Memaafkan

13.3K 1.1K 60
                                    

Halo ... apa kabar?
Semoga sehat dan bahagia selalu ya.

Update spesial malam minggu, bagi kaum rebahan😂

Happy reading ....

•••

Pria jangkung berkaus putih dipadu celana jeans hitam serta jam tangan warna senada itu, menatap lekat setiap inci wajah ayu gadis yang berdiri di hadapan, guna memastikan bahwa kondisi pujaan hati tidak seburuk beberapa hari lalu. Sungguh, ia tidak bisa tenang setelah melihat kekasih pergi begitu saja seraya menangis saat itu, hingga tak bisa fokus bekerja, dan kehilangan selera makan.

Namun, melihat senyum yang terpatri di bibir Alana cukup membuat hati menjadi lega, dan yakin bahwa kekasih adalah perempuan kuat. Sangat kuat, hingga masih bisa menerbitkan senyum seindah mentari, bahkan setelah berbagai cobaan terus-menerus menimpanya.

Mengikis jarak dengan Devano, Alana mendongak memandang wajah tampan di depannya, lalu mengulurkan tangan menyentuh pipi sang pujaan. "Sering telat makan, ya? Sampe kurus gini," lirihnya.

Menghela napas panjang, tangan Devano terulur menarik pelan pipi kiri kekasih,  sembari mengulas senyum lebar hingga menampilkan lesung yang beberapa waktu belakangan tak terlihat, kemudian bergumam, "Chubby sekali, jadi ingin menggigitnya."

Gadis berparas jelita itu terkekeh kecil, kemudian menghambur ke dalam dekapan Devano. Memeluknya erat, seraya menghirup aroma harum yang menguar dari tubuh sang pujaan. Sungguh, ia benar-benar merindukan kekasih, tetapi baru berani memberi kabar untuk bertemu setelah suasana hati mulai membaik. Pasalnya, saat diri dikuasai rasa sakit, kecewa, dan amarah bisa saja ia akan melemparkan semua kesalahan pada pria yang dicintai, lalu mengambil keputusan tanpa berpikir dua kali.

Sudah cukup amarah menghancurkan hubungannya dan Devano lima tahun lalu, sekarang tidak lagi. Dia tak akan mengambil keputusan dalam keadaan kacau, jika tidak ingin kehilangan banyak hal yang berharga dalam hidup. Meskipun terungkapnya pelaku teror sukses membuat hati hancur lebur tak berbentuk, tetapi ia akan berusaha menerima dan mengambil keputusan yang benar-benar sudah dipikirkan secara matang.

"Aku kalo lagi sedih, selera makannya malah jadi nambah, bukan berkurang. Makanya jadi makin bulet," ungkapnya, semakin menenggelamkan wajah pada dada bidang yang terutup kaus itu. Nyaman sekali.

"Gendut itu menggemaskan," balas Devano, kemudian membalas pelukan Alana. Menciumnya singkat, sebelum menumpukan dagu pada puncak kepala gadis bertubuh mungil itu.

"Aku nggak gendut ya, Mas!" Alana mengurai pelukannya dengan kapala mendongak menatap tajam pria yang tengah tersenyum manis, seolah tak berdosa. Ck, menyebalkan.

"Harusnya, kalo aku ngomong kaya tadi tu, kamu jawab gini, 'nggak gendut kok, malah makin langsing', gitu!" omelnya, lalu mencebikkan bibir sebal.

Alih-alih merasa bersalah, pria tampan itu justru tertawa ringan melihat ekspresi kesal Alana, yang menurutnya amat sangat menggemaskan. "Iya, tidak gendut."

"Telat!" sahut Alana dengan kekesalan yang kian tebal dalam diri.

Suasana menjadi hening beberapa saat, Devano terlalu fokus memandangi tiap inci wajah ayu gadis dalam dekapan dengan senyum yang sedari tadi menghiasi wajah tampannya. "Kamu kalau sedang marah, kenapa jadi menggemaskan, sih?"

"Hah?" Baru saja hendak menjawab pertanyaan yang dilontarkan pujaan hati, gadis bersurai panjang itu terdiam mematung dengan mata melebar, serta jantung berdebar. Terkesiap, saat Devano tiba-tiba merunduk menggigit pipi kirinya. Sederhana memang, tetapi hal itu sukses membuat desir hangat menyusup sampai ke ulu hati, hingga menimbulkan rona merah yang mungkin akan terlihat jelas di wajah.

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang