Kejadian tak terduga

28.1K 2.1K 282
                                    

"Apa pun masalahnya, bunuh diri bukanlah solusinya." -Devano Kenza Pratama-

_____

Alice berjalan masuk ke dalam ruangan CEO perusahaan RM Group. Melangkah menghampiri Devano yang tengah duduk di kursi kerjanya, dengan kedua tangan terlipat di atas meja menjadi bantalan kepala. Sepertinya, pria itu tengah tertidur pulas. Suasana di dalam ruangan pun terasa hening dan sepi, cocok sekali untuk mengistirahatkan diri saat merasa lelah dan letih, sangat berbeda dengan lantai dasar yang menjadi semakin ramai dan berisik karena para karyawati sibuk mencari perhatian pada Gavin.

Langkahnya terhenti tepat di samping meja kerja Devano. Dahinya berkerut saat melihat pria itu menangis dalam tidurnya. Entahlah, apa yang terjadi di alam bawah sadarnya, yang jelas Alice melihat cairan sebening embun mengalir membasahi pipi Devano. Wajah tampan milik CEO muda itu pun tampak sangat gelisah, dan sesekali mengigau dalam tidurnya. Samar-samar ia mendengar bahwa Devano menyebutkan satu nama, yaitu Alana.

Sejenak menghela napas, lalu menggelengkan kepala sembari tersenyum tipis. "Ck, bahkan saat tertidur pun Tuan Muda masih memikirkan Alana," gumamnya.

Ia mengulurkan tangan, menepuk pelan bahu pria yang duduk di hadapannya, agar terbangun dari mimpi buruk itu.

"Alana!" teriak Devano, setelah terbangun dari tidur. Ia membenarkan posisi duduknya, dengan napas terengah-engah, serta keringat dingin mengucur dari dahinya. "Syukurlah, semua itu hanya mimpi."

Menghela napas lega, sambil mengusap peluh di dahinya. Sungguh, mimpi tadi benar-benar terasa seperti nyata, hingga membuat sekujur tubuh menjadi lemas sekaligus berkeringat dingin.

Namun, ia sangat bersyukur karena Alice langsung membangunkannya dari mimpi buruk itu, karena semua kejadian di alam bawah sadarnya amat sangat menyedihkan dan menyayat hati.

"Tuan Muda, apa Anda baik-baik saja?" tanya Alice.

Devano mengangguk. "Hm."

"Apa Anda memerlukan sesuatu? Sepertinya, Anda sangat gelisah."

"Tidak. Saya akan pergi ke suatu tempat, nanti kita bertemu di tempat meeting," ujar Devano.

"Baik, Tuan Muda." Alice mengangguk paham.

Pria itu beranjak dari tempat duduk, lalu berjalan keluar dari ruangan meninggalkan Alice seorang diri. Entah kemana ia hendak pergi, tetapi yang jelas hatinya menjadi gelisah setelah memimpikan sesuatu yang buruk terjadi pada Alana.

___

"Sil-vi."

Gadis berambut sebahu itu tetap diam sembari menyantap makan siangnya, tak menghiraukan seseorang yang tiba-tiba duduk di hadapannya. Ia malas menanggapi orang yang selalu mempermainkan perasaan wanita, seperti Gavin. Ya, siapa lagi yang selalu mengganggunya di kantor, selain pria itu.

Entahlah, awalnya ia memang jatuh cinta pada Gavin, tetapi setelah mendengar pernyataan Kiano, rasa cintanya hilang dan berubah menjadi kebencian.

Gavin menopang dagu menggunakan kedua tangan, seraya tersenyum tipis. Menatap lekat wajah cantik Silvi. "Lo makin cantik deh, kalo diem kaya gini," ujarnya. Menggoda.

Namun, lagi-lagi gadis itu tetap bungkam dan tak menghiraukan ocehan Gavin. Baginya, ucapan pria itu hanya angin lalu saja. Meski sebenarnya, rasa cinta itu masih belum sepenuhnya hilang, tetapi lebih baik menghindar dari orang yang suka mempermainkan perasaan wanita seperti Gavin, 'kan. Begitu pikirnya.

"Gue nggak tau, kenapa tiba-tiba lo jadi jutek kaya gini setelah kita kenalan waktu itu. Padahal, pas gue ngajak lo kenalan, kayanya sikap lo sebelas dua belas sama si Bantet. Ceria. Tapi, nggak papa, itu artinya gue bakalan berjuang sekuat tenaga sampe lo bisa bersikap kaya dulu lagi."

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang