Hujan

16.6K 1.7K 271
                                    

Halo ... rindu Alana sama Pak Dev, nggak nih?

Jangan lupa vote, komentar dan krisannya 😁

Happy reading ...

•••

Gumpalan awan hitam yang menutupi langit malam, seolah menjadi pertanda bahwa hujan akan turun membasahi bumi. Namun, hal itu sangat bertolak belakang dengan suasana hati Kiano yang tampak cerah. Karena Alana menerima ajakannya untuk makan malam bersama.

Sepanjang perjalanan senyum di bibirnya tak pernah luntur, meski gadis di sampingnya hanya diam menatap keluar jendela mobil. Tak apa, ia tahu bahwa sang pujaan hati pasti lelah setelah bekerja seharian, tetapi salut karena masih mau mengiyakan ajakannya.

Rintik hujan mulai mengguyur bumi. Alana menghela napas panjang, kala melihat orang-orang berlarian mencari tempat berteduh. menyaksikan hal itu, ingatannya seolah kembali ke waktu di mana ia dan Devano terjebak hujan, karena ada tugas yang harus diselesaikan malam itu juga.

Di teras perusahaan RM Group, Alana berdiri di samping kiri pria jangkung yang sedari tadi hanya diam menatap lurus ke depan, seolah tengah menghitung setiap tetesan air yang jatuh ke bumi.

"Pak Dev, pulang yuk ... udah malem banget nih, saya takut diterkam buaya darat," celoteh Alana.

"Sama, saya juga."

"Bapak juga takut diterkam?"

"Takut khilaf," sahut Devano.

Gadis itu terbelalak, mendengar pernyataan yang dilontarkan oleh Devano. Ia langsung menyilangkan kedua tangan di dada, seolah melindungi diri dari pria yang kini tengah menatapnya.

Meski selama ini sang mantan terlihat dingin dan seolah tak menyukai perempuan, tetapi Devano adalah lelaki normal. Jadi, dia wajib waspada, apalagi sekarang hanya ada mereka berdua di teras kantor. Ia merasa bahwa berdua bersama Devano, lebih menakutkan dibanding bertemu buaya sungguhan.

"P-pak Dev, jangan macem-macem ya?!" teriaknya gugup.

Alih-alih marah, Devano justru terkekeh geli. Sontak, hal itu semakin membuat Alana bergidik ngeri. Takut, jika sang mantan akan melakukan tindakan tak senonoh padanya. Hih!

"Pak Dev, jangan macem-macem ya, atau--awh!"

Gadis bersurai panjang itu meringis kesakitan, seraya mengusap dahinya yang baru saja disentil oleh Devano. Ia mendengkus kesal, lalu mencebikkan bibir. Menatap tajam pria di hadapannya, tetapi yang ditatap justru tampak tenang seolah tak berdosa. Menyebalkan.

Tangannya sudah gatal ingin mencakar wajah datar Devano, tetapi ia tidak akan sanggup melakukannya. Karena hatinya selalu saja ingin melihat wajah tampan nan dingin itu, walau logika tidak menyukainya.

"Pak Dev! Bisa nggak sih, jangan nyentil kening saya?! Sakit, tau nggak?! Sa-kit!" makinya geram.

"Saya hanya membantu menghilangkan pikiran kotor yang ada di kepala kamu," balas Devano.

"Pikiran Bapak tuh yang kotor!"

"Benarkah?" Pria tampan itu menyeringai. Kemudian berkata, "Memang kamu tau apa yang saat ini saya pikirkan?"

Ehem. Alana berdehem pelan, menelan saliva yang terasa pahit. Secepat mungkin dia mengalihkan pandangan ke arah lain, guna menghindari kontak mata dengan Devano. Sial, hanya ditatap saja jantungnya sudah berdebar kencang. Apalagi jika diajak ke pelaminan? Mungkin dirinya akan pingsan di tempat.

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang