Suapan pertama

57.5K 3.7K 57
                                    

"Selamat pagi, Pak Dev ...."

Pria itu tersentak kaget dan langsung mundur beberapa langkah, saat melihat Alana tiba-tiba berdiri tepat di hadapannya bagai jalangkung yang datang tak diundang, pulang tak diantar. Namun, sedetik kemudian ia membenarkan posisi seperti semula dan kembali menunjukkan wajah datarnya.

"Tumben sekali, kamu berangkat tepat waktu," cibirnya.

Alana tersenyum lebar lalu maju satu langkah, seraya mengulurkan rantang berisi makanan yang berada di genggaman.

Ya, hari ini ia mulai menjalankan misi yang semalam sudah direncanakan bersama Silvi, yaitu bersikap sebaik mungkin pada Devano, agar mendapatkan nomor ponsel Gavin dan Kiano. Bahkan, dirinya rela menunjukkan senyum termanis di bibir mungilnya hanya untuk pria itu.

"Hari ini, saya bawain makanan untuk, Pak Dev, supaya Pak Devano bisa lebih semangat lagi dalam bekerja."

Devano menghela napas. "Saya tidak mau!"

"Tapi, Pak De--"

"Makan saja sendiri." Pria itu memotong ucapan Alana, kemudian berlalu pergi.

Alana mendengus kesal lalu menghentak-hentakkan kaki, menyusul Devano yang sudah masuk ke dalam ruang kerjanya.

Bukan Alana namanya, kalo gagal ngasih makanan ini untuk remahan rengginang kaya, Devano.

Gadis itu tersenyum licik. Setelah itu, melangkahkan kakinya menuju meja kerja Devano lalu duduk tepat di depan pria itu. Ia membuka satu persatu rantang, kemudian menyusunnya di atas meja.

Entah secara sadar atau tidak, tetapi perlahan Devano mulai sedikit terusik akan harumnya aroma makanan yang memenuhi indra penciumannya. Ditambah lagi, ia melihat makanan di meja yang begitu menggugah selera. Ada telur balado, ayam goreng, ceker mercon, sambal terasi, dan makanan yang paling disukainya adalah udang asam manis.

"Silahkan dinikmati, Pak." Alan tersenyum semanis mungkin, sambil menopang dagu.

Ayo makan ... aku udah capek-capek masak! Awas aja kalo sampe nggak dimakan!

Devano menutup berkas yang sedari tadi ada di tangannya lalu beralih menatap Alana, dengan penuh selidik. Tangannya menyendok nasi dan telur balado, kemudian menyodorkannya pada gadis itu.

"Makan," titahnya datar.

Alana mengerutkan dahi. "Hm?"

Pria itu hanya diam, tetapi menggerakkan sendok yang berada di tangannya memberi isyarat agar Alana memakannya.

"T-tapi, Pak--"

"Ma-kan." Devano menekan ucapannya.

Alana tersenyum kikuk, seraya mengangguk pelan. Dengan ragu-ragu, ia mulai melahap makanan yang berada di tangan Devano, karena nada bicara pria itu sudah terdengar dingin dan penuh penekanan. Sehingga membuatnya tak berani menjawab, ataupun sekedar menolak dengan halus.

Devano tersenyum tipis lalu menyantap makanan yang sudah tersedia di meja. Ia menghela napas panjang, kemudian mengangguk pelan seraya menyendok nasi dan lauk pauknya. Nasi hangat yang dipadu dengan daging, telur, udang, serta sambal terasi memang begitu lezat dan menggugah selera. Sehingga makan satu suap saja tidak akan cukup untuknya.

"Pak Dev, kenapa menyuruh saya mencicipinya?" tanya Alana.

"Supaya saya tahu makanan ini ada racunnya atau tidak," jawab Devano seadanya.

"Bapak pikir, tampang saya terlihat seperti orang jahat kah?!"

"Penampilan dan sikap sangatlah berbeda."

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang