"Saya tidak suka bertele-tele, jadi saya harap kamu tidak lupa membawa baju yang kemarin saya berikan," ujar Devano.
Alana membulatkan bola matanya. "Baju?!"
Devano mengangguk pelan, saat gadis itu menatap ke arahnya. Sontak saja, apa yang ia lakukan membuat Alana terkejut dan langsung mematikan saluran teleponnya.
Bagaimana tidak, gadis itu sampai lupa mencuci baju yang kemarin diberikan oleh Devano, karena seharian penuh harus bekerja keras menahan amarah dalam dirinya. Sama halnya dengan hari ini, belum sampai setengah hari berada di kantor. Namun, pria itu sudah membuat darahnya kembali mendidih.
Alana beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju meja kerja Devano, saat pria itu menggerakkan tangannya. Memberi isyarat, agar dia mendekat.
"Maaf, Pak, saya lupa mencuci baju yang kemarin Bapak berikan," ujarnya, saat sudah berdiri tepat di depan meja kerja Devano.
"Saya sudah menduganya," sahut Devano.
Alana mendengus kesal. "Maaf, Pak."
"Ck. Bisa tidak sih, kamu berhenti meminta maaf?," sahut Devano.
"Tidak, Pak."
Kalo kamu berhenti ngerjain aku, pasti aku nggak bakalan minta maaf! Lagian, harusnya 'kan kamu yang minta maaf, bukan aku.
Devano menghela napas. "Baru dua hari kamu bekerja di sini, tapi sudah membuat darah saya mendidih!"
Gadis itu mengepalkan tangan, rahangnya mengeras, dengan napas naik turun menahan amarah. Rasanya, ia benar-benar ingin mengunyah pria yang berada di hadapannya, karena selalu saja berbicara seenaknya sendiri.
Mendidih, jidatmu! Harusnya aku yang bilang kek gitu. Dasar Buaya!
"Dari sekian banyak sekretaris saya, cuma kamu yang tidak bisa bekerja dengan baik," celetuk Devano.
Alana menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya secara perlahan, sampai emosinya kembali normal. Baginya, akan sangat percuma jika terus menanggapi ucapan Devano yang selalu menyudutkan dirinya. Jadi, ia lebih memilih untuk tetap diam dan tersenyum semanis mungkin, daripada harus berdebat dengan pria itu.
Ucapan Devano itu, kek pedang yang tertusuk di dada Gong Yo Oppa, dalam drama 'Goblin'. Tak terlihat, tapi menyakitkan!
Devano beranjak dari tempat duduk, kemudian berjalan melewati meja kerjanya, dan berhenti tepat di samping Alana. Keduanya berdiri berdampingan, tetapi menghadap ke arah yang berlawanan.
"Berhenti melamun, dan ikuti saya," ujar Devano.
"Hm?!"
Alana membulatkan bola matanya lalu menghadap kesamping, kemudian mendongakkan kepala. Ia menatap lekat setiap inci wajah Devano yang terlihat sangat tampan dari samping, dengan tatapan setajam elang, hidung mancung, serta bibir kemerahan yang semakin menambah kesan rupawan dalam diri pria itu.
Harus dia akui bahwa Devano adalah salah satu pria yang patut menjadi idaman setiap wanita, karena selain memiliki wajah tampan, pria itu juga sangat berprestasi dan terkenal dikalangan pengusaha sukses. Namun, Alana bukan salah satu gadis yang menjadikan Devano sebagai pria idaman, karena pria itu selalu menunjukkan sikap yang membuatnya naik pitam.
"Berhenti menatap saya," ujar Devano, kemudian melangkah pergi.
Seketika itu pula, Alana mengepalkan tangan di udara dan menggerakkannya seakan hendak memukul seseorang.
"Mataku yang suci, ternodai oleh wajah palsunya!" Ia mendengus kesal, dengan bibir mengerucut. Setelah itu, berjalan menyusul Devano, setelah sebelumnya mengambil beberapa berkas untuk berjaga-jaga jika saja pria itu mengajaknya meeting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]
RomanceMantan. Sebutan itu biasanya ditujukan untuk seseorang yang pernah mengisi kekosongan relung hati kita, tetapi harus berakhir dengan perpisahan. Disaat itulah seseorang mulai mengubur dalam-dalam semua kenangan indah yang pernah dilewati bersama pas...