Hai ... ketemu lagi nih sama Pak Dev dan Alana. Ada yang kangen nggak? Atau malah kangennya sama si Tiang Listrik?
Seperti biasa, cuma mau ngingetin jangan lupa vote, komentar, dan krisannya yak. Hehe
Happy reading ...
•••
Asep keluar dari mobil, bergegas membukakan pintu untuk Devano. Ia segera menundukkan kepala sopan, saat tuan mudanya turun seraya menjinjing dua kantong plastik berisi sayuran.
"Makasih, Mang," tutur Devano.
Jujur, ia agak sedikit canggung karena tidak terbiasa dibukakan pintu seperti ini. Dirinya lebih suka keluar mobil sendiri, daripada menunggu seseorang membukakan untuknya. Namun, kantung plastik dikedua tangan membuatnya kesulitan membuka pintu sendiri.
"Sama-sama, Den." Pria paruh baya itu menundukkan kepala sopan, saat sang majikan berjalan melewatinya. Kemudian mengikuti dari belakang.
Sejak pulang dari kantor, senyum di wajah Devano tak pernah luntur barang sedetikpun. Padahal, pagi tadi ia sangat tidak bersemangat untuk pergi bekerja, dengan alasan mengantuk dan malu jika ada yang melihat wajah sembab serta lingkaran hitam di bawah matanya. Yang diakibatkan begadang semalaman menonton drama Korea, bersama Gavin, Arian, dan Asep.
Namun, setelah bertemu dan menjahili Alana, sekarang dirinya justru amat sangat bersemangat meski harus lembur di kantor. Ya, itu keinginannya agar bisa selalu dekat dengan sang pujaan hati, tetapi tidak untuk gadis itu yang ingin cepat-cepat pulang karena selalu darah tinggi saat berdebat dengannya. Menggemaskan sekali.
Entah mengapa, sikap dingin dan tegas sebagai seorang CEO, hilang dalam sekejap saat berhadapan dengan Alana. Mungkin sekarang dia sudah menjadi budak cinta setelah kembali bertemu dengan mantan kekasihnya, hingga membuat sikap humoris yang sempat menghilang, mulai muncul secara perlahan. Dan bisa jadi Devano akan kembali seperti dulu lagi. Bukan pria dingin yang irit bicara, tetapi kebalikannya.
CEO muda itu menghentikan langkah tepat di ambang pintu dapur, saat melihat seorang wanita tengah berdiri membelakanginya. Sibuk berkutat dengan peralatan masak.
"Mamah," panggilnya, langsung membuat wanita paruh baya itu berbalik seraya tersenyum hangat.
"Pas banget kamu pulang, Dev. Mamah lagi masakin makanan kesukaan kamu," ujar Rita.
Devano berjalan memasuki dapur. Setelah meletakkan barang belanjaan di meja, ia mencuim lembut punggung tangan kanan sang ibu.
"Mamah ke sini sama siapa?" tanyanya, kemudian duduk di salah satu kursi.
"Rasya." Rita menjawab, lalu kembali berbalik membelakangi putranya. Berkutat dengan peralatan masak.
"Rasya? Bukannya dia lagi ada tugas ke luar kota?" Lagi-lagi pria itu bertanya.
"Udah pulang kali ... makanya, kamu itu jangan sibuk kerja, kerja, dan kerja terus. Sekali-kali pulang ke rumah, kumpul sama keluarga, biar nggak keliatan jomblo gitu loh, Dev," celoteh Rita, tanpa memikirkan perasaan putra sulungnya.
Devano berdehem, lalu menghela napas sembari memutar bola mata malas. "Devano nggak jomblo, Mah."
"Terus apa namanya, kalo cowok yang usianya hampir 30 tahun tapi masih sendiri? Bujang lapuk? Iya?"
"Single."
"Iya, sama aja jomblo, Dev ... Dev. Cuma tulisannya aja yang beda," sahut Rita.
"Single itu pilihan, sedangkan jomblo itu nasib," elak Devano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]
Roman d'amourMantan. Sebutan itu biasanya ditujukan untuk seseorang yang pernah mengisi kekosongan relung hati kita, tetapi harus berakhir dengan perpisahan. Disaat itulah seseorang mulai mengubur dalam-dalam semua kenangan indah yang pernah dilewati bersama pas...