Hola ... Alana sama Pak Dev, balik lagi nih. Ada yang nungguin, nggak?
Jangan lupa vote, dan spam next di komentar yak. Hehe
••••
"Hakh!"
Alana langsung terjatuh di atas rerumputan, dengan bola mata membulat, napas memburu, tubuh gemetar, serta keringat dingin membasahi dahi dan telapak tangan, saat melihat boneka buaya yang sudah terkoyak-koyak berlumuran darah.
Perlahan, tangannya terulur meraih secarik kertas yang tergeletak di dekatnya.[JAUHI, ATAU DIA AKAN BERNASIB SAMA SEPERTI BONEKA INI!]
Rasanya, jantung seakan berhenti berdetak setelah membaca surat ancaman yang ditulis menggunakan tinta merah itu. Entah siapa yang mengirimnya, tetapi orang itu sudah berhasil membuat hati Alana bergemuruh seolah kembali dilanda badai yang akan meluluhlantakkan jiwanya.
Siapa yang mengirim teror ini? Siapa yang harus ia jauhi? Apa alasannya? Dan kenapa harus boneka buaya? Berbagai macam pertanyaan mulai muncul dalam benaknya, berusaha memutar otak berpikir keras mencari jawaban.
Seketika netranya terbelalak, dengan mulut menganga saat sekelebat bayangan tiba-tiba muncul dalam benaknya. Buaya, itu adalah julukan yang ia berikan pada Devano. Jadi, orang yang harus dijauhinya adalah pria itu? Tapi kenapa? Kenapa harus Devano? Bagaimana bisa dia menjauh, jika setiap hari selalu bertemu saat berada di kantor.
"Jangan-jangan ... pelakunya ...."
______
Setelah membersihkan diri, Devano langsung menghempaskan tubuh di atas ranjang. Empuk dan nyaman. Tak peduli meski air yang tersisa di rambutnya akan menetes membasahi kasur, fisik dan hatinya sudah benar-benar lelah. Ingin segera diistirahatkan.
Sesekali menghela napas berat, kala mengingat kejadian yang kemarin menimpanya. Tak hanya organ luar saja yang sakit, tetapi hatinya juga. Jujur saja, ia sangat kecewa dan marah pada diri sendiri, karena sudah menyatakan cinta pada waktu yang tidak tepat. Sehingga membuat hatinya kembali hancur berantakan, menyisakan sakit yang amat sangat dalam.
Padahal, selama ini dirinya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tetap terlihat tenang, menahan diri agar tidak ada yang tahu bahwa hatinya masih milik Alana. Namun, sekarang semuanya sudah hancur akibat kebodohannya sendiri.
Tak apa. Mungkin, inilah saatnya ia berhenti. Berhenti mengganggu kisah cinta Alana, dan mencoba mengikhlaskan gadis itu bahagia bersama pria lain. Toh, semua masalah yang sudah menimpa Alana adalah salahnya. Jika saja dia melupakan sang mantan, pasti tidak akan serumit ini.
"Sepertinya, aku memang harus melajang seumur hidup," ujarnya bermonolog.
"Kaya nggak ada cewek lain aja."
Pria itu langsung mendudukkan diri, lalu menoleh ke sumber suara. Dan mendapati Alice berdiri di ambang pintu, berjalan menghampirinya seraya membawa nampan berisi makanan dan segelas air putih.
"Kamu juga berhak bahagia kali, Dev ... jadi jangan putus asa cuma gara-gara ditolak sama satu cewek. Lagian, kenapa nggak nyoba pacaran sama Tari, aja? Dia kan udah lama suka sama kamu," ujar Alice, meletakkan nampan di atas nakas.
Devano mengembuskan napas kasar, lalu menyugar rambutnya kebelakang. "Tidak bisa."
"Iya, nggak bisa, kalo dihati dan pikiran kamu masih ada Alana, Alana, dan Alana. Lagian, aku heran deh sama kamu. Kok bisa sih, suka sama cewek kaya dia? Padahal, kalo diliat-liat Tari itu jauh lebih baik daripada Alana. Dan aku juga yakin, Tari nggak bakalan jadi jahat kalo kamu nerima cintanya. Toh, kalian berdua sama-sama jomblo, 'kan ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]
Roman d'amourMantan. Sebutan itu biasanya ditujukan untuk seseorang yang pernah mengisi kekosongan relung hati kita, tetapi harus berakhir dengan perpisahan. Disaat itulah seseorang mulai mengubur dalam-dalam semua kenangan indah yang pernah dilewati bersama pas...