Selama jam kerja, Alana terus mengumpat dan menyumpah serapahi Devano dalam hati, karena sudah membuatnya terlihat sangat bodoh. Ya ... walaupun dia memang bodoh, tetapi intinya dirinya tetap tidak terima jika terus dijahili oleh bos menyebalkan itu.
Namun, semarah apa pun pada Devano, ia tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada pria itu. Itulah sebabnya, selama di dalam lift dirinya berdiri di depan Devano layaknya pengawal yang melindungi majikannya.
"Mulai sekarang, saya akan jalan duluan untuk memastikan kalo Pak Dev, bakalan selalu aman," ujarnya memulai pembicaraan.
"Baiklah," balas Devano singkat, tetapi sudut bibirnya sedikit terangkat walau dalam beberapa detik saja. Kemudian berjalan mengikuti Alana setelah pintu lift terbuka.
Gadis cantik bersurai panjang itu menoleh ke kanan dan kiri, seraya merentangkan kedua tangan guna melindungi Devano dari segala macam bahaya yang mengintai.
Netranya menatap tajam ke seluruh sudut ruangan, saat melihat kertas-kertas beterbangan dan beberapa karyawati yang masih ada di lantai dasar berdiri di atas kursi sembari berteriak histeris. Ketakutan.
"Kyaaa!" teriaknya histeris, dengan bola mata membulat sempurna lalu memutar tubuh berlari ke arah Devano dan melompat, memeluknya erat dengan kaki melingkar di pinggang pria jangkung itu.
"Usir kodoknya, Pak ... saya takut ...." Merengek, seraya menenggelamkan wajahnya di bahu Devano.
CEO muda itu tersenyum samar melihat tingkah Alana, dan beberapa karyawati ketakutan melihat katak yang melompat-lompat di lantai.
"Alana, lepaskan, saya tidak bisa bernapas," titahnya dingin, padahal hatinya begitu hangat.
"Nggak mau! Usir dulu kodoknya, Pak ... geli ...!"
Devano menghela napas panjang. "Kalau seperti ini, bukan kamu yang melindungi saya, tapi sebaliknya."
"Terserah apa kata, Pak Dev, yang penting usir kodoknya!"
"Turun," titah Devano.
"Nggak mau, usir dulu kodoknya!"
"Bagaimana saya mau mengambilnya, kalau kamu tidak mau turun, Alana."
"Suruh orang lain aja," sahut Alana dengan entengnya.
Devano langsung menyeringai, mendengar pernyataan Alana yang enggan melepaskan pelukannya.
"Kenapa? Apa kamu ingin lebih lama memeluk saya? Wah ... licik sekali," cibirnya.
Sontak, gadis itu langsung meregangkan pelukannya. Menatap lekat manik mata berwarna hitam milik Devano, yang juga tengah menatapnya diiringi senyuman sinis seolah tengah mengejeknya. Menyebalkan.
Namun, anehnya ia merasakan jantungnya mulai bertalu-talu, desiran hangat kembali menyeruak ke ulu hati, bersamaan dengan rona merah yang menghiasi pipi. Detik berikutnya, langsung mengalihkan pandangan ke arah lain menghindari kontak mata dengan pria itu.
Di sisi lain, Silvi yang sedari tadi berdiri di atas kursi segera turun saat melihat Devano dan Alana berdebat di tengah-tengah kekacauan. Bahkan sahabatnya itu sampai memeluk erat tubuh bosnya.
Sungguh, dia benar-benar kesal pada Gavin karena memberinya hadiah katak, hingga tak sengaja melemparkan hewan itu sampai terjadi kekacauan di lantai dasar.
Beberapa karyawati yang masih ada di dalam ruangan pun langsung berdiri di atas kursi, sedangkan playboy itu malah terdiam mematung terheran-heran melihat semua ini. Menyebalkan.
"Gavin, buang kodoknya!" teriaknya.
"T-tapi--"
"Buang!" tegas Silvi, menatap Gavin tajam. Bahkan napasnya sudah memburu, dengan tangan terkepal kuat menahan amarah yang sudah menggebu-gebu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]
RomanceMantan. Sebutan itu biasanya ditujukan untuk seseorang yang pernah mengisi kekosongan relung hati kita, tetapi harus berakhir dengan perpisahan. Disaat itulah seseorang mulai mengubur dalam-dalam semua kenangan indah yang pernah dilewati bersama pas...