembali mengetik kata-kata yang tidak tepat. Ketika pintu lift terbuka, dirinya segera berlari keluar tanpa mempedulikan sapaan para karyawan, bahkan rantang yang semula dibawa pun entah ada di mana.

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang