Rumit

23.4K 1.9K 376
                                    

"Kendalikan egomu, jangan sampai menghancurkan hubungan yang sudah lama terjalin. Percayalah, penyesalan akan selalu muncul saat kita sudah kehilangan." -Devano Kenza Pratama-

______

Pagi ini semua karyawan-karyawati perusahaan RM Group dibuat kaget dan tercengang, saat melihat Devano berjalan memasuki kantor dengan wajah penuh luka memar. Tak hanya itu, aura yang terpancar dari CEO muda itu pun terkesan lebih gelap dan menakutkan, berbeda dari biasanya. Awan hitam seakan menutupi aura secerah mentari, yang biasanya selalu terpancar dari wajah tampan milik Devano.

Meskipun CEO muda itu dikenal sangat dingin dan tegas, tetapi kali ini ia benar-benar terlihat sangat menakutkan. Sehingga tidak ada yang berani menatapnya, walau hanya satu detik saja. Tidak. Bukan karena takut akan luka memar di wajahnya, tetapi mereka paham betul jika saat ini suasana hati Devano sedang tidak baik.

Ada rasa sakit yang terpancar jelas dari sorot matanya. Kepedihan yang tersimpan jauh di lubuk hati, hingga membuat sikap dingin itu kembali mendominasi. Sungguh, pria itu terlalu baik untuk disakiti. Jika terus seperti ini, kesabaran dalam dirinya bisa habis seiring berjalannya waktu.

Dari kejauhan, Gavin hanya bisa berdiri menatap sendu sang kakak yang berjalan masuk menuju lift, diikuti oleh Alice dan beberapa staf penting di perusahaan RM Group. Entah mengapa, hatinya seakan hancur berantakan. Berserakan di mana-mana, melihat begitu banyak rasa sakit yang Devano rasakan.

Bodoh. Ya, dia merasa sangat bodoh, karena selalu menganggap segala hal sebagai bahan candaan, termasuk kisah cinta kakak sepupunya sendiri. Harusnya, dulu dia membantu Devano agar tidak putus dengan Alana. Dirinya benar-benar merasa bersalah, karena dulu sempat meminta pria itu mencari gadis lain yang jelas-jelas tidak dicintai sama sekali. Ini semua salahnya, karena dia ikut andil dalam kandasnya hubungan antara Devano dan Alana. Meskipun secara tidak langsung.

Andai saja, dulu Gavin tahu bahwa alasan kandasnya hubungan Devano dan Alana didasari kesalah pahaman. Maka ia akan membantu sang kakak untuk menjelaskan kejadian sebenarnya, tetapi jika sekarang hal itu sangat sulit. Percuma, ia mengatakan hal yang sebenarnya, karena hati Alana bukanlah milik Devano lagi. Melainkan milik Kiano.

"Cinta. Satu kata. Lima huruf. Berjuta kebahagiaan. Namun, lebih rumit dari rumus matematika," lirihnya pelan.

Akhirnya, para karyawan-karyawati bisa menghela napas lega, saat Devano sudah masuk ke dalam lift. Kala itu juga, suasana di lantai dasar berubah menjadi ramai dan ricuh seperti biasanya. Beberapa karyawan sibuk mengerjakan tugas, sedangkan yang lainnya saling bertanya mengenai luka memar di wajah CEO muda itu. Namun, tidak ada yang tahu jawabannya. Ya, mereka hanya bisa menerka-nerka saja.

Contohnya, seperti tiga gadis berparas cantik, tetapi memiliki sikap konyol dan amsrud. Yaitu Gisel, Rena, dan Lila, mereka semua berpenampilan sangat anti-mainstream dari yang lainnya. Seperti rambut dicat warna merah, kuning, hijau, bagaikan pelangi. Make up yang lebih tebal dari isi dompet, serta pakaian dengan warna-warna cerah, secerah sinar matahari di siang hari.

"Ya ampun ... itu wajahnya Pak Dev, kenapa bisa kek ubi ungu gitu? Ini pasti gara-gara si Lilis, deh," gerutu Lila. Gadis berambut panjang yang dicat warna kuning itu, berdecak kesal sembari memanyunkan bibirnya.

"Eh, Lila, kamu jangan asal nuduh si Alice dong ... mau kamu dipecat sama Pak Dev? Kayanya, hubungan mereka berdua itu lebih dari sekedar Bos dan Sekretaris. Aduh, nyesek banget sumpah." Gisel menyeka sudut matanya yang tak mengeluarkan air sedikit pun, demi mendramatisir keadaan. Tak lupa, ia juga mengibaskan rambut panjang warna hijau bak bungkus lemper itu.

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang