Gagal profesional?

47.5K 3K 104
                                    

Devano bangkit dari tempat duduk. Kemudian membungkukkan punggung, dengan kedua tangan bertumpu pada meja. Ia tersenyum tipis menatap lekat wajah cantik Alana dari jarak cukup dekat, lalu mengecup kening gadis itu dengan lembut.

"Menggemaskan," ujarnya pelan.

"Pak Dev, hey, Pak Dev ...."

Alana melambaikan tangan tepat di depan wajah Devano, hingga membuat lamunan pria itu buyar dalam sekejap.

"Astagfirullah!" pekik Devano.

Dengan cepat menggelengkan kepala, berusaha menghilangkan hal yang baru saja dibayangkan olehnya. Meski tanpa disadari, tetapi bayangannya benar-benar terlihat sangat nyata hingga mampu membuat seorang Devano Kenza Pratama—CEO perusahaan RM Group yang dikenal sangat dingin dan tegas, menjadi salah tingkah.

"Kenapa, Pak?"

"Tidak papa," jawab Devano datar.

Tidak mungkin kan dia akan menjawab, jika dirinya tanpa sengaja membayangkan tengah mengecup kening gadis itu. Karena terpesona akan wajah cantiknya, yang terlihat sangat menggemaskan. Pasti semua itu akan kembali menimbulkan rasa canggung diantara keduanya, dan Devano tidak ingin hal itu terjadi.
Apalagi, saat ini Alana adalah sekretarisnya. Dan tengah dekat dengan sang sahabat—Kiano.

"Pak Dev, dari tadi saya nyodorin makanan, tapi Bapak malah ngelamun." Alana mengerucutkan bibirnya.

"Maaf, seperti saya sudah kenyang."

"Kenyang?!" Gadis itu bertanya setengah berteriak, tersentak kaget mendengar pernyataan dari Devano. Pasalnya, pria itu baru makan satu suap, tetapi mengatakan bahwa dirinya sudah kenyang. "Aish, lawak banget deh, Pak Dev, ni," ujarnya diiringi gelak tawa.

"Saya serius."

"Saya dua rius, Pak Dev ... saya aja yang tubuhnya sekecil ini, makan satu sendok masih kurang. Masa iya, Pak Dev, yang tubuhnya besar cuma makan satu sendok doang," celetuk Alana.

Devano mendelik tajam. "Maksud kamu, saya gendut, hah?!"

"Loh, loh, loh, kok nyalahin saya sih. 'kan Bapak sendiri yang mengakuinya," sahut Alana tak mau kalah.

"Kamu makan banyak tapi tetap kurus, jangan-jangan kamu cacingan ya," celoteh Devano.

Alana mendengus kesal. Menatap pria yang duduk di hadapannya dengan tajam dan menusuk, napasnya naik turun menahan amarah. Rasanya, sisi buruknya ingin keluar dari persembunyian dan memberikan pelajaran bertubi-tubi pada Devano. Namun, ia segera menghela napas panjang lalu tersenyum semanis mungkin.

"Hahaha, Bapak pinter banget deh ngelawaknya ...." Tertawa penuh dengan paksaan, kemudian bergumam pelan, "Sampe pengen nabok."

"Saya serius," sahut Devano.

'Sabar, Alana, sabar ... Ingat, dia adalah bosmu, bukan sahabat, teman, mantan, atau orang terdekat.'

Gadis itu terus mengingatkan diri sendiri, agar tidak membantah ataupun melakukan hal-hal yang akan membuat Devano marah. Meski sulit, tetapi ia akan berusaha untuk melakukannya.

Tanpa Alana sadari, CEO muda itu tersenyum samar saat melihat tingkah laku dan mimik wajah yang tidak sesuai dengan ucapannya. Tentu saja hal itu, menjadi hiburan tersendiri bagi Devano sekaligus untuk mengetes apakah sekretarisnya bisa berubah dengan sangat cepat.

"Sebenarnya, kamu kalau makan ditelan atau cuma dikunyah doang, sih?" tanya Devano.

Alana mengembuskan napas kasar. "Ditelan, Pak."

'Ya jelas ditelan lah, masa iya aku lepehin lagi. Mana kenyang!'

"Lain kali, kamu periksakan diri ke dokter. Biar dikasih vitamin," celetuk Devano.

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang