Mengakui kesalahan

18.7K 1.7K 177
                                    


•Seperti biasa, aku cuma mau ngingetin, jangan lupa vote, komentar, dan krisannya. Hehe•

Happy reading ....

____________


"Kenapa harus minta maaf?"

Alana yang semula menundukkan kepala, langsung mendongak mengalihkan pandangan ke sumber suara. Dan mendapati Gavin berdiri di ambang pintu seraya tersenyum lebar.

Pria itu melambaikan tangan ke arahnya, kemudian berjalan masuk sambil menjijing kantong plastik hitam di tangan kiri. Kali ini, ia terlihat berbeda karena mengenakan topi di kepalanya.

"Dasar cengeng."

Meletakkan kantong plastik di meja, lalu duduk santai sembari menatap Alana yang masih berdiri di belakang meja. Cukup lama ia memperhatikan tiap tetes air mata yang mengalir membasahi pipi, seolah hati gadis itu benar-benar teriris dan tak mampu mengungkapkannya melalui kata-kata.

Sejenak menghela napas panjang, setelah itu menyilangkan kedua tangan di dadanya. "Bisa hapus air maya sendiri, 'kan? Soalnya, gue nggak bisa romantis," celetuknya, sok dingin.

Wuek. Rasanya, isi perut Alana hampir keluar setelah mendengar ucapan Gavin. Bahkan, air mata pun tak lagi mengalir, saking jijiknya melihat tingkah pria yang super duper percaya diri itu. Ya, memang harus ia akui bahwa wajah musuh bebuyutannya memang cukup tampan, tetapi pria itu benar-benar tidak cocok jika memiliki sikap dingin dan sok cuek seperti Devano.

"Ish, dasar Tiang Listrik! Siapa juga yang mau punya cowok nyebelin kaya kamu," gerutunya sambil bergidik jijik.

"Eh, Bantet! Gue juga nggak mau kali ... punya cewek galak, ngeselin, cengeng, dan alay kaya lo," sahut Gavin tak mau kalah.

"Kalo kamu dateng ke sini cuma ngajak berantem doang, mending pergi aja deh!"

"Iya-iya, maaf ... gue ke sini mau ngajak lo makan siang bareng. Cepet duduk."

Pria jangkung itu mendongakkan dagu, memberi isyarat agar Alana duduk di hadapannya

"Tumben baik," gumam Alana.

"Makasih ...."

Gadis itu memutar bola matanya malas, kemudian duduk di hadapan Gavin. Bukannya menghibur, pria berpenampilan urakan itu malah membuat kekesalan dalam dirinya semakin meningkat.

Namun detik berikutnya, ia kembali merasakan desiran perih di hati saat melihat senyum hangat di wajah Gavin yang dipenuhi luka memar. Meski sangat menyebalkan, tetapi pria itu rela terluka demi melindunginya. Sungguh, ucapan terima kasih saja rasanya tidak akan cukup untuk membalas kebaikan Gavin.

"Tiang listrik."

"Hm?"

"Makasih."

Gavin mengerutkan dahi, heran. "Buat apa?"

"Makasih, karena udah nolongin aku sampe muka kamu babak belur kaya gitu. Padahal, selama ini aku selalu bikin kamu marah," tutur Alana, menatap sendu pria di hadapannya.

"Ck, kemaren gue lagi khilaf, makanya nolongin lo! Coba kalo nggak khilaf, pasti udah kabur biar wajah ganteng gue nggak bonyok kaya gini," celoteh Gavin, yang langsung disambut tatapan sinis dari Alana.

"Nyebelin!"

"Sekarang nyebelin, lama-lama juga bakalan ngangenin."

"Amit-amit, jangan sampe."

"Bener ya?! Awas kalo sampe kangen, gue jitak jidat lo yang jenong itu," ancam Gavin.

"Nggak bakal!"

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang