"Jika ada yang tulus, kenapa harus ngejar yang ganteng?" -Gavin Resya Mardani-
______
"Apa kalian anak kecil? Sampai tidak bisa membedakan mana kantor, dan taman bermain?"
Devano duduk di kursi kebesarannya, dengan tatapan mengintimidasi tiga perusuh yang selalu membuat onar di kantor. Ya, siapa lagi kalau bukan Alana, Gavin, dan Zainal. Mereka berdiri di depan meja kerja CEO muda itu, seraya menundukkan kepala, takut. Sungguh, tatapannya sangat menakutkan bagaikan srigala hendak menerkam mangsanya.
"M-ma-af, P-pak," gagap Alana.
Akhirnya, dengan susah payah ia bisa mengeluarkan suara, meski terbata-bata. Bagaimana tidak, Devano mampu membuatnya takut dan tak berani menatap CEO muda itu hanya dengan tatapan setajam elang yang tampak sangat dingin itu, berbeda dengan Kiano yang membuatnya takut dengan kata-katanya.
"Kenapa kalian selalu membuat onar, hm?" Devano kembali melayangkan pertanyaan, masih dengan tatapan setajam elangnya.
"Demi, Kak De, argh!"
Pekikan keras keluar dari bibir Gavin, saat Zainal menginjak kaki kirinya dengan tiba-tiba. Sehingga membuat ucapannya terhenti, karena rasa nyeri di kaki. Senyum kikuk mengembang di bibir, menampakkan gigi ginsul yang menambah kesan manis pada wajah tampannya, saat menyadari bahwa Devano, Alana, dan Zainal menatap tajam ke arahnya.
Bagaimana bisa, disaat serius seperti ini playboy kelas kakap itu malah berteriak kencang, hingga membuat siapa pun yang mendengarnya hampir tuli.
"Lanjutkan ucapan kamu," titah Devano, pada Gavin.
"Oh, iya-iya. Sebenarnya, ini semua demi, argh!"
Lagi-lagi Zainal menginjak kaki Gavin, hingga membuat ucapan sahabatnya itu terhenti, berganti dengan pekikan keras. Tak apa, lebih baik ia melihat Gavin tersakiti, daripada harus tiada di tangan Devano.
Sungguh, dirinya benar-benar menyesal karena mempercayai kata-kata fakboy seperti Gavin. Sejauh ini rencana mereka berjalan lancar, tetapi sahabatnya itu malah segaja mendekati singa yang sedang marah. Bisa-bisa CEO muda itu meremukkan tulang-tulangnya dan Gavin, jika mengatahui bahwa mereka sengaja membuatnya dekat dengan Alana.
"Jahat banget lo, Nal."
Gavin menghela napas berat, lalu mendongak menatap langit-langit seolah tengah menahan air matanya, agar tak luruh membasahi pipi. Namun, ia tidak benar-benar kecewa, itu hanya untuk mendramatisir keadaan saja.
"Amit-amit jabang bayi."
Zainal bergidik jijik, melihat tingkah laku sahabatnya yang satu ini. Padahal, dia tidak sadar bahwa sikapnya pun hampir sama dengan Gavin. Ya, kebanyakan orang memang tidak berkaca sebelum berkomentar.
"Gavin, Zainal, kalian berdua bisa diam nggak sih? Hormati Bos kita." Alana yang sedari tadi diam, kembali membuka suaranya. Ia berusaha untuk bersikap dewasa dan profesional, walaupun hal itu sangat sulit, karena tangannya sudah gatal ingin memukul Gavin.
'Sabar, Alana ... sabar. Jangan sampe tangan indah ini mukul si kutu kupret, kaya Gavin.'
Batinnya menjerit ingin memberi pembalasan pada pria yang berdiri di sampingnya, tetapi kata-kata Kiano selalu berputar di kepala saat sikap kekanakan itu hendak muncul mendominasi tubuhnya.
"Eh, gue teriak karena si Zainal nginjek kaki gue!" sahut Gavin tak mau kalah.
"Alah, cemen." Gadis itu melirik Gavin sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]
RomanceMantan. Sebutan itu biasanya ditujukan untuk seseorang yang pernah mengisi kekosongan relung hati kita, tetapi harus berakhir dengan perpisahan. Disaat itulah seseorang mulai mengubur dalam-dalam semua kenangan indah yang pernah dilewati bersama pas...